Mereka mengidentifikasi 14 penanda, yang ditemukan pada pria dan wanita, serta di semua usia. Biomarker ini digabungkan menjadi sebuah tes yang cukup rumit.
Untuk menilai efektivitasnya, para peneliti pertama-tama menilai risiko kematian peserta berdasarkan 'faktor konvensional'.
Ini termasuk BMI, tekanan darah, kolesterol, konsumsi alkohol dan merokok, serta diagnosis kanker atau penyakit jantung.
Tim peneliti kemudian menilai risiko kematian peserta, sesuai dengan biomarker dalam tes darah prediksi kematian.
Skor berkisar dari minus dua hingga tiga, dengan setiap peningkatan satu poin dikaitkan dengan risiko kematian dini yang hampir tiga kali lebih tinggi.
Selama dua hingga 16 tahun masa tindak lanjut, tes darah prediksi kematian ini memperkirakan risiko kematian peserta dengan akurasi 83%. Ini lebih unggul dari 'tes faktor risiko konvensional', yang hingga 79% akurat.
Kevin McConway, profesor statistik terapan emeritus di The Open University, mengatakan: 'Ini adalah penelitian yang solid dan menarik. Tapi itu tidak lebih dari sekadar menyelidiki kemungkinan mendirikan sistem untuk memperkirakan risiko kematian."
Source | : | dailymail.co.uk |
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar