Apabila lolos ujia fase III (dinyatakan efektif dan aman) maka obat tersebut boleh didaftarkan ke lembaga yang berwenang dalam menangani pemasaran vaksin dan boleh dijual di pasaran.
Fase terakhir alias fase IV adalah post marketing surveillance, yakni kegiatan pengawasan untuk melihat aspek keamanan, khasiat dibandingkan dengan vaksin standar sebelumnya, dan mutu produk tersebut di populasi.
Sebab produk telah dipasarkan di masyarakat dan dokter pun sudah boleh membuatkan resepnya.
Hal ini dilakukakan karena bisa saja ditemukan very long term effect (efek jangka sangat panjang) dari produk yang telah diedarkan.
Baca Juga: Penderita Diabetes Rentan Covid-19 Karena Dua Hal Ini, Hadapi Dengan Persiapan Khusus
Sehingga tak jarang pada beberapa kasus terjadi penarikan vaksin dari peredaran di masyarakat setelah fase 4 ini.
Pada dasarnya semua uji praklinis dan uji klinis dilakukan untuk menilai efektivitas dan keamanan suatu produk, baik obat maupun vaksin.
Apabila tidak melalui uji tersebut maka vaksin atau obat tidak bisa diklaim efektivitas dan keamanannya.
Terlebih hal ini penting dilakukan untuk mencegah risiko kesehatan atau efek samping yang dapat ditimbulkan.
Tak terkecuali vaksin yang tengah dikembangkan oleh pemerintah Cina tersebut.(*)
Baca Juga: Berantas Stunting; Tekan Gizi Buruk, Bulog Punya Beras Anti-Stunting
#berantasstunting
Source | : | Kompas.com,Gridhealth.id |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar