GridHEALTH.id - Dalam satu kesempatan, Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus pernah meminta negara-negara dengan angka penderita Covid-19 yang tinggi untuk mencontoh vietnam.
Penanganan Covid-19 di negara itu memang patut diacungi jempol. Vietnam yang berbatasan dengan China yang sempat menjadi pusat penyebaran penyakit mematikan ini dianggap mampu menekan laju penyebaran virus tersebut.
Vietnam mulai bisa bernapas lega karena perang melawan virus corona sepertinya akan segera berakhir.
Hingga kini tak ada laporan kasus kematian akibat virus corona di sana dan penerbangan akan segera dibuka.
Sejak pandemi Covid-19, penyakit yang disebabkan virus corona mulai menyebar, Pemerintah Vietnam telah menyatakan 'perang' melawannya. Kebijakan-kebijakan untuk mencegah penyebaran pun dilakukan di Vietnam.
"Memerangi epidemi ini, berarti memerangi musuh," kata PM Vietnam Nguyen Xuan Phuc dalam pertemuan Partai Komunis sebelum pandemi itu menyerang Vietnam, dilansir Deutsche Welle pada Minggu (12/4/2020).
Baca Juga: Semua Pasien Sembuh, Kini Aceh Umumkan Pasien Nol Positif Covid-19
Baca Juga: 5 Manfaat Berenang Untuk Pasien Diabetes, Turunkan Gula Darah Hingga Bikin Langsing
Salah satu kebijakan yang dilakukan untuk melakukan perlawanan terhadap Covid-19 adalah kebijakan karantina yang ketat, dan melakukan penelusuran lengkap semua orang yang kontak dengan pasien positif tersebut.
Sebagai contoh, pada tanggal 12 Februari, Vietnam menempatkan seluruh kota di dekat Hanoi di bawah karantina selama tiga minggu.
Kala itu, hanya ada 10 kasus Covid-19 yang dikonfirmasi di seluruh Vietnam. Pihak berwenang juga secara luas dan cermat mendokumentasikan siapa saja yang berpotensi melakukan kontak dengan virus.
Langkah-langkah ini dilaksanakan jauh lebih awal dari China yang melakukan penguncian kota justru di saat terakhir virus sudah terlanjur menyebar kemana-mana.
Vietnam juga melacak kontak tingkat kedua, ketiga dan keempat dengan orang yang terinfeksi. Semua orang ini kemudian ditempatkan dalam pengawasan ketat bahkan ada yang dimintas segera mengarantina diri.
Sejak awal, siapa pun yang tiba di Vietnam dari daerah berisiko tinggi akan dikarantina selama 14 hari. Semua sekolah dan universitas juga telah ditutup sejak awal Februari.
Pada akhir Maret, PM Phuc juga telah memerintahkan isolasi selama 15 hari untuk seluruh wilayah Vietnam. Warga harus tinggal di rumah dan hanya boleh keluar untuk kebutuhan pokok seperti makanan dan obat-obatan.
Baca Juga: Sering Sembelit? Konsumsi 7 Makanan Pelancar Buang Air Besar Ini
Baca Juga: Sakit Kepala Saat Puasa Bukan Cuma Lapar, Begini Cara Mengatasinya
Warga juga dilarang berkumpul lebih dari dua orang. Setiap orang wajib menjaga jarak setidaknya 2 meter.
Semua orang di Vietnam diharuskan memakai masker di tempat umum seperti supermarket, stasiun bus, bandara, dan kendaraan angkutan umum.
Vietnam juga telah melarang penerbangan domestik sejak 30 Maret 2020 kecuali untuk rute dari Hanoi ke Kota Ho Chi Minh, dan dari Hanoi / Kota Ho Chi Minh ke Da Nang dan Phu Quoc.
Rute-rute ini akan dipertahankan dengan frekuensi maksimum satu perjalanan pulang pergi per hari untuk setiap maskapai.
Vietnam juga melarang penerbangan dari luar negeri. Visa turis dihentikan. Aturan itu mengikuti larangan penerbangan yang jauh sebelumnya telah diterapkan, seperti larangan penerbangan dari China dan sejumlah negara.
Daripada bergantung pada obat-obatan dan teknologi untuk mencegah wabah Covid-19, aparat keamanan negara Vietnam yang sudah kuat telah menerapkan sistem pengawasan publik yang luas. Pengawasan itu dibantu oleh militer.
Pejabat keamanan atau mata-mata Partai Komunis dapat ditemukan di setiap jalan dan persimpangan di setiap lingkungan dan di setiap desa.
Baca Juga: Studi: Puasa Untuk Kesehatan 3 Hari Memperbarui Sistem Kekebalan Tubuh
Baca Juga: Risiko Kanker Pankreas Mengancam Mereka yang Kelebihan Berat Badan
Militer juga mengerahkan tentara dan material dalam perang melawan virus corona penyebab Covid-19.
Vietnam juga menerapkan semacam retorika perang dalam perangnya melawan Covid-19. PM Phuc mengatakan, "Setiap bisnis, setiap warga negara, setiap area perumahan harus menjadi benteng untuk mencegah epidemi."
Media yang dikontrol pemerintah juga telah meluncurkan kampanye informasi besar-besaran. Kementerian Kesehatan bahkan mensponsori sebuah lagu di YouTube tentang mencuci tangan yang benar yang telah menyebar.
Meskipun tidak ada penelitian untuk membuktikannya, suasana di media sosial dan percakapan dengan orang Vietnam menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat setuju dengan langkah pemerintah. Warga Vietnam pun mematuhi kebijakan-kebijakan yang diterapkan pemerintahnya.
Dilansir kantor berita pemerintah Vietnam News Agency (VNA), siapapun yang melanggar aturan pencegahan Covid-19 akan menghadapi denda berat atau bahkan pidana.
Misalnya saja, bagi warga yang tak mengenakan masker. Mereka didenda maksimal 300.000 dong atau Rp 200.000.
Kemudian bagi mereka yang melanggar protokol karantina, akan didenda 10 juta dong atau Rp 7 juta dan akan diadili secara pidana.
Tempat makan yang tidak mengikuti perintah penutupan juga didenda maksimal 20 juta dong atau Rp 14 juta.
Baca Juga: Bau Mulut di Bulan Puasa, Begini Cara Mengusirnya
Baca Juga: Hari Hipertensi Sedunia: Waspadai Hipertensi, Pintu Masuk Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
Sementara Indonesia baru menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sejak Jumat (10/04/20) saat ribuan sudah positif terjangkiti dan lebih dari 300 Orang meninggal. (*)
#berantasstunting #hadapicorona
Source | : | Deutsche Welle,WHO,Vietnam News Agency (VNA) |
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar