Jadi kini di Inggris, dokter disarankan untuk memberikan deksametason kepada pasien Covid-19, meskipun kondisinya memburuk dan membutuhkan perawatan intensif.
Tapi awas, kita tidak boleh serta merta menggunakan aneka obat-obatan ini semua tanpa sepengetahuan dokter yang telah mengetahui kondisi pasien.
Baca Juga: Menkes Budi Gunadi Kedapatan Cek Suhu Ditangan, Najwa Shihab: 'Sudah Akurat?'
Melansir laman Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Farmasi ITB (14 Agustus 2020), disebutkan manfaat deksametason telah dilaporkan pada kondisi infeksi paru seperti pneumonia akibat Pneumonia jirovecii yang disertai hipoksia.
Tapi kasus infeksi MERS maupun SARS, penggunaan kortikosteroid justru menghambat eliminasi virus dari tubuh.
Bahkan pada kasus pneumonia parah yang disebabkan oleh influenza, kortikosteroid menghasilkan kondisi klinis yang buruk. Bisa menimbulkan infeksi bakteri sekunder dan kematian.
Untuk kondisi Covid-19, pada studi RECOVERY menunjukkan bahwa laju kematian lebih rendah pada pasien yang mendapatkan deksametason dibandingkan terapi standar.
Namun, hasil yang menguntungkan ini hanya terlihat pada pasien dengan ventilator atau yang membutuhkan oksigen tambahan, sementara pada pasien yang tidak memerlukan oksigen tambahan, manfaat tersebut tidak terlihat.
Ingat, penggunaan deksametason jangka panjang (lebih dari 2 minggu) dapat menimbulkan beberapa efek samping seperti glaukoma, hipertensi, efek psikologis (gangguan mood, ingatan, kebingungan), kenaikan bobot badan, serta osteoporosis.
Asal tahu saja, Deksametason juga telah diketahui dapat memperparah penyakit diabetes melitus karena memiliki efek hiperglikemia.
Source | : | intisari-online,sciencedirect.com,News-medical.net,US National Library of Medicine National Institure of Health,hmpf.fa.itb.ac.id |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar