GridHEALTH.id -Sebagian masyarakat mungkin bersyukur bahwa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang ketat telah dinyatakan disetop dan diganti dengan PSBB yang dilonggarkan. Ini artinya masyarakat akan diberi kelonggaran untuk menjalankan usaha dan aktivitasnya.
Namun, epidemiolog dari Universitas Griffith, Dicky Budiman menyatakan super spreaders Covid-19 sangat berpotensi terjadi di Indonesia. Hal itu terjadi lantaran Indonesia telah melonggarkan pembatasan sosial alias PSBB.
"Potensi adanya penyebaran Covid-19 lewat super spreaders besar," ujar Dicky kepada dikutip dari CNNIndonesia.com (15/10/2020).
Dicky menjelaskan super spreaders adalah suatu kasus infeksi Covid-19 yang diidap seseorang menyebar dengan sangat efektif pada satu klaster, kajadian, waktu, atau tempat. Dia seperti infeksi pada umumnya, super spreaders lebih menyebabkan penularan lebih banyak orang.
Dicky mengatakan super spreaders umumnya terjadi pada klaster yang mobilitasnya tinggi dan banyak, seperti saat rangkaian pemilihan kepala daerah atau demo menolak UU Cipta Kerja.
Dicky juga menyampaikan keramaian di tempat umum, seperti di stasiun kereta saat jam pulang kerja atau di bandara juga sangat berpotensi menciptakan super spreaders.
Baca Juga: OTG Covid-19 Silent Killer, Jangan Abaikan Protokol Kesehatan
Baca Juga: Satu Lagi Manfaat Kopi, Membuat Penglihatan Mata Makin Tajam
"Dengan adanya pelonggaran fasilitas umum, artinya orang berinteraksi dan bergerak, tentunya betul bahwa potensi super sprraders ini sangat tinggi."
Menurut Dicky, berdasarkan studi epidemiologi menyebutkan bahwa kasus infeksi yang disebabkan oleh super spreaders lebih berat. Sebab, dia berkata jumlah virus yang ditularkan jauh lebih besar daripada kontak biasa.
"Untuk mengantisipasinya adalah pelonggaran mempetimbangkan kondisi pengendalian pandemi di wilayah tersebut," ujar Dicky.
Asal tahu saja, pada kebanyakan kasus pandemi, ancaman super spreaders sulit dicegah oleh pemerintah. Sebab banyak sektor yang mengalami dampak negatif dari pembatasan aktivitas dalam jangka panjang di sebuah wilayah.
"Maka tidak ada saran lain dari saya untuk pemerintah di setiap level adalah meningkatkan cakupan pengetesan dan pelacakan. Sehingga kita lebih banyak lagi mendeteksi orang yang membawa virus dan meminimalisir penularan," ujarnya.
Lebih dari itu Dicky menyarankan pemerintah menggunakan rapid test antigen yang lebih akurat dan berbiaya mudah dalam mendeteksi kasus infeksi. Serta, dia mengimbau pemerintah tetap mencegah keramaian.
Sebelumnya, penasehat Menko Kemaritiman Bidang Penanganan Covid-19 Monica Nirmala menegaskan pengetesan dan pelacakan dinilai penting karena penularan virus corona di Indonesia saat ini didominasi oleh segelintir orang yang terinfeksi, yang disebut sebagai super spreaders. Menurutnya, 80% kasus baru disebabkan oleh 20% orang yang terinfeksi.
Baca Juga: Hati-hati, Ukuran Mr P Bisa Menyusut Hanya Gara-gara 4 Hal Ini
"Mereka mampu menularkan virus kurang lebih dua hari sebelum timbul gejala, hingga 10 hari setelah bergejala.
Oleh karena periode infeksius yang singkat ini, maka waktu dan kecepatan respons kita sangat penting untuk memutus rantai penularan. Time is of the essence (waktu adalah kunci)," katanya.
Bukan hanya testing dan tracing yang penting, Monica menuturkan pendampingan karantina dan isolasi turut jadi perhatian.
Baca Juga: Turunkan Berat Badan Sambil Duduk? Bisa, Simak Begini Caranya
Baca Juga: Masih Diperdebatkan, Penularan Virus Corona Bisa Bertahan 28 Hari pada Uang Kertas dan Layar Ponsel
Menurutnya, tes-lacak-isolasi adalah tiga mata rantai surveilans yang saling terkait. Deteksi dini dan pendampingan pasien menjalani isolasi serta perawatan hingga tuntas adalah kunci penanganan pandemi. (*)
#berantasstunting #hadapicorona
Source | : | Kompas.com,CNN Indonesia |
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar