GridHEALTH.id - Kebakaran hutan dan lahan di sejumlah kabupaten dan kota di Provinsi Riau yang terjadi sejak Januari hingga Februari 2019 ini terus meluas hingga mencapai 1.136 hektare.
Baca Juga : Kawin Lari ke Hutan, Pasangan Ini Bertahan Hidup Selama 23 Hari Konsumsi Kelapa
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau, Edwar Sanger mengatakan, angka itu melonjak lebih dari 150 hektare dalam kurun waktu kurang dari 48 jam terakhir.
"Titik-titik api masih cukup banyak terdeteksi di pesisir Riau seperti Bengkalis, Dumai, Rokan Hilir hingga Indragiri Hilir," kata Edwar seperti dikutip dari Antara.
Dia merinci, Kabupaten Bengkalis sejauh ini masih merupakan wilayah yang paling parah mengalami kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Sedikitnya 5 kecamatan di kabupaten yang kaya sumber daya alam minyak dan gas itu hangus terbakar.
Selain Bengkalis, Edwar mengatakan titik-titik api baru terpantau di Kota Dumai, Pekanbaru, Kabupaten Rokan Hilir dan Indragiri Hilir.
"Seluruh kekuatan kita upayakan semaksimal mungkin untuk menanggulangi titik-titik api di wilayah itu," lanjut Edwar.
Secara umum, Edwar menjelaskan sembilan dari 12 kabupaten dan kota di Riau telah dan sedang dihadapkan dengan karhutla.
Kabupaten Bengkalis menjadi wilayah yang paling parah dihadapkan karhutla dengan total luas kebakaran 817 hektare, dari 1.136 hektare seluruh Riau.
Baca Juga : Tidak Hanya Enak Dimakan, Manfaat Jagung Juga Untuk Wajah dan Rambut
Selanjutnya Rokan Hilir tercatat 132 hektare, Dumai 60 hektare, Indragiri Hilir 38 hektare, Siak 30 hektare, Kampar 15 hektare, Pekanbaru 21,01 hektare dan Meranti 20,4 hektare.
Pemerintah Pusat dan Daerah hingga hari ini terus berjuang untuk sedapat mungkin melakukan upaya pemadaman.
Baca Juga : Bau Badan yang Aneh dan Tajam Jadi Ciri Khas Penyakit , Coba Cek
Bantuan terakhir datang dari TNI AU yang mengerahkan satu unit pesawat Casa 212 untuk membantu upaya penanggulangan ke wilayah yang telah menetapkan status siaga Karhutla tersebut melalui operasi hujan buatan.
Seiring dengan mulai berkurangnya kabut asap di beberapa titik, perhatian bergeser pada penanganan dampak kesehatan dari bencana tersebut.
Menurut Zulkifli Amin, dokter spesialis penyakit dalam dan respirologi, menghirup asap dalam jumlah besar dan secara tiba-tiba dapat menyebabkan komplikasi serius, bahkan kematian. Apalagi asap yang bersifat racun atau iritan akibat kebakaran hutan.
Dokter Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, ini mengatakan kebakaran hutan di Indonesia berasal dari kayu dan gambut yang menghasilkan petroleum.
Partikel ini sangat beracun bila berkumpul menjadi satu dengan partikel lain di udara dalam bentuk asap. Angka pencemaran udara akibat kebakaran hutan yang terjadi berbulan-bulan bisa mencapai 300 dalam indeks standar pencemaran udara (ISPU).
“Kadar ini sangat membahayakan, terutama bagi para manula, penderita jantung koroner, bayi, anak-anak, dan ibu hamil,” ujar dokter Zulkifli seperti dikutip dari Koran Tempo.
Kebanyakan pemicu kerusakan adalah gas iritan yang terhirup mengandung asam atau basa yang terlalu kuat. Misalnya asam hidroklorida dan asam sulfur atau amonia.
Baca Juga : Kunci Panjang Umur Ternyata Mudah, Hanya Ikuti 6 Langkah Ini
Gas seperti itu dapat mengganggu keseimbangan derajat keasaman (pH) dalam saluran pernapasan. Ketidakseimbangan pH ini mengakibatkan kerusakan sel yang lebih cepat, terutama pada bagian mukosa atau lapisan saluran tersebut.
Sebenarnya, dalam saluran pernapasan manusia, terdapat mekanisme pertahanan terhadap udara yang dihirup dengan adanya saluran atas dan bawah. Permukaan jaringan paru yang luas juga memiliki pelindung terhadap partikel berbahaya.
Baca Juga : Rima Melati Jadi Penyintas Kanker Puluhan Tahun, Ternyata Buah Ini yang Jadi Andalan
Cara kerjanya, udara yang dihirup dilembapkan dan dihangatkan sesuai dengan suhu tubuh, kemudian partikel udara yang masuk dengan ukuran lebih besar dibersihkan dari saluran pernapasan melalui mekanisme bersin dan dahak.
“Tapi, pada paparan berulang dan lama, mekanisme perlindungan ini tidak cukup kuat, terutama untuk berhadapan dengan banyak substansi fisik dan kimia,” kata Zulkifli.
Lalu, apa yang terjadi pada tubuh manusia bila kelewat sering menghirup asap? Gejala umumnya adalah rasa berat di dada, batuk, sesak napas, mengi (napas berbunyi), kulit membiru, dan suara serak.
Bila manusia terpapar asap berat selama 12-48 jam, kadar oksigen dalam darah bisa berkurang. Yang lebih parah, paparan asap berat ini mengakibatkan daya lentur kembang-kempis paru berkurang. “Kondisi ini dapat mengakibatkan terbendungnya darah dalam paru,” ucapnya.
Pertolongan pertama bagi pasien tentunya memindahkan mereka ke tempat tanpa asap. Pasien yang mengalami koma harus diberi oksigen berkadar 100%.
Adapun pasien yang mengalami penurunan kesadaran sangat parah serta gangguan saraf harus menggunakan oksigen hiperbarik (alat berupa ruangan dengan tekanan oksigen tingkat tinggi).
Baca Juga : Sering Minum Obat Maag Bisa Sebabkan Penyakit Berbahaya Lain
Pemberian beberapa antibiotik untuk mencegah infeksi saluran pernapasan juga memungkinkan, tapi harus lewat pemeriksaan dokter. (*)
Source | : | WebMD,suara.com,tempo.com |
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar