Namun, tuberkulosis memiliki masalah yang berbeda.
Dalam hal Covid, setelah terpapar, Anda akan mendapatkan Covid dalam dua hingga tujuh hari berikutnya tetapi untuk tuberkulosis, Anda dapat terpapar tuberkulosis dan serangan tuberkulosis dapat terjadi kapan saja setelahnya.
Dan lebih sering dalam 90% kasus tersebut, itu terjadi puluhan tahun kemudian.
Jadi saya bisa terpapar ketika saya berusia dua tahun tetapi serangan tuberkulosis saya bisa terjadi 20 atau 30 tahun kemudian.
Jadi Anda perlu pengobatan yang tepat dan dari kasus yang saya lihat dalam pengobatan TB di Indonesia adalah dosis yang tidak sesuai dan cenderung terlalu rendah dan kurang dari yang direkomendasikan oleh WHO.
Jadi akibatnya bakteri akan punya resisten terhadap obat.
Juga Anda memerlukan kepatuhan. Orang yang menderita tuberkulosis perlu memastikan bahwa mereka mengonsumsi obatnya.
Banyak orang tidak mengonsumsi obat karena alasan biaya, terlalu lama, melelahkan, atau mereka lupa sehingga ketika Anda memutus siklus pengobatan itu, Anda akan berakhir dengan lebih banyak masalah.
Selanjutnya adalah pelacakan kontak aktif. Ini berarti ketika satu orang terinfeksi, orang-orang yang tinggal di rumah dianggap berisiko.
Jadi ada banyak cara tetapi sayangnya membutuhkan biaya. Saya yakin jika Indonesia bersedia mencoba, Indonesia dapat menyingkirkan tuberkulosis dan mengurangi jumlahnya.
Baca Juga: Mengurai Tantangan dan Harapan di Era COVID-19 dan Masa Depan yang Belum Pasti
Apakah akan ada terobosan ilmiah dalam hal formulasi obat dari perusahaan farmasi terkait tuberkulosis?