Penyebab PMS, menurut The Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism yang dipublikasikan Oxford University Press pada 2010, berkaitan dengan perubahan kadar hormonestrogen dan progesteron.
Pada masa subur, yaitu 1-2 minggu sebelum menstruasi kadar estrogen meningkat untuk mendorong sel telur (ovum) keluar dari indung telur (ovarium). Hormon progesteron ikut meningkat untuk mempersiapkan rahim sebagai tempat hidup janin.
Ketika tidak terjadi pembuahan, kedua hormon tersebut kadarnya turun drastis. Fluktuasi kedua hormon itulah yang diduga mendorong terjadinya sejumlah perubahan fisik dan emosional yang jadi gejala PMS.
Selain PMS, fluktuasi hormon pada siklus reproduksi perempuan juga dapat menimbulkan gangguan fisik dan emosional yang lain yaitu Premenstrual Dysphoric Disorder (PMDD).
PMDD dialami oleh 3-5% perempuan di dunia. Penyebabnya diduga adalah sensitivitas terhadap perubahan serotonin, yaitu hormon yang mengatur perasaan manusia, yang terjadi menjelang menstruasi.
Oleh sebab itu, gejala PMDD juga mencakup aspek psikologis, seperti depresi, kecemasan berlebih, sulit berkonsentrasi, insomnia, hingga mood swing.
Baca Juga: Penasihat Ilmiah Pemerintah Inggris Nyatakan Vaksin Covid-19 AstraZeneca Bekerja Baik
Baca Juga: Kebanyakan Gula Bisa Sebabkan Anak Jadi Hiperaktif? Ini Penjelasannya
Baca Juga: Diabulimia Pada Penyandang Diabetes, Gangguan Makan Akibat Depresi dan Penyalahgunaan Insulin
Meredakan sindrom pramenstruasi
Baik PMS maupun PMDD mengganggu aktivitas harian dan hubungan interpersonal. Secara tidak langsung dua sindrom ini memberi dampak negatif pada kualitas hidup. Oleh sebab itu, meski tidak dapat dihindari, gejala kedua pramenstruasi tersebut perlu diatasi.
Source | : | American Pregnancy Association,Bayer Indonesia |
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar