GridHEALTH.id - Kisruh PPDB Jalur Zonasi Bikin Siswa Stres, Komnas PA; Ada yang Coba Bunuh Diri
PPDB Jalur Zonasi membuat anak-anak depresi, bahkan ada diantaranya yang melakukan percobaan bunuh diri.
Baca Juga: Setelah Aksi Sujudnya di Kaki Dokter Viral, Kini Bantuan APD Risma Ditolak RSUD dr Soetomo, Kenapa?
Kisruhnya Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) daring tidak hanya memusingkan para orangtua yang ingin menyekolahkan anaknya di sekolah negerei impian.
Tapi juga telah membuat anak-anak depresi, bahkan diantaranya melakukan percobaan bunuh diri.
Hal itu diungkap langsung oleh Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait dalam wawancaranya bersama Kompas TV (30/6/2020).
Menurutnya banyak faktor dalam peraturan baru PPDB yang membuat anak merasa depresi.
“Terinformasi ke komnas anak ketika menerima pengumuman tidak lulus, karena perbedaan usia hanya beberapa bulan, anak stres berat. Ada empat anak sudah mencoba percobaan bunuh diri dengan mengurung diri di kamar dan tidak mau berkomunikasi,” ujar Arist.
Bahkan ada seorang anak yang meninggal dunia, karena stres yang kemudian memicu sakit lambung yang telah lama dideritanya.
Baca Juga: UNICEF: Anak Indonesia Kekurangan Gizi Meningkat Akibat Pandemi Covid-19
“Satu lagi anak usaia 14 tahun 9 bulan dia tidak lolos karena umur. Orangtua mengajak dialog kalau tidak bisa diterima di negeri, ya tidak apa-apa di swasta, tapi dia menolak. Dia memang ada penyakit lambung yang jadi pemicunya, akhirnya dia meninggal dunia,” kata Arist lagi.
Menanggapi fenomena ini, meningkatnya tingkat stres yang dirasakan anak di masa pencarian sekolah memang wajar terjadi.
Terlebih jika anak tidak diterima di sekolah yang ia inginkan.
Namun jika stres yang muncul justru memicu tindakan bunuh diri tentu hal ini tidak bisa dibiarkan.
Baca Juga: Gelombang Kedua Menyerang Kota Suci, Betlehem Kembali Umumkan Lockdown
Kita perlu melakukan tindakan-tindakan pencegahan agar tindakan bunuh diri tersebut tidak terjadi.
Ada beberapa cara mengenali tanda-tanda stres pada anak yang mungkin terjadi.
Namun yang harus diperhatikan pertma kali adalah perubahan perilaku negatif anak
Bagi anak-anak, stres dapat memanifestasikan dirinya melalui perubahan perilaku, seperti mudah marah atau murung, menarik diri dari kegiatan menyenangkan, sering mengungkapkan kekhawatiran, mengeluh lebih dari biasanya tentang sekolah.
Baca Juga: Sering Berhubungan Badan dengan Waria, Pemuda ini Jadi Predator Anak di Bangka
Anak juga sering kali menampilkan reaksi ketakutan yang mengejutkan, melekat pada orang tua atau guru, nafsu makan dan tidur yang berubah dari biasanya.
Sementara pada remaja, ditandai dengan menghabiskan lebih banyak waktu dengan teman sebaya, menghindari orang tua, mengekspresikan permusuhan berlebihan terhadap anggota keluarga, dan lain sebagainya.
Menurut American Psychological Association berikut beberapa cara mengenali tanda-tanda stres pada anak yang mungkin terjadi:
1. Pahami bahwa "merasa sakit" mungkin disebabkan oleh stres
Stres dapat muncul dalam gejala fisik seperti sakit perut dan sakit kepala. Jika anak sering mengeluh sakit dan jika keluhan ini meningkat dalam situasi tertentu (misalnya, sebelum ujian besar) kemungkinan anak mengalami stres.
Baca Juga: Oleh-oleh Khas Kota Hujan Bogor ini Baik Untuk Penderita Diabetes, Kaya Gizi Stabilkan Gula Darah
2. Sadari bagaimana anak atau remaja berinteraksi dengan orang lain
Terkadang anak cenderung tampak seperti dirinya yang biasa di rumah, tetapi bersikap tidak biasa di lingkungan lain, maka penting bagi orang tua untuk berjejaring satu sama lain sehingga mereka dapat mengetahui kondisi anak di dunia sekitar mereka.
Selain berkomunikasi dengan orang tua lain, berhubungan dengan guru dan pihak lainnya di sekolah dapat membantu orang tua memanfaatkan pemikiran, perasaan, dan perilaku anak mereka.
Baca Juga: 7 Air Detoksifikasi Mujarab yang Terlupakan, Padahal Ampuh Tolak dan Bunuh Penyakit
3. Dengarkan dan pahami anak
Anak-anak sering tidak akrab dengan kata stres, mereka mungkin mengekspresikan perasaan tertekan melalui kata-kata lain seperti khawatir, bingung, kesal, dan marah.
Anak juga cenderung mengungkapkan perasaan stres dengan mengatakan hal-hal negatif tentang diri mereka sendiri, orang lain, atau dunia di sekita
Penting bagi orang tua untuk mendengarkan kata-kata atau pernyataan ini dan mencoba mencari tahu mengapa anak mengatakannya, dan apakah mereka menunjukkan sumber stres.
Baca Juga: Siap-siap! Iuran BPJS Kesehatan Naik Lagi Hampir 100 Persen per 1 Juli 2020
4. Mencari dukungan
Baik orangtua maupun anak-anak tidak selalu dapat mengatasi sendiri stres yang luar biasa. Jika orangtua khawatir bahwa anak mengalami gejala stres yang signifikan secara teratur dan kesulitan mengatasinya, maka dapat menghubungi profesional kesehatan mental, seperti psikolog.
Psikolog memiliki pelatihan khusus untuk membantu orang mengidentifikasi masalah dan mengembangkan strategi yang efektif untuk mengatasi perasaan stres yang luar biasa.(*)
Baca Juga: Wajib Tes Corona Saat Bepergian Memberatkan, Warga Gugat Presiden
#berantasstunting
#hadapicorona
Source | : | Kompas.com,apa.org |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar