GridHEALTH.id – PR besar Menteri Kesehatan (Menkes) yang baru, Terawan Agus Putranto atau yang akrab disapa dr. Terawan adalah kondisi defisitnya BPJS.
Mengenai hal ini dr Terawan mengaku dengan tegas sudah memiliki konsep khusus untuk memecahkan masalah ini.
Konsep yang dibuatnya itu memperhitungkan dan menimbang-nimbang beberapa hal agar semua pihak terkait tak merasa dirugikan.
Intinya, melansir Tempo.co (Minggu, 27 Oktober 2019 15:47 WIB), konsep yang didorong tidak memberatkan masyarakat dalam penyelesaian masalah defisit BPJS Kesehatan.
Langkah pertama yang dilakukan dr. Terawan adalah membentuk tim kecil yang berasal dari unsur pemangku kepentingan terkait penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional.
Di sini menurut dr Terawan tim akan membahas langkah strategis yang diperlukan atau sangat diperlukan untuk mengatasi defisit.
"Sebenarnya terkait defisit ini sudah dibicarakan bersama tiga Kementerian, yaitu Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, dan Kemenko PMK tinggal ditindaklanjuti saja. Tapi, ada perhitungan-perhitungan yang akan diselesaikan oleh Tim Kecil," kata Terawan, Jumat, 25 Oktober 2019, melansir Tempo.co.
Lainnya adalah mengoptimalkan layanan kesehatan yang diberikan pada pasien.
Misalnya, pada penanganan pasien dengan penyakit jantung yang menelan biaya hingga Rp 10 triliun, ia ingin mengefisienkan tindakan tanpa mengurangi kualitas layanan.
Terawan menjelaskan, tindakan oleh dokter harus dioptimalkan. "Bukan mengurangi manfaat, jangan keliru, loh. Tindakan belum tentu bermanfaat, tapi mengoptimalkan manfaat itu penting sekali," ucapnya.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menjelaskan keinginan Terawan tersebut.
Menkes, kata Fachmi, ingin menyederhanakan beberapa tindakan pada sejumlah penanganan penyakit yang "boros" namun tidak tepat sasaran.
Sementara itu, pada Selasa (29/10/2019), Presiden Jokowidodo menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 tahun 2019, mengenai kenaikan iuran BPJS.
Jadi iuran BPJS resmi naik.
Pada perpres tersebut di pasal 29, melansir Tribunkesehatan, iuran untuk peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) sebesar Rp 42.000 dari sebelumnya Rp 25.500. Penerpannya berlaku mulai 1 Agustus 2019.
Sedangkan untuk peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) atau peserta mandiri mulai 1 Januari 2020 sesuai pasal 34 iuran kelas tiganya akan meningkat Rp 42.000 dari Rp 25.500.
Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Ma’ruf menerangkan, Perpres tersebut menjabarkan beberapa penyesuaian aturan di sejumlah aspek.
Kemudian untuk peserta kelas dua akan naik menjadi Rp 110.000 dari besaran saat ini Rp 51.000, dan untuk kelas satu akan naik menjadi Rp 160.000 dari saat ini Rp 80.000.
“PBI Berlaku 1 Agustus 2019 dan untuk yang mandiri akan berlaku pada 1 Januari 2020,” kata Kepala Humas BPJS Kesehatan, M. Iqbal Anas Ma’aruf kembali memastikan kepada Tribunnews.com, Selasa (29/10/2019).
Pada pasal 30 Perpres 75 tahun 2019 berisi aturan iuran bagi pekerja PPU seperti pejabat negara, pimpinan dan anggota DPRD, PNS, Prajurit, Anggota Polri, kepala desa, dan Pekerja/Pegawai swasta yaitu sebesar lima persen dari gaji per bulan.
Baca Juga: Penyebab Mata Merah Pada Anak, Paling Sering Karena Dikucek Pas Tangannya Kotor
Pada pasal 103A, Perpres ini juga mengatur bantuan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah sebesar Rp 19.000 per orang per bulan bagi penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah.
Saat pelantikan menteri kesehatan, dr Terawan pun meyebutkan jika defisit program jaminan kesehatan nasional Kartu Indonesia Sehat mencapai Rp 10,44 triliun. (*)
Source | : | tempo.co,tribunkesehatan |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar