Secara epidemiologi, hubungan antara BPA dengan faktor pemicu lainnya yang menyebabkan gangguan hormon dan kanker belum ditemukan karena dikatakan oleh dr. Aswin ini termasuk dalam penyebab multifaktor, di mana perlu banyak faktor yang bisa menyebabkan gangguan.
Ada hal lain yang lebih penting untuk menghindari gangguan penyakit, termasuk kanker. Mulai mengonsumsi makanan bergizi, olahraga, gaya hidup yang sehat, pintar mengelola stres dan tidur serta istirahat cukup, dibandingkan paparan bahan kimia seperti BPA.
Di sisi lain, setiap senyawa kimia yang masuk ke dalam tubuh akibat terjadinya paparan, termasuk paparan BPA, maka tubuh akan mengolahnya dan membuangnya melalui berbagai cara pembuangan.
"Zat kimia yang kecil masuk dalam tubuh akan dibuang, apapun dapat mendetoksifikasinya, misalnya liver, liver bisa mendetoksifikasi berbagai bahan kimia dan akhirnya terbuang dalam tubuh, ginjal juga dibuang melalui urin, bahkan ada juga yang memakai inhalasi, terbuang melalui napas kita,"
"Jadi ada banyak jalur pembuangan zat-zat kimia dalam tubuh kita, BPA ini juga akan bisa didetoksifikasi, akan bisa diolah menjadi aman atau terbuang melalui hati, dalam jumlah kecil dia tidak mengganggu perjalanan hormon kita dan akan didetoksifikasi melalui jalur-jalur tubuh kita, jadi tidak masuk dalam jalur metabolisme endokrin tubuh," dr. Aswin menjelaskan cara BPA dibuang dari tubuh.
Data Kesehatan Belum Cukup, Label BPA-Free Disebut Jadi Inovasi Baru Menarik Perhatian Konsumen
Meski BPA masih belum cukup datanya secara kesehatan dapat menyebabkan efek samping yang merusak kesehatan, lalu bagaimana dengan rencana lanel BPA-Free?
Melihat kondisi saat ini, Prof. Aru menyatakan belum waktunya BPA menjadi sebuah faktor risiko untuk kesehatan, khususnya kanker, "Mungkin saya bilang belum waktunya, kita anggap sebagai faktor risiko dan mudah-mudahan memang tidak perlu dibahas, nanti pun kalau datanya sudah memang ada."
"Jadi, kalau mau ada BPA-Free itu silahkan-silahkan saja, itulah cara produk-produk itu menonjolkan produk-produknya masing-masing, jadi pengetahuan untuk orang-orang, sah-sah saja kalau orang memilih BPA-Free, itu mungkin karena isu jadi dipergunakan oleh produsen untuk marketing," kata dr. Aswin.
Menurut Prof. Aru dengan adanya pelabelan BPA-Free ini bukanlah suatu hal yang jelek, namun perlu diperhatikan dan berhati-hati juga apakah rencana ini harus diubah menjadi dasar dan dilakukan secara cepat.
Data pun terkadang baru muncul belakangan, jadi harus seimbang untuk melihatnya, "Intinya kita mesti hati-hati, sekali lagi kadang-kadang kebenaran itu sebagai pisau bermata dua ya, tergantung kita ambil dari arah mana, tapi sekali lagi kita mesti melihat dalam perspektif yang kita mesti mundur beberapa langkah dan melihat permasalahannya dari jauh, untuk melihat seluruh sistemnya bagaimana," tutup Prof. Aru. (*)