GridHEALTH.id - Pandemi Covid-19 masih terus berlangsung sampai saat ini.
Meski beberapa kegiatan masayarakat sudah berjalan bak normal kembali, kita tetap harus terus waspada dengan penyebaran virus ini.
Pasalnya, jumlah kasus harian masih bertambah sekitar kurang lebih 5000 kasus per harinya.
Kita sudah sering kali dihimbau untuk tetap menjaga jarak, mencuci tangan dan juga memakai masker saat berkegiatan di luar ruangan.
Baca Juga: Pasien Sembuh Covid-19 Sering Alami Penggumpalan Darah, Peneliti NTU Temukan Penyebabnya
Tindakan pencegahan ini masih terus tetap dilakukan agar terhindar dari penyebaran virus yang kita tidak tahu bisa kapan saja menyerang.
Untuk mereka yang pernah mengalami Covid-19, pastinya saangat paham seperti apa gejalanya.
Melansir dari cdc.gov dalam artikel 'Symptoms of COVID-19', orang dengan Covid-19 memiliki berbagai gejala yang dilaporkan (mulai dari gejala ringan hingga penyakit parah).
Gejala bisa muncul 2-14 hari setelah terpapar virus. Orang dengan gejala berikut mungkin menderita Covid-19:
Demam atau kedinginan, batuk, sesak napas atau kesulitan bernapas, kelelahan, nyeri otot atau tubuh, sakit kepala, kehilangan rasa atau bau baru, sakit tenggorokan, hidung tersumbat atau meler, mual atau muntah, serta diare.
Gejala-gejala tersebut umumnya menjadi tolak ukur banyak orang untuk mengetahui dirinya terpapar Covid-19 atau tidak.
Namun bagi yang tidak mengalaminya, kita mungkin tidak yakin apakah informasi yang ada sudah cukup menjelaskan gejala Covid-19.
Seperti yang kita ketahui, pasien tanpa gejala bisa saja memungkin kan menyebarkan virus di sekitarnya.
Baca Juga: Uji Klinis Vaksin Nusantara Dilanjutkan Tanpa Persetujuan BPOM, Satgas Covid-19 Hanya Beri Teguran
Dr Dominic Pimenta, seorang kardiolog asal London, memberitahu Cosmopolitan UK: "Kita semua paham bahwa gejala paling umum dari Covid-19 adalah demam tinggi serta batuk kering, namun 80% pasien justru memiliki gejala ringan atau tidak memiliki gejala sama sekali. Ketika gejalanya memburuk, demam dan batuk kemudian baru muncul pada sekitar 50% pasien."
Di samping dari gejala-gejala utama yang kita semua telah ketahui, berikut ini beberapa tanda lainnya yang mungkin tidak kita sadari merupakan indikator dari virus corona.
1. Mengalami sakit kepala yang tak kunjung berhenti
Menurut Dr Pimenta, 70% penderita Covid-19 mengalami sakit kepala—meski ini bukan gejala paling umum dari Covid-19.
Kalau memang sering mengalami sakit kepala bahkan sebelum Covid-19 ada, mungkin rasa sakit kepala tersebut tidak ada hubungannya dengan Covid-19.
Namun tidak menutup kemungkinan bahwa sakit kepala merupakan salah satu gejala awal dari Covid-19. Salah satu cara terbaik untuk mengetahuinya adalah dengan melakukan tes SWAB-PCR.
2. Mengalami kelelahan
Baca Juga: Ruwetnya Mendapatkan SIKM, Jadi Alasan Jangan Mudik di Masa Pandemi
Kalau merasa kelelahan selama seminggu penuh, ini bisa menjadi salah satu gejala dari Covid-19.
Sekitar 63% pasien yang didiagnosa Covid-19 melaporkan kelelahan sebagai salah satu gejala awal mereka.
3. Mengalami sakit tenggorokan
Sakit tenggorokan bisa menjadi awal gejala dari demam atau bahkan flu (dan bisa menjadi tanda bahwa kamu mengalami Covid-19).
Faktanya, 52,9% penderita mengalami sakit tenggorokan, jadi sebaiknya jangan meremehkan gejala tersebut.
4. Mual dan muntah, atau mengalami diare
Ini merupakan gejala yang paling tidak umum, namun sakit perut, mual dan diare juga merupakan gejala awal dari Covid-19 (walaupun memang sangat langka) hanya empat persen penderita Covid-19 yang mengalami gejala ini.
5. Gejala umum lainnya adalah:
Kehilangan kemampuan penciuman, tidak bisa mengecap rasa, batuk, dan sesak napas.
Bagaimana cara mengecek apakah kita pernah mengalami Covid-19?
Ada satu cara yang memperbesar kemungkinan untuk mengetahui apakah kamu pernah menderita Covid-19 atau tidak, yaitu dengan melakukan tes antibodi.
"Ketika terinfeksi dengan sebuah virus, tubuh akan melakukan perlawanan dengan dua sistem yang berbeda," jelas Dr Pimenta.
"Yang pertama adalah dengan sistem imun 'bawaan', yang bekerja seperti sebuah senapan-cepat, siap untuk menyerang secara langsung kapan pun sebuah patogen masuk ke dalam tubuh, namun dengan cara yang sangat tidak teratur sehingga mungkin melewatkan beberapa virus yang tersisa.
Di sisi lain, tubuh juga ikut melawan dengan sistem imun 'perolehan', yang didapat dari hasil perlawanan terhadap virus yang sudah pernah masuk ke dalam tubuh.
Sistem imun ini bekerja lebih lambat namun jauh lebih akurat, layaknya seorang sniper, yang dibentuk khusus untuk melawan virus yang mereka kenal melalui sistem antibodi."
Baca Juga: Obat Baru Molnupiravir Dikabarkan Bisa Sembuhkan Covid-19, Benarkah?
Normalnya tubuh kita akan mengenali virus tersebut, antibodi kita pun akan terus terbentuk dan bertahan dalam jangka yang panjang setelah terinfeksi.
"Normalnya, begitu tubuh mengenali virus tersebut, antibodi atau sistem imun 'perolehan' tersebut akan langsung terbentuk dan bertahan dalam jangka waktu yang lama, meski dibutuhkan jangka waktu berbulan-bulan bagi tubuh untuk bisa mendapatkan jumlah yang sangat banyak setelah infeksi," jelasnya.
Ia pun menjelaskan, tes antibodi dilakukan untuk mencari reaksi terhadap sistem imun tubuh dengan mengandalkan sedikit bagian dari virus.
Hal tersebut lah yang akan menunjukan apakah tubuh kita pernah terpapar Covid-19 atau tidak.
"Tes antibodi biasanya mencari reaksi terhadap sistem imun 'perolehan' tersebut. Dengan mengandalkan sedikit bagian dari virus, para ahli kemudian akan melihat apakah ada antibodi yang melawan virus. Inilah yang akan menunjukkan apakah kamu pernah mengalami COVID-19 atau tidak," ujarnya.
"Sayangnya, antibodi ini dapat menghilang setelah beberapa bulan, jadi masih belum bisa dipastikan apakah tes antibodi merupakan salah satu cara terbaik untuk mengecek apakah seseorang pernah mengalami COVID-19."(*)
#berantasstunting
#HadapiCorona
#BijakGGL
Source | : | cdc.gov,Cosmopolitan UK |
Penulis | : | Ine Yulita Sari |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar