GridHEALTH.id - Belum usai pandemi virus corona (Covid-19), China kembali dibuat geger setelah seorang dokter hewan dilaporkan meninggal karena terinfeksi virus monkey-B.
Pria berusia 53 tahun itu pun kini disebut sebagai korban manusia ke-22 di dunia yang meninggal akibat virus langka tersebut.
Dilansir dari The Sun (21/07/2021), Dokter hewan tersebut tertular virus Monkey-B usai melakukan pembedahan tehadap dua kera yang mati pada awal Maret lalu.
Tak lama dari situ, sang dokter yang mengalami pembengkakkan otak sakit selama berminggu-minggu dan dinyatakan meninggal pada Mei 2021.
Menurut laporan, dokter hewan itu mulai menunjukkan gejala mual dan muntah sebulan kemudian, diikuti oleh demam dengan gejala neurologis yang mungkin termasuk kesemutan.
“Akibatnya, pasien mengunjungi dokter di beberapa rumah sakit tetapi akhirnya meninggal pada 27 Mei,” menurut pernyataan Center for Disease Control and Prevention (CDC).
Pria itu telah lama bekerja di sebuah institut spesialis dalam pengembangbiakan primata dan penelitian eksperimental di Beijing.
Dua kontak dekatnya, seorang dokter dan perawat, diperiksa untuk melihat apakah mereka membawa virus itu juga tetapi hasilnya negatif.
Menurut CDC China, virus Monkey-B, juga dikenal sebagai virus herpes B, ditularkan melalui kontak langsung dan pertukaran cairan tubuh antara monyet.
Ini tidak berbahaya bagi primata, tetapi membunuh antara 70 dan 80 % manusia yang terinfeksi.
Pejabat kesehatan China mengatakan virus Monkey-B dapat menimbulkan ancaman potensial bagi pekerja seperti dokter hewan.
Pria tersebut adalah kasus pertama virus Monkey-B yang tercatat di China.
Sebagian besar kasus penularan virus Monkey-B ini tercatat di Amerika Utara, terjadi pada dokter hewan atau pekerjaan lain yang berhubungan dekat dengan hewan.
Hanya 50 orang yang telah didokumentasikan terinfeksi virus Monkey-B dalam 88 tahun.
Sebanyak 21 kasus diantaranya meninggal, menurut pejabat Kesehatan di CDC AS. Kematian terakhir yang tercatat adalah pada 1997.
Seorang peneliti bernama Elizabeth Griffin (22 tahun), meninggal karena virus Monkey-B setelah cairan tubuh dari monyet yang terinfeksi memercik ke matanya.
Kebanyakan orang terinfeksi setelah digigit atau dicakar monyet, atau ketika jaringan atau cairan dari monyet mengenai kulit mereka yang rusak, seperti tertusuk jarum atau tersayat.
Tetapi ratusan gigitan dan cakaran terjadi setiap tahun di fasilitas monyet di AS, dan orang jarang terinfeksi.
CDC memperingatkan bahwa jika mengunjungi suatu tempat yang memiliki kera, yang paling sering terinfeksi virus ini, pengunjung harus menjaga jarak.
Sejauh ini hanya ada satu kasus infeksi manusia ke manusia yang dilaporkan.
Mirip dengan virus corona, gejala virus Monkey-B awalnya mirip flu, yang meliputi demam dan kedinginan, nyeri otot, kelelahan, sakit kepala.
Gejalanya dapat bervariasi antara satu hari hingga tiga minggu.
Baca Juga: Kecurigaan Asal Usul Covid-19 Kini Berbalik Arah, Negara yang Getol Tuding China Kini Dicurigai
Tanda-tanda pertama, menurut CDC AS, adalah demam dan kedinginan.
Lalu disertai sakit otot, Kelelahan, sakit kepala, dan pasien mungkin mengalami lepuh kecil di luka atau area yang pernah kontak dengan monyet.
Gejala lain mungkin termasuk adalah sesak napas, mual dan muntah, sakit perut,dan cegukan.
Lalu seiring perkembangan penyakit, virus menyebar dan menyebabkan peradangan (pembengkakan) otak dan sumsum tulang belakang.
Secara umum terinfeksi virus Monkey-B dapat menyebabkan:
- Gejala neurologis dan inflamasi (nyeri, mati rasa, gatal) di dekat lokasi luka
- Masalah dengan koordinasi otot
- Kerusakan otak dan kerusakan parah pada sistem saraf hingga
- Kematian
Masalah pernapasan dan kematian dapat terjadi satu hingga tiga minggu setelah gejala muncul.
Mereka yang terjangkit virus Monkey-B bisa mengalami gejala ringan atau tanpa gejala. Namun, belum banyak penelitian tentang hal ini.(*)
Baca Juga: Punya Info Rahasia Covid-19, Pejabat Intel Senior China Ini Dilaporkan Membelot ke Amerika Serikat
#berantasstunting
#hadapicorona
#BijakGGL
Source | : | The Sun |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar