GridHEALTH.id - Kabar terkait virus corona (Covid-19) kembali menghentak Ibu Kota DKI Jakarta.
Setelah pemaparan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang menyebutkan ada 238 orang meninggal di Jakarta yang ditangani layaknya pasien Covid-19, kini kabarnya Ibu Kota kembali tercatat memiliki kasus virus corona tertinggi.
Sebuah penelitian gabungan dari berbagai negara mencatat ada 32 ribu kasus positif Covid-19 di DKI Jakarta.
Peneliti yang terlibat mengerjakan penelitian ini berasal dari ITB, Unpad, UGM, Essex and Khalifa University, University of Southern Denmark, Oxford University, ITS, Universitas Brawijaya, dan Universitas Nusa Cendana.
Baca Juga: WHO; Lebih dari 22.000 Petugas kesehatan di Dunia Terinfeksi Covid-19
Padahal berdasarakan laman resmi BNPB hingga Minggu (12/4) siang, ada 3.842 orang di seluruh Indonesia yang dinyatakan positif terinfeksi virus corona.
Menurut salah satu tim SimcovID, Nuning Nuraini, peneliti matematika epidomologi menyatakan bahwa estimasi total kasus tak terdeteksi sebanyak 32 ribu kasus tersebut ternyata dalam kredibel interval (selang kepercayaan) 86%.
Hasil temuan tim Covid menunjukkan Jakarta dengan total kasus diprediksi paling tinggi 32 ribu, kemudian Jawa Barat 8.090 total kasus positif dan Jawa Timur 3.080 kasus positif.
Baca Juga: Sakit Hati Lantaran Jenazah Tenaga Medis di Tolak, Ini yang Dilakukan Gubernur Jateng
Melihat hasil tersebut, publik pun dibuat bingung tak percaya.
Namun beberapa hari yang lalu, BNPB sempat menyatakan adanya ketidaksesuaian data terkait pasien virus corona di Indonesia.
Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan (Kapusdatinkom) BNPB, Agus Wibowo membeberkan sebuah fakta bahwa data yang diucapkan juru bicara pemerintah terkait virus corona, Achmad Yurianto yang dipublikasikan.
"Kami punya data dua-duanya. BNPB kumpulkan data dari daerah dan Kemenkes, kami sandingkan. Tapi karena jubirnya Pak Yuri, jadi apa yang disampaikan Pak Yuri itu yang kami publikasikan," tuturnya.
Agus membenarkan jika data antara pemerintah pusat dan daerah terkait Covid-19 tidak sinkron.
"Jadi seperti yang slide 2 baris terakhir, kan kita sedang membangun Lawan Covid-19 aplikasinya dan aplikasi ini memang kita, kita dapat feeding dari Kemkes memang terbatas datanya.
"Jadi kita memang belum bisa menghasilkan data yang sangat lengkap atau yang terbuka. Itu memang salah satu kendala saat ini, tapi kita sudah berusaha melakukannya, salah satunya Lawan Coviditu dan besok aka ada tanda tangan MoU untuk membuka datanya," jelasnya.
Meski demikian, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan Dany Amrul Ichdan meminta agar hasil riset yang bertujuan membangun kolaborasi data dapat dipaparkan detail di dalam Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dan Kementerian Kesehatan. (*)
#hadapicorona #berantasstunting
Penulis | : | Nikita Yulia Ferdiaz |
Editor | : | Nikita Yulia Ferdiaz |
Komentar