Find Us On Social Media :

BPA pada Galon Guna Ulang Tidak Membahayakan Kesehatan, Label BPA Free Hanya untuk Menarik Perhatian Konsumen?

Butuh 10.000 galon guna ulang untuk menjadikan BPA mengganggu tubuh, jadi pelabelan BPA-Free cara produsen menarik konsumen?

GridHEALTH.id - Penggunaan BPA dalam galon guna ulang sempat menjadi pembahasan yang ramai di masyarakat.

Munculnya isu tersebut tentu menimbulkan kekhawatiran di tengah masyarakat untuk menggunakan galon guna ulang.

Menjawab kekhawatiran tersebut, Prof. Dr. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, Sp.PD-KHOM selaku Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia (YKI) dan dr. Laurentius Aswin Pramono, M.Epid, Sp.PD dalam acara Ngobars dengan tema Kupas Tuntas Polemik Kesehatan Terkait BPA pada Jumat (30/09/2022).

Polemik Pelabelan BPA-Free

Polemik penggunaan BPA ini mencuat ketika BPOM berencana untuk membuat aturan mengenai pelabelan BPA-Free pada galon guna ulang.

Sehingga menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat dan para pakar, memunculkan diskusi publik yang semakin ramai dan tidak pasti.

Oleh karena itu, mari melihat seberapa besar yang dibutuhkan dari kandungan BPA untuk dapat mengganggu tubuh dan mengancam kesehatan? Prof. Aru dan dr. Aswin menjawabnya melalui ulasan berikut ini.

Segini Kandungan BPA yang Dapat Mengancam Kesehatan

Bicara mengenai efek samping penggunaan BPA yang disebut-sebut dapat menyebabkan kanker, hingga saat ini, Badan Kesehatan Dunia, WHO sendiri belum memasukkan BPA sebagai salah satu zat yang bersifat karsinogenik (zat yang memicu pertumbuhan kanker).

Prof. Dr. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, Sp.PD-KHOM mengatakan, "(Efek samping BPA) Masih dalam konflik data atau masih kontroversial dalam kanker, memang masih belum ada buktinya sebetulnya."

"Mengenai BPA ini datanya belum cukup, kita tidak mengatakan bahwa dia (BPA) tidak menyebabkan kanker, datanya belum cukup untuk mengatakan," kata Prof. Aru menjelaskan keberadaan BPA yang dikatakan berisiko kanker.

Baca Juga: Disebut Berbahaya Hingga Berisiko Kanker, Faktanya Data Terkait Bisphenol-A (BPA) Belum Cukup

Sejauh dari yang penelitian yang ada, Prof. Aru menyebutkan belum ada batas maksimal BPA dapat menyebabkan kanker, hanya saja ada yang menyebut lapisan dalam dari kaleng tidak baik untuk kesehatan.

Menurutnya lebih kuat bukti penggunaan stryrofoam sebagai wadah makanan ketimbang penggunaan BPA ini pada galon guna ulang.

Selain berisiko kanker, Bisphenol-A (BPA) ini juga disebut dapat menyebabkan infertilitas hingga gangguan hormon lainnya.

Menjawab isu ini, dr. Laurentius Aswin Pramono, M.Epid, Sp.PD pun menjelaskan mengenai pengaruh BPA pada hormon di dalam tubuh, dari sisi metabolisme tubuh bidang kedokteran dan sisi epidemiologi.

Hormon di dalam tubuh diproduksi dan dilepaskan oleh jaringan kelenjar endokrin, pada dasarnya semua bahan kimia bersifat endocrine disruptor, yaitu komponen kimiawi yang bisa mengganggu fungsi sistem endokrin dan reproduktif dalam tubuh.

“Namun untuk menimbulkan gangguan metabolisme dan endokrin, butuh kadar yang sangat besar dalam satu waktu secara bersamaan. Dalam berbagai review study, penggunaan bahan kimia dalam keseharian ternyata tidak mampu mencapai ambang yang bisa menyebabkan endocrine disruption,” tuturnya.

Banyak jurnal menyebut penggunaan harian BPA pada kemasan botol minum dan galon guna ulang jauh lebih kecil dari ambang batas bahaya yang menyebabkan gangguan hormonal.

"Dikatakan butuh minuman, satu waktu ya, sampai 10.000 galon, kan  tidak mungkin kita minum 10.000 galon, jadi kandungannya BPA itu 0,001% dari apa yang dianggap sebagai batas yang bisa menyebabkan gangguan hormon," kata dr. Aswin.

Artinya, kandungan BPA sangat kecil sekali kemungkinan untuk bisa langsung merusak tubuh dalam satu waktu.

Butuh sangat banyak kandungan BPA dalam waktu singkat yang baru bisa menjadi potensi merusak tubuh.

"Jadi memang terkait dengan isu yang satu ini tidak perlu khawatir untuk menggunakan dalam sehari-hari, gaya hidup sehat tetap menjadi hal yang penting dalam hal kesehatan hormon, endokrin, metabolisme, dan reproduksi," lanjut dr. Aswin.

Baca Juga: BPOM Medan Temukan Air Galon di 6 Daerah Ini Terpapar BPA Lebihi Ambang Batas

Secara epidemiologi, hubungan antara BPA dengan faktor pemicu lainnya yang menyebabkan gangguan hormon dan kanker belum ditemukan karena dikatakan oleh dr. Aswin ini termasuk dalam penyebab multifaktor, di mana perlu banyak faktor yang bisa menyebabkan gangguan.

Ada hal lain yang lebih penting untuk menghindari gangguan penyakit, termasuk kanker. Mulai mengonsumsi makanan bergizi, olahraga, gaya hidup yang sehat, pintar mengelola stres dan tidur serta istirahat cukup, dibandingkan paparan bahan kimia seperti BPA.

Di sisi lain, setiap senyawa kimia yang masuk ke dalam tubuh akibat terjadinya paparan, termasuk paparan BPA, maka tubuh akan mengolahnya dan membuangnya melalui berbagai cara pembuangan.

"Zat kimia yang kecil masuk dalam tubuh akan dibuang, apapun dapat mendetoksifikasinya, misalnya liver, liver bisa mendetoksifikasi berbagai bahan kimia dan akhirnya terbuang dalam tubuh, ginjal juga dibuang melalui urin, bahkan ada juga yang memakai inhalasi, terbuang melalui napas kita,"

"Jadi ada banyak jalur pembuangan zat-zat kimia dalam tubuh kita, BPA ini juga akan bisa didetoksifikasi, akan bisa diolah menjadi aman atau terbuang melalui hati, dalam jumlah kecil dia tidak mengganggu perjalanan hormon kita dan akan didetoksifikasi melalui jalur-jalur tubuh kita, jadi tidak masuk dalam jalur metabolisme endokrin tubuh," dr. Aswin menjelaskan cara BPA dibuang dari tubuh.

Data Kesehatan Belum Cukup, Label BPA-Free Disebut Jadi Inovasi Baru Menarik Perhatian Konsumen

Meski BPA masih belum cukup datanya secara kesehatan dapat menyebabkan efek samping yang merusak kesehatan, lalu bagaimana dengan rencana lanel BPA-Free?

Melihat kondisi saat ini, Prof. Aru menyatakan belum waktunya BPA menjadi sebuah faktor risiko untuk kesehatan, khususnya kanker, "Mungkin saya bilang belum waktunya, kita anggap sebagai faktor risiko dan mudah-mudahan memang tidak perlu dibahas, nanti pun kalau datanya sudah memang ada."

"Jadi, kalau mau ada BPA-Free itu silahkan-silahkan saja, itulah cara produk-produk itu menonjolkan produk-produknya masing-masing, jadi pengetahuan untuk orang-orang, sah-sah saja kalau orang memilih BPA-Free, itu mungkin karena isu jadi dipergunakan oleh produsen untuk marketing," kata dr. Aswin.

Menurut Prof. Aru dengan adanya pelabelan BPA-Free ini bukanlah suatu hal yang jelek, namun perlu diperhatikan dan berhati-hati juga apakah rencana ini harus diubah menjadi dasar dan dilakukan secara cepat.

Data pun terkadang baru muncul belakangan, jadi harus seimbang untuk melihatnya, "Intinya kita mesti hati-hati, sekali lagi kadang-kadang kebenaran itu sebagai pisau bermata dua ya, tergantung kita ambil dari arah mana, tapi sekali lagi kita mesti melihat dalam perspektif yang kita mesti mundur beberapa langkah dan melihat permasalahannya dari jauh, untuk melihat seluruh sistemnya bagaimana," tutup Prof. Aru. (*)

Baca Juga: Sudah Dilabeli BPA Free, Galon Kemasan Sudah Pasti Aman? Bagaimana dengan Kandungan Acetaldehyde, Risiko Pemicu Kanker dalam PET?