GridHEALTH.id - Ternyata, walau sudah satu tahun mengalami pandemi Covid-19, faktanya penyakit TB masih menjadi pembunuh nomor satu di dunia pada penyakit menular.
Di Indonesia sendiri menurut Plt Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, Maxi Rein Rondonuwu, diperkirakan 98 ribu orang Indonesia tidak tertolong akibat menderita TB per tahun, atau dengan kata lain sekitar 11 orang setiap jamnya.
Di seluruh dunia, terdapat 10 juta orang terkena TB dan 1,2 juta orang di antaranya meninggal dunia.
Karenanya hingg saat ini TB menjadi masalah kesehatan dunia, karena jumlah kasus dan kematian yang sangat tinggi.
Pada konferensi virtual Puncak Peringatan Hari Tuberkulosis Sedunia 2021 di channel Youtube Kemenkes, Rabu (24 Maret 2021, Maxi menyebut, estimasi penderita TB di Indonesia dalam setahun adalah 845 ribu orang dan 70 ribu diantaranya terjadi pada anak usia kurang dari 15 tahun.
"Kematian akibat TB di Indonesia sebanyak 98 ribu orang per tahun sehingga perkiraannya setiap 360 detik atau satu jam terdapat 11 orang meninggal karena TB," ujarnya.
Baca Juga: 3 Masalah Kesehatan Gigi Terbanyak di Indonesia, Mengatasinya Tidak Bisa Hanya dengan Sikat Gigi
Asal tahu saja, jumlah kematian akibat TB di Indonesia lebih banyak dari kasus Covid-19.
Untuk mengatasi hal tersebut, negara-negara dunia telah berkomitmen untuk mencapai eliminasi TB di 2035 dan bebas TB 2050.
"Seiring dengan komitmen global tersebut, Indonesia menargetkan eliminasi pada 2030," ujarnya.
Nah, untuk bisa mencapai hal tersebut kita harus tahu hal yang berpengaruh terhadap risiko terjadinya TB secara signifikan, yaitu HIV, gizi buruk, perumahan yang tidak sehat dan rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan.
Mengenai hal tersebut, berdasarkan WHO Global TB Report 2020, faktor kurang gizi merupakan faktor risiko tertinggi penyumbang penyakit TBC.
Berdasarkan hal tersebut, TBC dan Stunting merupakan hal yang tidak terpisahkan dan sangat penting untuk dilakukan harmonisasi kepentingan pemangku kebijakan lintas sektor dalam rangka mensinergikan upaya-upaya yang mendukung proses eliminasi TBC tahun 2030, dan Penurunan Prevalansi Stunting menjadi 14% pada tahun 2024.
Baca Juga: Bayi Bisa Juga Terkena Penyakit Tuberculosis alias TBC atau TB
Penting juga diketahui, melansir Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat ( 27 Maret 2020), pada artikel ilmiah 'Factors Infl uencing Pulmonary Tuberculosis Occurrence of 15 Years Old or Above in Indonesia (Tuberculosis Prevalence Survey Data Analysis in Indonesia Year 2013-2014)', yang disusun oleh Lamria Pangaribuan, Kristina, Dian Perwitasari, Teti Tejayanti, Dina Bisara Lolong, disebutkan di Indonesia, jumlah kasus TB pada laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan yaitu 1,5 kali dibandingkan pada perempuan.
Pada artikel ilmiah hasil penelitian tersebut disebutkan juga laki-laki berisiko 2,07 kali menderita TB dibandingkan perempuan. Artinya laki-laki berisiko lebih tinggi untuk menderita TB dibandingkan perempuan.
Kecenderungan kejadian TB paru pada laki- laki (66.7%) dipengaruhi oleh gaya hidup, perbedaan peran gender dan perbedaan risiko terpapar (Azhar and Perwitasari, 2014).
Penyakit TB paru lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan karena laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya TB paru (Ruswanto, 2010).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, persentase perokok (perokok tiap hari, perokok kadang-kadang dan mantan perokok) pada laki-laki (65,0%) lebih tinggi dibanding perempuan (3,2%) (Riskesdas, 2018).
Baca Juga: Waspada Stres dapat Memicu Serangan Jantung, Ternyata Ini Alasannya
Jadi jika masalah besar tersebut tidak kunjung teratasi, Indoensia akan sulit untuk bebas TB.(*)
#berantasstunting
#HadapiCorona
#BijakGGL
Source | : | WHO,Riskesdas 2018,Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar