GridHEALTH.id - Universitas Oxford di Inggris memberikan nilai D terhadap kinerja Indonesia dalam penanganan Covid-19 pada Selasa (28/07/20).
Salah satu penilaiannya, angka positif terjangkit virus corona baru (Covid-19) di Indonesia terus meningkat dan pada Rabu (29/07/20) sudah menembus lebih dari 100 ribu kasus tepatnya 104.432.
Angka kematian akibat positif Covid-19 juga melonjak di 4.975 jiwa. Angka positif dan kematian akibat Covid-19 ini lebih tinggi dari China sebagai negara pertama tempat virus Covid-19 berasal dan kemudian menyebar ke seluruh dunia.
Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati mengaku prihatin dengan perkembangan kasus Covid-19 di Indonesia yang terus meningkat. Menurut Mufida, strategi penanganan Covid-19 yang dilakukan pemerintah perlu dievaluasi.
Mufida menyebut Pemerintah lebih mengedepankan kepentingan ekonomi dibandingkan paradigma kesehatan dalam menangani pandemi di Indonesia.
"Mulai dari Perppu penanganan Corona, kampanye new normal yang kemudian diakui salah oleh pemerintah dan terakhir pembentukan Komite Penanganan Covid-19 yang lebih berdimensi ekonomi dan menjadikan Satgas penanganan Covid-19 hanya bagian subordinat saja dalam perumusan kebijakan," papar Mufida dalam keterangannya di Gedung DPR (29/07/20).
Baca Juga: Kasus Covid-19 Memburuk, Jakarta Wacanakan Bakal Terapkan PSBB Lagi
Baca Juga: Kocak Tapi Bikin Malu, Ekuador Terapkan Sanksi 'Tari Peti Mayat' Untuk Pelanggar Aturan Covid-19
Mufida menjelaskan, kebijakan yang menitikberatkan ekonomi dalam penanganan Covid-19 saat ini terbukti justru menjadikan perkantoran, pusat perdagangan dan pasar menjadi penyebaran klaster baru.
Berdasarkan data Satgas Percepatan Penanganan Covid-19 per 25 Juli, di DKI Jakarta saja terdapat 68 klaster perkantoran dengan 440 kasus positif dan 107 cluster pasar rakyat dengan 547 kasus.
Mufida juga mengaku miris dengan munculnya klaster di bidang kesehatan yang mencapai 124 klaster dengan 799 kasus yang menunjukkan keselamatan tenaga medis semakin terancam dengan pengendalian penularan yang kurang berjalan akibat pelonggaran yang dilakukan.
"Jika terakhir Presiden meminta penanganan seimbang antara kesehatan dan ekonomi tapi ternyata tidak begitu yang terjadi di lapangan. Kampanye new normal presiden dengan mengunjungi mal dan menyerahkan kewenangan perpanjangan PSBB di masing-masing daerah membuat kebijakan nasional penanganan Covid-19 ini tidak seragam. Jika dulu episentrum di Jakarta, kini ada 8 provinsi penyumbang terbesar Covid-19 di Tanah Air," paparnya.
Pihaknya meminta agar pemerintah tetap menggunakan pola strategi penanganan Covid-19 dengan pola pikir bencana kesehatan. Sehingga, seluruh kebijakan yang akan dikeluarkan menggunakan pertimbangan kebencanaan kesehatan.
"Tidak perlu dibenturkan antara ekonomi dan kesehatan. Kita memahami semuanya harus berjalan. Dalam sistem penanganan bencana pun semua sudah diatur. Termasuk klaster-klaster yang mendukung misalnya pendidikan, sosial, ekonomi yang komando pusatnya ada di BNPB," jelasnya.
Baca Juga: 4 Tanda Ketidaksuburan Pada Wanita, Salah Satunya Haid Tidak Teratur
Baca Juga: Lakukan 5 Gerakan Jari Sederhana Ini Untuk Redakan Gejala Arthritis
Dia meminta pemerintah segera memperbaiki catatan-catatan dalam strategi penanganan Covid-19 dan tetap memegang kendali penanganan Covid-19 hingga ke daerah.
"Jika pemerintah mengakui penggunaan new normal bermasalah maka semua dampak dari kebijakan itu harus dievaluasi menyeluruh.
Pemerintah sudah diberikan kewenangan sangat besar untuk mengelola anggaran tapi tak juga terserap dengan baik. Sekalinya muncul program dengan dana besar justru menimbulkan polemik,"pungkas Mufida.
Penting diketahui, virus corona (Covid-19) sejauh ini telah menginfeksi lebih dari 16 juta orang di dunia, dan telah menewaskan sebanyak 600 ribu orang.
Dalam berbagai kesempatan, Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Prof. Wiku Bakti Bawono Adisasmito, menegaskan bahwa Covid-19 bukan konspirasi.
"Seperti yang kita lihat bersama, kasusnya semakin lama semakin meningkat, tidak hanya di Indonesia tapi di seluruh dunia, dan sudah banyak korban yang berjatuhan, banyak tenaga kesehatan yang gugur, bukan hanya di Indonesia tapi juga di tempat lain di dunia," ujar Wiku, saat konferensi pers di Media Center, Graha BNPB, Jakarta, pada Selasa (28/07/20).
Wiku kemudian mengimbau masyakarat untuk tidak lengah. Kondisi saat ini dibuktikan dengan data yang riil dan yang dihadapi hampir seluruh negara di dunia.
Baca Juga: 4 Manfaat Cabe Rawit Bagi Penderita Diabetes, Bantu Kendalikan Gula Darah
Baca Juga: 5 Jenis Penyakit Kanker Hilang dengan Bunga Kol, Ini Cara Mengolahnya
"Jadi, bukan berupa konspirasi. Kami mohon agar, semua pihak melihat apa yang terjadi di angka yang ada di seluruh dunia, dan kita betul-betul menjaga keamanan dan keselamatan anggota keluarga kita semuanya," imbaunya.
Wiku pun berpesan agar setiap individu untuk menyampaikan pesan yang baik kepada masyarakat.
Dia mengharapkan siapa pun sebagai figur publik untuk menjaga dan menyampaikan pesan kepada masyarakat berdasarkan data dan informasi yang benar, dari sumber terpercaya.
"Silakan bertanya kepada para pakar agar, informasinya bisa disampaikan kepada masyarakat sehingga masyarakat bisa mengikutinya dengan baik," kata Wiku.
Ia menekankan informasi yang disampaikan kepada masyarakat diharapkan tidak memberikan bencana, tetapi manfaat kepada masyarakat yang mendengar.
Baca Juga: Kurus Tetapi Menderita Kolesterol Tinggi, Ternyata Akibat Hal Ini
"Ini menjadi tugas kita bersama untuk bersatu melawan Covid-19 agar bangsa kita bisa selamat," ujar Wiku.(*)
#berantasstunting #hadapicorona
Source | : | Kompas.com,Center for Disease Control and Prevention,RmolJateng,gelora.co.id,Covid19.go.id |
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar