Maia Estianty, Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah.
GridHEALTH.id - Atta Halilintar sempat menjadi perhatian publik usai mengumumkan dirinya dinyatakan positif Covid-19 yang kedua kalinya.
Kabar positif terinfeksi kembali itu dia ungkap melalui unggahannya di Instagram pribadinya.
"YA ALLAH ???? :( Shock!! aku positif C0V1D-19 lagi untuk kedua kalinya.. setelah swab test untuk besok kerja terbang ke Solo.. ternyata hasilnya positif," tulis @attahalilintar.
Tak hanya Atta, sebelumnya Maia Estianty juga sempat mengaku mengalami reinfeksi atau positif Covid-19 untuk kedua kalinya.
Berbeda dengan kesempatan pertama pada Desember 2020 yang asimptomatis, kali ini ia bergejala. Ia mengalami gejala ringan.
"Jadi agak sedikit tenggorokan gatal, meski sedikit, tapi itu ada gejala. Belum batuk sih aku, cuma gatal, tapi enggak gatal-gatal banget. Yang aku pikir biasa saja, tapi ternyata itu gejala dari Covid-19," katanya dalam akun YouTube miliknya.
Maia meyakini dirinya kembali positif usai berpelukan dengan orang yang ternyata terinfeksi virus Corona.
Belajar dari Atta Halilintar dan Maia Estianty, apakah reinfeksi Covid-19 bisa terjadi pada siapa saja?
Epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengatakan bahwa reinfeksi biasa terjadi pada mereka yang pernah terkonfirmasi positif Covid-19.
Gejala yang dirasakan penderita reinfeksi Covid-19 ini biasanya pada level sedang. Pada beberapa kasus ada yang dapat menyebabkan kematian pada penderitanya.
"Reinfeksi bukan hal yang aneh dan bisa terjadi, dan reinfeksi ada juga yang menyebabkan kematian walaupun umumnya bergejala sedang," ujar Dicky, kepada Tribunnews, Minggu (25/4/2021) siang.
Ia kemudian menjelaskan istilah reinfeksi ini memang disematkan kepada mereka yang sebelumnya pernah menderita Covid-19.
"Pertama, harus dipahami bahwa reinfeksi Covid itu secara definisi adalah terjadinya infeksi kedua sebelumnya si pasien atau penderita ini pernah terinfeksi Covid-19 yang tentu dibuktikan tes laboratorium," jelas Dicky.
Dok Pribadi
Epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman
Namun pengujian terhadap mereka yang mengalami reinfeksi virus ini bukan merupakan perkara mudah. Hal itu karena banyak diantara mereka yang tidak menyadari bahwa sebelumnya mereka pernah terpapar Covid-19.
Kemungkinan mereka merupakan Orang Tanpa Gejala (OTG) pada kasus terpapar yang pertama, sebelum mengalami kasus kedua.
"Tapi yang menjadi permasalahan adalah diagnosa penetapan dari infeksi ini tidak mudah, karena banyak orang tidak tahu juga bahwa dia pernah terinfeksi atau tidak," kata Dicky.
Susunan materi genetik virus pada infeksi kedua, tentunya berbeda dengan sebelumnya.
Sehingga mereka yang mengalami reinfeksi perlu diambil sampel virusnya.
Karena susunan materi genetiknya dapat dilihat melalui analisis pengurutan genom (whole genome sequencing) dari virus tersebut.
Perlu diketahui, uji genome sequencing di Indonesia saat ini masih tergolong terbatas, sehingga penyebab reinfeksi ini pun masih belum diketahui.
"Kedua, sebetulnya secara definisi, dia harus diperiksa, (karena) termasuk ada genome sequencing di situ. Itulah sebabnya kasus atau kaitan dengan infeksi ini masih banyak yang belum kita ketahui ya," tegas Dicky.
Mengutip dari Kompas.com, Dicky mengatakan, potensi reinfeksi untuk penyintas kurang lebih 10 persen pada sampel usia 18 hingga 20 tahun dengan stamina bagus.
Namun, secara kondisi umum, prediksi peluang terinfeksi lagi bisa lebih besar dipengaruhi oleh program 3 T maupun 5 M di wilayah setempat.
“Bisa lebih tinggi dari 10 persen,” ujarnya. Lebih lanjut, dirinya mengingatkan anak muda yang pernah menjadi penyintas tetap bisa terinfeksi.
Sehingga ia mengimbau bahwa sebetulnya vaksin penting untuk semua golongan termasuk yang sudah pernah terinfeksi atau penyintas salah satunya untuk mencegah terjadinya reinfeksi.
Ia mengatakan, ke depan potensi Covid-19 menjadi endemik sangat besar. Jika diprediksi kemungkinan seseorang dua atau tiga tahun sekali bisa terinfeksi Covid-19 dengan varian baru.
“Karena itu vaksinasi penting dan harus dimodifikasi. Karna secara umum potensi masyarakat umum terinfeksi semakin meningkat dengan adanya banyak varian yang bisa ada mutasi di dalamnya yang bisa menurunkan efikasi,” jelas dia.(*)
Komentar