GridHEALTH.id - Penggerebekan klinik aborsi oleh polisi kembali menghebohkan publik.
Pasalnya salah satu tersangka praktik ilegal yang diciduk tersebut merupakan seorang dokter yang juga merupakan seorang residivis di kasus yang sama sebelumnya.
Ada tiga pelaku yang diamankan polisi, terdiri dari dua wanita dan satu pria. Ketiganya berinisial MM alias A (46), RM (54) dan SI (42).
Klinik aborsi yang telah berjalan selama 21 bulan tersebut diketahui membuka praktik di sebuah rumah kontrakan di Jalan Paseban Raya, Jakarta Pusat.
Ketiga pelaku ini diketahui merupakan pemain lama, dimana MM alias A berperan sebagai dokter, RM selaku bidan, dan SI menjadi karyawan bidang pendaftaran dan adiministrasi pasien.
Riwayat MM sendiri yaitu lulusan fakultas kedokteran dari salah satu universitas yang berada di Sumatera Utara, Medan.
Terlebih, MM juga merupakan mantan pegawai negeri sipil (PNS) di Kepulauan Riau.
Untuk pasiennya sendiri, klinik aborsi ini disebut sudah menangani sebanyak 1.632 pasien dan yang telah diaborsi kurang kebih mencapai 900-an pasien.
Mayoritas pasien yang melakukan aborsi di tempat MM ini terdiri dari wanita yang hamil di luar pernikahan dan kehamilan yang tidak diinginkan.
Modus yang dilakukan praktik ilegal ini, janin yang telah diaborsi dibuang melalui lubang septic tank.
Meski baru berjalan selama 21 bulan, klinik aborsi tersebut disebut mampu meraup keuntungan sampai Rp 6,6 miliar.
Baca Juga: 6 Manfaat Minum Air Rebusan Jahe tiap Pagi, Salah Satunya Cegah Infeksi Organ Intim Wanita
Hal ini dikarenakan klinik aborsi yang dijalankannya mematok harga yang cukup rendah kepada pasien, yakni Rp 1 juta untuk satu bulan usia kandungan.
Jadi, kalau usia kandungannya dua bulan, mereka minta Rp 2 juta. Kalau tiga bulan, berarti Rp 3 juta.
Biaya yang rendah inilah yang menjadi daya tarik tersendiri bagi para pasien lantaran dinilai relatif terjangkau.
Namun terlepas dari itu, penting untuk disadari bahwa aborsi ilegal ini sangat lah bebahaya bagi keselamatan pasiennya sendiri.
Bahkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan aborsi yang tidak aman menyebabkan sekitar 7 juta komplikasi.
Baca Juga: 4 Penyebab Kepala Bayi Gepeng dan Cara Mengatasinya Menurut Ahli
Di daerah maju, diperkirakan 30 perempuan meninggal untuk setiap 100.000 aborsi yang tidak aman.
Angka itu meningkat menjadi 220 kematian per 100.000 aborsi tidak aman di daerah berkembang.
WHO pun mengungkapkan, wanita yang tinggal di negara berpenghasilan rendah dan wanita miskin lebih cenderung melakukan aborsi yang tidak aman, ilegel.
Kematian dan cedera lebih tinggi ketika aborsi yang tidak aman dilakukan di akhir kehamilan. Tingkat aborsi tidak aman lebih tinggi di mana akses ke kontrasepsi efektif dan aborsi aman terbatas atau tidak tersedia.
Komplikasi aborsi tidak aman yang membutuhkan perawatan darurat.
Melakukan aborsi ilegat wanita berpeluang mengalami sejumlah bahaya yang memengaruhi kualitas hidup dan kesejahteraan mereka, dengan beberapa wanita mengalami komplikasi yang mengancam jiwa.
Komplikasi utama yang mengancam jiwa yang dihasilkan dari aborsi yang paling tidak aman adalah perdarahan, infeksi, dan cedera pada saluran genital dan organ internal.
Aborsi yang tidak aman jika dilakukan dalam kondisi yang paling tidak aman dapat menyebabkan komplikasi seperti:
Baca Juga: Jangan Takut Konsumsi Ikan Asin, Mengolah dan Aturan Makannya Tepat Manfaat Kesehatannya Didapat
- Aborsi tidak lengkap (kegagalan untuk mengangkat atau mengeluarkaBaca Juga: Kisah Kelam Pasangan Joanna Alexandra dan Raditya Aloan, Dari Pecandu Narkoba Sampai Mau Aborsi Akibat Hamil di Luar Nikahn semua jaringan kehamilan dari rahim).
- Perdarahan (pendarahan berat).
- Infeksi.
- Perforasi uterus (disebabkan saat uterus tertusuk benda tajam).
- Kerusakan pada saluran genital dan organ-organ internal dengan memasukkan benda-benda berbahaya seperti tongkat, jarum rajut, atau pecahan kaca ke dalam vagina atau anus.
Apalagi melansir dari afterabortion.org, Sebuah studi yang didanai oleh pemerintah Finlandia tahun 1997 melaporkan bahwa wanita yang aborsi berisiko empat kali lipat lebih mungkin untuk meninggal akibat kondisi kesehatan di tahun berikutnya dari pada wanita yang melanjutkan kehamilan mereka sampai cukup umur.
Penelitian ini juga menemukan bahwawanita yang melakukan aborsi mengalami peningkatan risiko kematian yang lebih besar dari bunuh diri dan sebagai korban pembunuhan (oleh anggota keluarga maupun pasangan), dari pada wanita yang melanjutkan hamil hingga 9 bulan.
Melihat penjelasan tersebut tak heran jika aborsi sangat dilarang di negara ini.(*)
#berantasstunting
Source | : | Kompas.com,WHO,afterabortion.org |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar