Jadi resistensi antibiotik ini terjadi disebabkan oleh penggunaan antibiotik yang tidak wajar.
Faktanya, antibiotik sendiri dapat dibeli tanpa resep di 64% negara Asia Tenggara.
The Center for Disease Control and Prevention in USA, pada 2015 menyebutkan terdapat 50 juta peresepan antibiotika yang tidak diperlukan (unnescecery prescribing) dari 150 juta peresepan setiap tahun.
Selain itu, penggunaan antibiotika pada peternakan tidak terkendali dan serampangan.
Contoh di peternakan ayam, antibiotik digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan dan mencegah infeksi bakteri.
Penggunaan antibiotika pada peternakan, menurut Erwan Budi Hartadi (Mahasiswa Magister Ilmu Penyakit dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga), dilansir dari Unair News (3/7/2020), menyebutkan diperkirakan akan tumbuh sekitar 67% dari tahun 2020 sampai 2030.
Baca Juga: 7 Fakta Vaksin Gotong Royong yang Tidak Banyak Diketahui, Ternyata Taktik Pemerintah
Bahkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada 2018 sudah menyatakan bahwa roadmap penelusuran resistensi bakteri terhadap antibiotika 20% dapat berasal dari pola pemakaian antibiotika pada manusia.
Sedangkan 80%-nya disebabkan oleh faktor pangan asal hewan, dimana penggunaan Antibiotic Growth Promotor (AGP) berkontribusi terhadap resistensi bakteri terhadap antibiotika pada produk asal hewan.
Baca Juga: 3 Tanda Penyakit Infeksi Covid-19 yang Dialami Semakin Memburuk dan Berbahaya
Source | : | Unair News - Antibiotik |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar