GridHEALTH.id - Dalam kurun waktu berdekatan, dua tokoh meninggal karena kanker. Mantan ibu negara Ani Yudhoyono wafat pada Minggu (1/6/2019) di Singapura karena kanker darah, sedangkan Ustaz Arifin Ilham berpulang di Penang, Malaysia pada Rabu (22/5/2019), juga dengan riwayat kanker darah dan nasofaring.
Baca Juga: Ani Yudhoyono dan 7 Artis Indonesia Meninggal Akibat Kanker, Diduga Ini Penyebabnya
Ketua Pengurus Harian YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia), Tulus Abadi, mengibaratkan kanker seperti bom waktu.
Potensi kanker di Indonesia dinilainya sangat tinggi, bahkan prevalensinya meningkat dalam 5 tahun terakhir.
“Kasus ini harus kita perhatikan secara seksama, bahwa potensi penyakit kanker di Indonesia sangatlah tinggi dan malah mengalami peningkatan prevalensinya dalam 5 tahun terakhir," ujarnya dalam keterangan resmi pada Minggu (2/6/2019).
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan prevalensi kanker dan tumor sebesar 1,79 tiap 1.000 penduduk. Angka ini memang mengalami peningkatan dari tahun 2013 yakni 1,4 tiap 1.000 penduduk.
Menurut Tulus, peningkatan ini menunjukkan adanya masalah serius terkait perilaku hidup sehat dalam masyarakat dan arah kebijakan kesehatan yang belum menyentuh hulu persoalan.
Baca Juga: Viral Jawaban Admin BPJS di Sosmed, Orang Mati Wajib Membatalkan Sendiri Kepesertaannya!
Menurutnya, apabila arah kebijakan pembangunan kesehatan itu benar, maka seharusnya prevalensi penyakit menular itu turun, bukan malah naik, termasuk prevalensi penyakit kanker.
"Oleh karena itu, YLKI mendesak pemerintah untuk fokus pembangunan kesehatan untuk menekan tumbuh kembangnya penyakit tidak menular," ujarnya.
Baca Juga: Annisa Pohan Mimpi Didatangi Bu Ani Sebelum Wafat, Ini Tanda-tanda Kematian Bakal Datang
Selain itu, lanjutnya, terbukti bahwa penyakit jenis ini menjadi benalu yang paling dominan bagi defisit keuangan BPJS Kesehatan.
"Jika kebijakan pemerintah tidak mendukung untuk menekan wabah penyakit tidak menular, prevalensi penyakit tidak menular seperti kanker, hanyalah bom waktu. Bom waktu bagi generasi emas yang digadang-gadang oleh pemerintah, dan kita semua," tegasnya.
Namun peningkatan prevalensi kanker tidak selalu berarti negatif. Ahli kanker dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Dr dr Andhika Rachman, SpPD, KHOM memandangnya dari sisi lain.
Peningkatan prevalensi kanker bisa juga diartikan akses pengobatan yang makin baik, sehingga makin banyak kasus yang terdiagnosis.
Baca Juga: Ani Yudhoyono dan Besan Penyintas Kanker, Anak Cucunya Harus Waspada
"Pertama, makin tingginya kesadaran masyarakat untuk berobat membuat kita makin mudah mendapatkan datanya.
Kedua, dengan adanya BPJS, suka atau tidak suka, orang makin mudah untuk berobat sehingga makin mudah ketahuan," kata dr Andhika seperti dikutip dari detikHealth, Minggu (2/6/2019).
Sementara itu, Direktur Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan RI, dr Cut Putri Arinie, menyebut ada dua jenis faktor risiko kanker:
Baca Juga: Senang Makan Camilan Tapi Takut Gemuk? Coba 6 Camilan Sehat Ini
1. Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi/diintervensi seperti usia, genetik, jenis kelamin, dan etnis.
2. Faktor risiko yang bisa dimodifikasi/diintervensi seperti merokok, pola makan tidak sehat (tinggi garam, gula, lemak), kurang olahraga, obesitas, serta paparan zat kimia berbahaya dan korosif.
"Untuk kasus Bu Ani dan Ustad Arifin, kita tidak bisa menebak-nebak penyebab pastinya, tentu dokter yang merawat yang paham," kata dr Cut, Senin (3/6/2019), seperti dikutip dari Detik.com.
Beberapa faktor, diakui memang meningkatkan risiko penyakit tidak menular, termasuk kanker, di Indonesia.
Di antaranya transisi demografi yang ditandai makin tingginya usia harapan hidup sehingga potensi sakit makin besar, juga transisi teknologi yang membuat banyak orang makin malas bergerak.
Baca Juga: Studi di AS: Dampak Minuman Berenergi, Organ Jantung Jadi Taruhan
Menurut dr Cut, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi risiko penyakit tidak menular.
Antara lain dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat sejak kecil, serta menghindari paparan rokok.
Deteksi dini juga sangat dianjurkan ketika menemukan tanda-tanda ketidaknormalan dalam tubuh. (*)
Source | : | Kompas.com,detik.com,YLKI,Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia |
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar