GridHEALTH.id - Berita bahwa anggaran BPJS selalu defisit alias tekor, rasanya bukan hal yang baru. Sudah sejak 5 tahun terakhir ini, pemerintah, meski sudah menggelontorkan dana ke lembaga asuransi kesehatan ini, tetap saja kurang.
Baca Juga: BPJS Tekor, Ini 2 Penyakit yang Paling Boros Habiskan Anggaran
Menurut hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Mei lalu, Defisit BPJS Kesehatan mencapai Rp 9,1 triliun.
Salah satu penyebabnya karena pembiayaan penyakit katastropik. Rokok menjadi penyebab penyakit katastropik seperti jantung, stroke, dan kanker.
Menurut data BPJS Kesehatan hingga Maret tahun ini, untuk pembiayaan pasien jantung sudah mencapai Rp 2,8 triliun.
Sedangkan kanker dan stroke menjadi beban ketiga dan keempat dengan masing-masing total pembiayaan mencapai Rp 1 triliun dan Rp 699 miliar.
Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas, seperti dikutip dari jpnn.com membenarkan bahwa pembiayaan penyakit katastropik cukup besar. Tahun lalu, total pembiayaan 8 penyakit katastropik mencapai Rp 20,4 triliun.
Baca Juga: Fakta, Mengunyah Makanan Lebih Lama Bisa Kecilkan Lingkar Pinggang
Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dr Agus Dwi Susanto SpP(K) menyatakan bahwa kanker paru menjadi penyebab kematian tertinggi di dunia. Pada tahun lalu saja ada 1,8 juta jiwa yang meninggal karena penyakit tersebut.
”Data World Health Organization (WHO) di 2018 memperlihatkan bahwa rokok merupakan penyebab utama dari kanker paru-paru, dan berkontribusi lebih dari 2/3 kematian terkait kanker paru-paru secara global,” ungkapnya, Rabu (26/6).
Baca Juga: Studi: Dunia Menghadapi Epidemi Kesepian, Awas Bahaya Menjomblo
Selain kanker paru, perokok juga memiliki risiko terancam penyakit kanker 13 kali lipat lebih tinggi dibandingkan non-perokok.
Pakar Kesehatan Publik dan Ketua Perkumpulan Ahli Manajemen Jaminan dan Asuransi Kesehatan Indonesia (PAMJAKI) dr Rosa Christiana Ginting menyatakan alternatif solusi bagi para perokok masih sangat terbatas.
”Melihat kondisi BPJS Kesehatan saat ini, kebijakan yang efektif sangat diperlukan untuk mengurangi angka perokok di Indonesia,” tuturnya.
Sebenarnya, Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan berbagai program untuk mengurangi prevalensi merokok di Indonesia.
Misalnya saja hotline telepon untuk konsultasi bagi para perokok yang ingin berhenti. Selain itu juga membentuk komunitas berhenti merokok yang difasilitasi oleh berbagai klinik dan rumah sakit.
Kini bahkan berkembang wacana di kalangan masyarakat, bila memang rokok menjadi penyebab membengkaknya anggaran kesehatan nasional, maka sudah dimungkinkan untuk menaikkan pajak rokok setinggi-tingginya agar angka perokok kurang.
Baca Juga: Sering Tertipu, Ternyata 5 Obat Jerawat Alami Ini Tak Terbukti Khasiatnya
Ada juga golongan masyarakat yang mengusulkan agar bagi para perokok, iuran BPJS-nya dinaikkan lebih tinggi alias dua kali lipat dibanding yang bukan perokok, untuk memberikan efek jera. Nah, lo!
Source | : | BPJS Kesehatan,jpnn.com |
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar