GridHEALTH.id - Di tengah keresahan terkait penyebaran virus corona di seluruh dunia, China akhirnya mengumumkan vaksin untuk virus Covid-19.
Menurut pemerintahan China, vaksin virus corona tersebut akan tersedia di bulan April tahun 2020 ini.
Kabar baik itu disampaikan langsung oleh Zheng Zhongwei, selaku Direktur Pusat Pengembangan Sains dan Teknologi Komisi Kesehatan Nasional China.
"Menurut perkiraan kami, kami berharap bahwa pada bulan April beberapa vaksin akan memasuki penelitian klinis atau digunakan dalam situasi darurat," katanya.
Diberitakan South China Morning Post, ada delapan lembaga negara disana yang tengah mengerjakan lima pendekatan untuk inokulasi dalam upaya memerangi Covid-19.
Akan tetapi untuk mendapatkan vaksin tersebut ternyata tidak bisa sembarangan.
Sebab vaksin virus corona ini masih membutuhkan waktu setidaknya 12 hingga 18 bulan untuk memastikan keamanannya bagi masyarakat umum dibawah aturan hukum China.
Lebih lanjut, Zheng mengatakan bahwa vaksin corona ini hanya akan digunakan dalam kondisi darurat saja, dalam artian jika manfaatnya lebih besar ketimbang risikonya.
Menurut Zheng hal ini dilakukan agar vaksin yang sedang dikembangkan ini sesuai dengan persyaratan teknis standar dan ilmiah.
Perlu diketahui, suatu produk memang dapat dikatakan sebagai obat atau vaksin jika telah melewati beberapa tahapan dimulai dari mengindentifikasi zat aktif yang terkandung, menemukan cara kerjanya, melakukan uji praklinik sampai uji klinis.
Serta waktu yang dibutuhkan pun memang tidak sedikit, bahkan bisa bertahun-tahun.
Sebab meski kita sudah mendapatkan dosisnya melalui uji praklinis, saat dalam uji klinis atau percobaan pada manusia akan memakan waktu yang sangat panjang.
Dimana dalam uji klinis ini terdapat empat fase yang harus dilalui suatu produk sebelum dinyatakan sebagai obat atau vaksin.
Pada fase I, dosis produk akan diuji pada manusia sehat (melibatkan sedikit subjek penelitian), untuk melihat bagaimana tubuh manusia memetabolisme vaksin tersebut. Apakah hasilnya sama dengan apa yang terjadi pada hewan. Jika lolos uji klinis 1 maka produk boleh melanjutkan ke uji klinis fase 2.
Baca Juga: Benarkan Dalih Sang Asisten, Ririn Ekawati Muntah Usai Telan Setengah Butir Happy Five
Fase II, dalam tahapan ini percobaan akan dilakukan secara spesifik pada manusia sakit, tergantung pada tujuan dan sesuai produk yang sedang diuji.
Misalnya dalam kasus Covid-19 ini, berarti manusia sakit yang di uji adalah pasien positif virus corona.
Namun, manusia sakit yang menjadi percobaan tidak sembarangan, mereka harus menandatangani perjanjian hukum yang diawasi oleh kode etik dan pemerintah, serta produknya pun masih belum boleh dipasarkan.
Pada fase ini akan dievaluasi pemberian dosis dan keamanannya. Jika lolos ujian fase dua maka akan lanjut ke fase tiga.
Kemudian masuk fase III, meski vaksin sudah boleh diprosuksi tapi masih belum bisa dipasarkan. Pada fase ini juga banyak sekali syarat yang harus dipenuhi.
Baca Juga: 4 Jenis Obat Ini Tak Boleh Diminum dengan Teh, Akibatnya Bisa Fatal
Dari jumlah populasinya yang besar (melibatkan ribuan pasien), harus diagnosis tertentu, dan tindak lanjut yang lama karena harus dinilai efek jangka pendek, menengah, hingga panjang.
Selain itu, ditahapan ini juga vaksin yang diteliti akan diuji stastistik bersama dengan plasebo atau 'obat kosong'.
Dimana beberapa orang secara acak (random) akan dipilih sebagai subjek penelitian.
Percobaan ini akan membantu peneliti mengetahui apakah vaksin tersebut benar-benar efektif atau hanya sugesti pasien yang merasa lebih baik karena tahu mereka telah mengonsumsi vaksin tersebut.
Baca Juga: Terkuak, Ahli Akhirnya Beberkan Pemicu Remaja SMP Bunuh Bocah 6 Tahun
Apabila lolos ujia fase III (dinyatakan efektif dan aman) maka obat tersebut boleh didaftarkan ke lembaga yang berwenang dalam menangani pemasaran vaksin dan boleh dijual di pasaran.
Fase terakhir alias fase IV adalah post marketing surveillance, yakni kegiatan pengawasan untuk melihat aspek keamanan, khasiat dibandingkan dengan vaksin standar sebelumnya, dan mutu produk tersebut di populasi.
Sebab produk telah dipasarkan di masyarakat dan dokter pun sudah boleh membuatkan resepnya.
Hal ini dilakukakan karena bisa saja ditemukan very long term effect (efek jangka sangat panjang) dari produk yang telah diedarkan.
Baca Juga: Penderita Diabetes Rentan Covid-19 Karena Dua Hal Ini, Hadapi Dengan Persiapan Khusus
Sehingga tak jarang pada beberapa kasus terjadi penarikan vaksin dari peredaran di masyarakat setelah fase 4 ini.
Pada dasarnya semua uji praklinis dan uji klinis dilakukan untuk menilai efektivitas dan keamanan suatu produk, baik obat maupun vaksin.
Apabila tidak melalui uji tersebut maka vaksin atau obat tidak bisa diklaim efektivitas dan keamanannya.
Terlebih hal ini penting dilakukan untuk mencegah risiko kesehatan atau efek samping yang dapat ditimbulkan.
Tak terkecuali vaksin yang tengah dikembangkan oleh pemerintah Cina tersebut.(*)
Baca Juga: Berantas Stunting; Tekan Gizi Buruk, Bulog Punya Beras Anti-Stunting
#berantasstunting
Source | : | Kompas.com,Gridhealth.id |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar