GridHEALTH.id - Muhammad Aris (21), terpidana kasus predator anak menjadi warga Indonesia yang pertama kali divonis hukuman kebiri kimia.
Pemuda tersebut dihukum kebiri kimia setelah terbukti melakukan pelecehan dan kekerasan atau pedofil terhadap sembilan anak di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur 2018 silam.
Kabar terbaru menyebutkan bahwa karena hukuman tersebut, Aris yang mulanya ditahan di Lapas Mojokerto dipindah ke Lapas Porong Kabupaten Sidoarjo sejak 3 Desember 2020 lalu.
Pemindahan ini dilakukan dengan alasan kemanan.
Hal itu diungkap langsung oleh Kepala KPLP Lapas Mojokerto Disri W Agustomo kepada rekan media, Senin (4/1/2020).
Menurutnya pemindahan dilakukan karena Lapas Kelas 2b Mojokerto hanya memiliki pengamanan setingkat medium sekuriti.
“Tanggal 3 Desember kami pindah ke Lapas Porong, karena Lapas Mojokerto medium sekuriti. Kami pindah ke lapas dengan maksimum sekuriti,” kata Disri.
Baca Juga: Jokowi Resmikan Kebiri Kimia bagi Predator Seksual Anak, Ini Keunggulannya Dibanding Kebiri Bedah
Disri mengatakan, Aris hanya menjalani hukuman selama sembilan bulan di Lapas Mojokerto.
Aris juga disebut tidak tertekan meski divonis hukuman kebiri karena perbuatannya mencabuli dan memperkosa anak-anak di bawah umur.
Sebelumnya Aris ditahan di sel khusus karena nyawanya dikhawatirkan terancam jika ditahan bersamaan dengan terpidana lainnya.
Namun setelah tiga bulan di dalam lapas, Aris sudah mulai ditahan di sel tahanan bersama terpidana lainnya.
Baca Juga: Minggu Depan Izin Edar Vaksin Covid-19 Terbit, Vaksinasi Akan Dimulai Pertengahan Januari 2021
Sebelumnya melansir Kompas.com, kasus ini terungkap setelah salah satu aksi Aris pada Kamis, 25 Oktober 2018, sempat terekam CCTV.
Pemuda yang kesehariannya bekerja sebagai tukang las itu, selalu melakukan aksi nekatnya di tempat sepi.
Aksi bejat Aris dilakukan sejak tahun 2015 dengan modus mencari korban dengan kriteria anak gadis, sepulang dari bekerja.
Alhasil aksi yang dilakukan di wilayah Prajurit Kulon Kota Mojokerto tersebut menjadi petualangan terakhirnya sebelum diringkus polisi, keesokan harinya.
Ia pun harus rela menjadi warga Indonesia pertama yang divonis hukuman kebiri.
Baca Juga: Penyandang Diabetes, Bolehkah Mengonsumsi Obat Herbal? Ini Jawabannya
Berdasarkan putusan pengadilan juga, terpidana kasus pemerkosaan anak itu juga harus mendekam di penjara selama 12 tahun.
Aris juga dikenakan denda Rp 100 juta, subsider 6 bulan kurungan penjara.
Terlepas dari itu, hukuman kebiri memang ditujukan untuk mengurangi kelakuan menyimpang yang sulit disembuhkan seperti kasus diatas.
Istilah kebiri kimia berasal dari kata obat yang bersifat anti hormon testosteron.
Baca Juga: Berhubungan Intim Saat Hamil, Ini Deretan Manfaat Yang Akan Dirasakan Wanita
Dimana dalam prakteknya seseorang akan kehilangan fungsi testis, sehingga mereka kehilangan libido dan mandul setelah dilakukan prosedur kebiri.
Dalam prosedur pengebirian kimia, seseorang akan diberikan obat-obatan secara berkala untuk mengurangi kadar testosteron dalam tubuh, sehingga dorongan seksualnya akan berkurang.
Pilihan obat yang paling umum digunakan dalam prosedur adalah medroxyprogesterone acetate (MPA) dan cyproterone acetate.
Obat tersebut dapat mengurangi kadar testosteron secara efektif pada pria, menurunkan gairah seks, serta mengurangi kemampuan mereka untuk dirangsang secara seksual.
Melansir dari nyln.org, berikut alasan mengapa hukuman kebiri dilakukan.
1. Aman dan efektif mengurangi libido
Obat yang digunakan dalam prosedur kebiri dapat secara dramatis mengurangi jumlah testosteron yang diproduksi di testis, sehingga menekan dorongan seksual tanpa harus menghilangkan kemampuan seseorang untuk melakukan hubungan badan.
Pasalnya, pria yang dikebiri secara kimiawi masih dapat berhubungan badan, hanya saja keinginan mereka untuk terlibat dalam aktivitas yang lebih akan berkurang.
Baca Juga: Jumlah Pasien Meningkat, Pemerintah Provinsi DKI Tambah 3 Rumah Sakit Rujukan Pasien Covid-19
2. Mengurangi angka residivis kasus kejahatan seksual
Suatu penelitian menunjukan pelaku kejahatan seksual yang melakukan hal serupa menurun drastis setelah dikebiri.
Penelitian ini juga menyebutkan, tingkat residivisme untuk kejahatan seksual kedua kalinya hanya sekitar 2%, dibandingkan tanpa prosedur kimia ini yang sebesar 40%.
Namun dari kedua alasan tersebut hukuman kebiri masih menjadi pro kontra lantaran dinilai memiliki efek kesehatan negatif dan melanggar hak asasi manusia.(*)
Baca Juga: Beredar Kabar Vaksin Covid-19 Mengandung Boraks dan Formalin, Benarkah?
View this post on Instagram
#berantasstunting
#hadapicorona
#BijakGGL
Source | : | Kompas.com,nyln.org,REQnews Mojokerto |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Anjar Saputra |
Komentar