GridHEALTH.id - Pro kontra prihal Vaksin Covid-19 di Indonesia yang paling heboh bukan vaksin import dari China, Amerika, atau Rusia.
Justru vaksin Covid-19 paling panas hingga masuk kancah politik adalah vaksin Covid-19 yang diklaim vaksin Covid-19 dalam negeri.
Baca Juga: 3 Khasiat Luar Biasa Kolang-Kaling , Pantas Diburu Saat Ramadan
Vaksin Covid-19 tersebut adalah Vaksin Nusantara yang digagas oleh mantan Menkes dr. Terawan Agus Putranto.
Vaksin Nusantara menjadi heboh seperti ini belum diketahui secara pasti.
Pastinya pro kontra memanas prihal Vaksin Nusantara sampai menjadi perhatian ahli, peneliti, profesional, hingga politik. Bahkan tidak sedikit pejabat dan tokoh politik ikut bersuara.
Kondisi ini mengingatkan kita pada polemik pengobatan cuci otak yang bikin heboh, sebelum dr. Terawan diangkat menjadi Menteri Kesehatan.
Pada saat itu 2018, dr Terawan sampai dipecat Ikatan Dokter Indonesia (IDI), karena dianggap melanggar kode etik terkait dengan teknik pengobatan 'cuci otak' alias Digital Substraction Angogram (DSA) yang diprakarsai dan lakukan dr Terawan dalam pengobatan stroke.
Baca Juga: Cerdas Memilih Makanan Agar Terhindar Dari Diabetes, Ikuti Saran Ahli
Menurut litbang.kemendagri.go.id, terapi cuci otak dr. Terawan belum selesai melewati uji klinis yang memadai. Karenanya dipersoalkan dan membuatnya dipecat IDI.
Moh. Hasan Machfoed, adalah Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia yang menjadi saksi ahli dalam pemeriksaan etik terhadap metode pengobatan Terawan oleh Pengurus Besar IDI.
Menurutnya, klaim dr. Terawan terhadap terapinya tidak memiliki basis ilmiah yang kuat.
Karena mantan Kepala RSPAD tersebut langsung mengujinya ke pasien tanpa terlebih dahulu diuji oleh majelis kolegium (diuji oleh sidang oleh praktisi dan pakar dari disiplin ilmu terkait).
Saat itu dr. Terawan sudah menjalankan terapinya ke banyak pasien, bahkan para pejabat dan tokoh nasional, seperti Moeldoko, Jusuf Kalla, Mahfud MD, Dedi Mulyadi, Edhie Baskoro, SBY, Agus Hermanto, hingga Prabowo.
Baca Juga: Penyebab dan Cara Mengatasi Sakit Kepala di Siang Hari Saat Puasa Ramadan
Para elite negara tersebut pun memberikan pernyataan yang isinya mendukung dr Terawan.
Nah, hal ini sepertinya terjadi pada Vaksin Nusantara.
Politisi senior Aburizal Bakrie menjadi salah seorang pertama non-relawan yang diberi vaksin Nusantara.
Kita, masyarakat, mungkin tinggal menunggu testimoni dari Ical serta, bukan tidak mungkin, para politisi-politisi elite Indonesia lainnya.
Bahkan kabarkanya banyak anggota DPR pun telah mendapat Vaksin Nusantara.
Karena pihak yang mendukung Vakisn Nusantara saat ini salah satunya adalah wakil rakyat di DPR RI.
Baca Juga: Ikuti Tip Ini Untuk Membuat Makanan Cepat Saji Jadi Lebih Sehat
Tapi pemerintah, Badan Pengawa Obat dan Makanan (BPOM),tidak memberikan restu kepada tim Vaksin Nusantara melanjutkan penelitiannya.
Sampai-sampai, menurut Intisari-online.com (16 April 2021), Kepala BPOM Penny K Lukito menegaskan dirinya sudah tak mau lagi memberikan komentar terkait vaksin Nusantara.
Penny menegaskan hal tersebut setelah dirinya kembali ditanya mengenai beragam konsekuensi yang bakal terjadi jika uji klinis tahap II vaksin Nusantara tetap dilanjutkan tanpa izin BPOM.
"Saya tidak mau komentari ya karena vaksin dendritik atau dikomersilkan dengan nama vaksin Nusantara itu sudah beralih sekarang. Saya sudah tidak mau komentari lagi," tutur Penny dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (16/4/2021), seperti dilansir kompas.com.
Apalagi, menurut Penny, penilaian BPOM terhadap vakin Nusantara sudah sesuai dengan aspek Good Laboratory Practice (GLP) dan Good Manufacturing Practice (GMP) yang umum digunakan dalam pengembangan vaksin.
Baca Juga: Menu Buka Puasa Favorit Sejuta Umat Ini Ternyata Membahayakan Kesehatan Bagi yang Berpuasa
"Vaksin dendritik ini belum bisa dilanjutkan ke fase II, sudah clear kan. Karena ada temuan-temuan correction action, preventive action. Koreksi-koreksi yang diberikan oleh Badan POM itu harus ada perbaikan dahulu kalau mau lanjut ke fase II," tutur Penny.
Hal lainnya, Penny pernah menyatakan jika Vaksin Nusantara telah melompati kaidah saintifik hingga punya efek samping yang tinggi.
Bahkan BPOM sampai menyebut bahwa tim peneliti Vaksin Nusantara tak memahami proses pengembangan vaksin yang mereka lakukan.
Baca Juga: Memutihkan Wajah Secara Alami, Oleskan Yoghurt Atau 4 Bahan Lain ini
Menurut Penny, seharusnya Vaksin Nusantara harus melalui tahapan preclinic terlebih dahulu sebelum masuk tahap uji klinik tahap I.
Namun, tim yang memproses vaksin tersebut menolak.
“Nah Vaksin Nusantara itu loncat, pada saat itu sebenernya di awal-awal pada saat pembahasan awal itu tidak, harus preclinic dulu ya, tapi mereka menolak,” kata Penny kepada Kompas.com, Rabu (14/4/2021).
Belum lagi fakta bahwa banyaknya jumlah relawan uji klinis vaksin Nusantara yang mengalami kejadian yang tak diinginkan.
Masih menurut Penny, tercatat 20 dari 28 subjek atau 71,4 persen relawan uji klinik fase I mengalami Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) dalam grade 1 dan 2, seperti;
* Mengalami nyeri lokal
* Mengalami nyeri otot
* Mengalami nyeri sendi
* Mengalami nyeri kepala
Baca Juga: Dampak Kadar Asam Urat Perlu Diwaspadai, Bisa Sebabkan Komplikasi
* Mengalami kemerahan
* Mengalami gatal
* Muncul ptechiae
* Mengalami lemas, mual, demam, batuk, pilek.
Malah menurut Penny, KTD juga terjadi pada relawan grade 3 pada 6 subjek.
Rinciannya, 1 subjek mengalami hipernatremi, 2 subjek mengalami peningkatan Blood Urea Nitrogen (BUN) dan 3 subjek mengalami peningkatan kolesterol.
Asal tahu saja, menurut Penny, KTD grade tiga saja jika terjadi, sudah bisa menjadi alasan untuk menghentikan pelaksanaan uji klinis sebagaimana tercantum pada protokol uji klinik.
Namun, tim peneliti Vaksin Nusantara tidak melakukan penghentian uji klinik.(*)
#berantasstunting
#HadapiCorona
#BijakGGL
Source | : | kompas,intisari,litbang.kemendagri.go.id |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar