GridHEALTH.id - Pemerintah Swedia Menyesal Memilih Herd Immunity Sebagai jalan Keluar Hadapi Corona, Bagaimana Indonesia dengan New Normal?
Sebagian besar negara di dunia saat ini sedang berjibaku hadapi corona bersama-sama.
Baca Juga: Cegah Komplikasi Diabetes Sebelum Terlambat, Lakukan Cek Mikroalbuminuria
Cara hadapi corona yang dilakukan masing-masing negara berbeda, sesuai dengan kebijakan pemerintahannya masing-masing.
Ada yang memberlakukan lockdown seperti dikebanyakan negara Eropa, juga China.
Tapi ada juga yang melakukan cara lain, seperti karantina wilayah dan menegakkan physcial distancing. Di Indonesia sendiri dikenal dengan nama Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB).
Nah, di eropa ada negara yang tidak menerapkan lockdown, Swedia misalnya.
Baca Juga: UNICEF: Status Gizi Anak Indonesia Berpotensi Semakin Memburuk Akibat Covid-19
Pemerintahnya menerapkan konsep herd immunity untuk penanganan virus Corona di negara mereka.
Hal ini hampir sama dengan yang akan diperlakukan di Indonesia setelah PSBB, istilahnya the newe normal.
Seperti yang sudah sedikit banyak kita ketahui bersama, herd immunity atau imunitas 'kawanan' adalah imunitas yang dicapai suatu kawanan atau populasi yang nantinya akan membentuk antibodi tubuh secara alamiah.
Lantas bagaimana hasilnya dari kebijakan pemerintah Swedia tersebut?
Dilansir dari euronews.com, ketua penanganan Covid-19 Swedia sesalkan pilihan mereka menjalankan kebijakan herd immunity.
Baca Juga: Alih-alih Terhindar Covid-19, Pakai Sarung Tangan saat Belanja Justru Berbahaya
Baca Juga: Update Covid-19; Virus Corona Bisa Sebabkan Kerusakan Alat Vital Pria!
Pada Rabu kemarin 3/6/2020 ketua penanganan Covid-19 Swedia mengakui bahwa sebelumnya ada "potensi perbaikan" dari cara penanganan krisis Corona di Swedia.
Swedia terapkan social distancing dan larang adanya kumpulan warga jumlah banyak.
Tapi pada kenyataannya, tetap membuka bar umum dan restoran.
Hasilnya yang terjadi, kini Swedia masuk top 5 tingkat kematian tertinggi Covid-19 di dunia.
Baca Juga: Dokter di China yang Kulitnya Menghitam Akibat Virus Corona Akhirnya Meninggal Dunia
Karenanya Anders Tegnell, pimpinan ahli epidemiologi Swedia, angkat bicara mengenai gagalnya Swedia tangani lockdown.
"Kurasa ada potensi pengembangan apa yang kami lakukan di Swedia, pada awal penyakit ini masih menginfeksi sedikit orang," paparnya.
Tegnell juga merupakan ketua penanganan Covid-19 di Swedia.
Baca Juga: Geger Dikira Sakit Ginjal Tak Tahunya Positif Covid-19, Warga Harap-harap Cemas
Dilaporkan, Swedia telah mencatat 4.468 kematian Covid-19.
Angka tersebut sangat tinggi dibandingkan negara gugus Nordik (Eropa Utara) lainnya.
Dibandingkan Denmark, Finlandia dan Norwegia, dari data Johns Hopkins University, mencatat kematian berturut-turut 580, 320 dan 237 kematian.
Angka kematian Covid-19 di Swedia digambarkan Tegnell sebagai "terlalu tinggi".
"Pahit-pahitnya jika ada penyakit yang sama lagi, melihat apa yang terjadi sekarang, kurasa kami akan lakukan sesuatu antara apa yang Swedia lakukan dan dilakukan seluruh dunia," ujarnya.
Baca Juga: Bahu dan Leher Sering Kaku, Risiko Menderita Frozen Shoulder
Baca Juga: Studi: Tes Darah Dapat Memprediksi Kapan Datangnya Menopause
"Akan bagus jika tahu lebih jelas apa yang harus kita lakukan untuk hentikan penyebaran penyakit ini," tambahnya.
Sebelumnya, Tegnell dan pemerintah Swedia telah dikritik karena tidak lakukan pencegahan maksimal untuk lindungi para warga lansia.
Karenanya dirinya dan pemerintah Swedia meminta maaf karena hal tersebut.
Seperti telah diberitakan GridHEALTH.id (27 Mei 2020), Swedia jujur mengungkapkan bahwa meskipun mengadopsi langkah-langkah yang lebih santai untuk mengendalikan virus corona, hanya 7,3% orang di Stockholm yang mengembangkan antibodi yang diperlukan untuk melawan penyakit pada akhir April.
Baca Juga: Dikenal Kaya Serat dan Menyehatkan, Makan Tahu Tiap Hari Sebabkan 5 Bahaya Mengerikan bagi Tubuh
Baca Juga: 7 Makanan Disangka Sehat, Ternyata Kandungan Gulanya Sangat Tinggi
Berulang-ulang, pemerintah Swedia mengatakan kepada media jika untuk melawan virus Corona itu layaknya marathon, bukan lari sprint.
Tegnell katakan penyesalannya dengan menyebutkan tidak jelas apa yang seharusnya dilakukan oleh negara tersebut secara berbeda.
Ia juga tambahkan, sulit untuk mengetahui tindakan paling berdampak melihat dari kondisi di luar negeri karena Covid-19 menyerang semua negara hampir bersamaan.
"Mungkin kami sekarang tahu, ketika Anda mulai longgarkan cara penanganan, kami bisa dapat pelajaran dari apa yang terjadi di negara lain selain yang terjadi di negara kami.
"Dengan itu Anda bisa lakukan sesuatu tanpa harus lockdown total negara Anda," ujarnya.
Namun Tegnell juga mengatakan jika tingginya angka kematian di Swedia membuatnya mulai pertimbangkan cara penanganannya.
Selain tidak lockdown, negara tersebut masih menderita secara ekonomi akibat pandemi.
Baca Juga: Campurkan Gula Merah dan Jahe Dapatkan Khasiat Khusus Perempuan
Lebih dari 76 ribu warga kehilangan pekerjaan, dan pengangguran saat ini sebanyak 7.9% dari total seluruh rakyat.
Angka tersebut sudah terlihat akan naik lagi.
Tindakan yang direkomendasikan oleh Tegnell telah membuat Swedia menjadi 'paria lokal' dan tidak perbaiki kondisi ekonomi.
Norwegia dan Denmark mengatakan minggu lalu jika mereka akan mengangkat aturan pengontrolan perbatasan.
Baca Juga: Surabaya Jadi Zona Hitam Covid-19, 86 Balita di Jawa Timur Ikut Positif Terinfeksi Virus Corona
Namun masih akan tetap mengecek pengunjung dari Swedia.
Sementara itu, Denmark mengatakan akan membuka perbatasan mereka dengan Jerman, Norwegia dan kota di Islandia mulai Juli.
Namun, meski Denmark memiliki jalur jembatan yang menghubungkan langsung dengan Swedia, keputusan mereka membuka perbatasan dengan Swedia telah ditunda sampai berakhirnya musim panas.(*)
Baca Juga: Wajib Pakai Makser di Era New Normal, Haruskah Olahraga Juga Memakai Masker?
#brantasstunting
#HadapiCorona
Source | : | euronews.com,GridHealth.ID |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar