Di sana, beberapa penggali makam bekerja 15 jam per hari selama 7 hari per minggu, dengan gaji bulanan Rp 4,2 juta.
"Mereka setidaknya menggali 20 makam baru per hari, ditandai dengan papan kayu warna putih yang bertuliskan nama, tanggal lahir, dan tanggal wafat," tulis AFP.
Junaidi melanjutkan, pekerjaannya terus berlangsung tanpa henti karena "ambulans tidak pernah berhenti datang membawa jenazah."
Sementara itu South China Morning Post (SCMP) yang pemberitaannya menyadur dari AFP, juga mengangkat sudut pandang yang sama.
Dikisahkan para penggali makam harus bekerja di bawah teriknya sinar matahari, dikelilingi keluarga korban yang tidak bisa berlama-lama menghadiri pemakaman.
"Sudah puluhan tahun (bekerja), dan saya merasa lelah kerja, baru tahun ini, kali ini, pas pandemi ini," terang Minar (54).
"Apakah ujian dari Tuhan buat saya, saya enggak tahu," imbuhnya.
SCMP lalu menambahkan, tantangan lain bagi penggali makam adalah puasa Ramadhan, yang mewajibkan pemeluk agama Islam tidak makan dan minum selama matahari terbit.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Nikita Yulia Ferdiaz |
Editor | : | Nikita Yulia Ferdiaz |
Komentar