Find Us On Social Media :

Penanganan Tuberkulosis di Indonesia, Adakah Pembelajaran dari Penanganan Covid-19?

Dr. Leong Hoe Nam dari RS Mount Elizabeth Novena Singapura.

GridHEALTH.id - Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang dapat dicegah dan umumnya dapat disembuhkan.

Namun, pada tahun 2022, TB menjadi penyebab kematian kedua terbanyak di dunia setelah penyakit coronavirus (COVID-19), yang menyebabkan hampir dua kali lipat jumlah kematian dibandingkan HIV/AIDS.

Lebih dari 10 juta orang terus menderita TB setiap tahunnya sehingga perlu adanya tindakan mendesak untuk mengakhiri pandemi TB global pada tahun 2030.

Pada tahun 2022, jumlah orang yang dilaporkan baru saja didiagnosis TB secara global mencapai 7,5 juta.

Di Indonesia, data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa TB menempati peringkat kedua setelah India, dengan jumlah kasus mencapai 969 ribu dan kematian sebanyak 93 ribu per tahun, setara dengan 11 kematian per jam.

Terutama pada kelompok usia produktif, yaitu 25 hingga 34 tahun, TB menjadi masalah kesehatan yang signifikan. Hal serupa terjadi pada kelompok usia 45 sampai 54 tahun dengan jumlah kasus terbanyak di Indonesia.

Jumlah tersebut kemungkinan mencakup banyak individu yang sebelumnya mengalami TB, namun diagnosis dan pengobatannya tertunda oleh gangguan terkait COVID-19 yang mempengaruhi akses dan penyediaan layanan kesehatan.

Berkaitan dengan Tuberkulosis dan Covid-19, berikut wawancara GridHEALTH dengan Dr. Leong Hoe Nam, Infectious Disease Specialist dari Mount Elizabeth Novena Hospital, Singapore dalam diskusi media roundtables Pfizer, pada APSR 2023 di Singapura, Jumat 17 November 2023.Apa yang dapat kita pelajari dari penanganan Covid-19 yang dapat diterapkan pada penanganan Tuberkulosis (TB)?

TB disebabkan oleh bakteri tetapi sangat menular.

Pelajaran yang dapat kita ambil dari Covid adalah bahwa dengan praktik kontrol infeksi yang baik, dengan ilmu pengetahuan yang baik, dengan pengobatan yang baik, kita sebenarnya dapat mengendalikannya.

Baca Juga: Tidur di Lantai Benarkah Bisa Sebabkan Paru-paru Basah? Ini Penjelasan Medisnya

Begitu kita bisa mengendalikan, kita dapat mencegah penyebaran tuberkulosis karena pengobatan tersebut datang dengan pengendalian penyakit.

Namun, tuberkulosis memiliki masalah yang berbeda.

Dalam hal Covid, setelah terpapar, Anda akan mendapatkan Covid dalam dua hingga tujuh hari berikutnya tetapi untuk tuberkulosis, Anda dapat terpapar tuberkulosis dan serangan tuberkulosis dapat terjadi kapan saja setelahnya.

Dan lebih sering dalam 90% kasus tersebut, itu terjadi puluhan tahun kemudian.

Jadi saya bisa terpapar ketika saya berusia dua tahun tetapi serangan tuberkulosis saya bisa terjadi 20 atau 30 tahun kemudian.

Jadi Anda perlu pengobatan yang tepat dan dari kasus yang saya lihat dalam pengobatan TB di Indonesia adalah dosis yang tidak sesuai dan cenderung terlalu rendah dan kurang dari yang direkomendasikan oleh WHO.

Jadi akibatnya bakteri akan punya resisten terhadap obat.

Juga Anda memerlukan kepatuhan. Orang yang menderita tuberkulosis perlu memastikan bahwa mereka mengonsumsi obatnya.

Banyak orang tidak mengonsumsi obat karena alasan biaya, terlalu lama, melelahkan, atau mereka lupa sehingga ketika Anda memutus siklus pengobatan itu, Anda akan berakhir dengan lebih banyak masalah.

Selanjutnya adalah pelacakan kontak aktif. Ini berarti ketika satu orang terinfeksi, orang-orang yang tinggal di rumah dianggap berisiko.

Jadi ada banyak cara tetapi sayangnya membutuhkan biaya. Saya yakin jika Indonesia bersedia mencoba, Indonesia dapat menyingkirkan tuberkulosis dan mengurangi jumlahnya.

Baca Juga: Mengurai Tantangan dan Harapan di Era COVID-19 dan Masa Depan yang Belum Pasti

Apakah akan ada terobosan ilmiah dalam hal formulasi obat dari perusahaan farmasi terkait tuberkulosis?

Ada obat-obatan baru yang tersedia tetapi sangat mahal. Jadi ini tentang menggunakan dosis obat yang tepat.

Pengobatan saat ini sebenarnya sudah superior. Tidak ada obat yang lebih unggul dari yang sudah ada.

Ilmu pengetahuan memang seharusnya bisa melakukan lebih baik, tetapi sejauh ini tidak ada obat dengan penyembuhan ajaib.

Salah satu alasan adalah bakteri TB tumbuh sangat lambat dan Anda perlu menunggu 7-8 minggu untuk pembelahan, dan hanya ada satu kesempatan bagi Anda untuk membunuh bakteri tersebut.

Mengingat kesempatan itu begitu jarang, maka Anda harus mengonsumsi obat dalam waktu yang lama.

Pengembangan ilmiah di bidang formulasi obat perlu terus ditingkatkan untuk meningkatkan efektivitas dan ketersediaan obat.

Bagaimana perbandingan Covid-19 di era endemik bila dibandingkan dengan Tuberkulosis dan ancaman Covid berikutnya yang mungkin akan datang?

Saya rasa itu berbeda, karena Tuberkulosis sembuh secara perlahan.

Jika akan ada Covid berikutnya - mungkin Covid-24 atau virus baru, itu akan menyebar dengan sangat cepat.

TB adalah penyakit kronis, pengobatan kronis, selalu berlangsung tetapi pandemi berikutnya harus disiapkan dengan cara yang sangat cepat sebisa mungkin.

Baca Juga: Masa Depan Penanganan Covid-19 dengan Pengobatan yang Efektif dan Aman