GridHEALTH.id - Desas-desus pengiriman obat corona remdesivir ke Indonesia nyatanya telah menggemparkan Tanah Air.
Dinilai ampuh melawan virus corona, remdesivir rupanya juga telah digunakan pada pandemi Ebola di Afrika dahulu.
Bahkan, dari pengujian NIAID yang melibatkan 1.000 orang, ditemukan fakta bahwa remdesivir mampu mengurangi gangguan pernapasan lebih cepat dibanding obat lainnya.
Angka kematian kasus pada pengguna remdesivir adalah 8,0%, sedangkan obat plasebo 11,7%.
Kendati demikian, baru-baru ini seorang peneliti sekaligus pembuat obat menyatakan bahwa remdesivir bukanlah obat untuk menyembuhkan pasien Covid-19.
“Ini memberikan lebih banyak bukti bahwa remdesivir bukanlah obat mujarab,” kata Peter Galle, seorang profesor di rumah sakit pendidikan Universitas Mainz di Jerman, dikutip dari Reuters.
Remdesivir disebut tidak menunjukkan manfaat pada tingkat kelangsungan hidup.
Namun, berbeda dari temuan dalam uji coba Gilead yang diterbitkan di New England Journal of Medicine minggu lalu, para ahli mengatakan temuan itu bukannya tidak konsisten.
Namun, uji coba Solidaritas multi-negara WHO lebih besar dan lebih baik, kata mereka, dan karenanya lebih mampu memberikan hasil yang dapat diandalkan.
Dalam uji coba Solidaritas, empat perawatan potensial Covid-19 dipelajari di lebih dari 11.000 pasien di 405 rumah sakit di 30 negara.
Gilead mengatakan uji coba remdesivir lainnya, termasuk yang dirilis minggu lalu dengan 1.062 pasien yang membandingkannya dengan plasebo, menunjukkan pengobatan memotong waktu pemulihan Covid-19.
Namun yang terpenting, kata para ahli, data Solidaritas menambahkan tindak lanjut jangka panjang dan bobot bukti apakah dan dalam keadaan apa remdesivir dapat membantu pasien Covid-19.
“Ini adalah uji coba yang indah - besar, dalam populasi yang relevan, diacak dan difokuskan pada hasil yang penting - kematian,” kata Martin Landray, profesor kedokteran & epidemiologi di Universitas Oxford Inggris.
Baca Juga: Gegara Kecanduan Kopi Prempuan 30 Tahun Harus Terima Kenyataan Tulangnya Seperti Nenek Usia 60 Tahun
“Dan hasilnya cukup jelas. Tidak ada dampak remdesivir pada kelangsungan hidup secara keseluruhan,” katanya kepada Reuters.
“Jadi jika Anda melihat berapa banyak nyawa yang akan saya selamatkan jika saya merawat 100 orang dengan remdesivir, jawabannya tidak terlalu banyak,” tambahnya.
Andrew Hill, ahli farmakologi di Universitas Liverpool Inggris, mencatat bahwa awalnya hanya data jangka pendek yang dilaporkan dari uji coba Gilead.
“Tetapi ketika hasil tindak lanjut jangka panjang ditambahkan, tingkat kematian mulai meningkat untuk remdesivir,” katanya. (*)
#hadapicorona
Source | : | Reuters |
Penulis | : | Nikita Yulia Ferdiaz |
Editor | : | Nikita Yulia Ferdiaz |
Komentar