GridHEALTH.id - Middle East Respiratory Syndrome (MERS) adalah suatu subtipe baru dari virus corona yang belum pernah ditemukan menginfeksi manusia sebelumnya.
Virus corona merupakan keluarga besar dari virus yang dapat menimbulkan kesakitan maupun kematian pada manusia dan hewan.
Virus corona dapat menimbulkan kesakitan pada manusia dengan gejala ringan sampai berat seperti selesma (common cold), Sindroma Saluran Pernapasan Akut yang berat (SARS/ Severe Acute Respiratory Syndrome).
Kebanyakan pasien MERS mengalami gangguan pernafasan akut yang parah dengan gejala demam, batuk, dan sesak. Sekitar 3-4 dari 10 pasien yang dilaporkan MERS meninggal (CFR 30-40%).
Virus ini diketahui pertama kali menyerang manusia di Jordan pada April 2012, namun kasus yang pertama kali dilaporkan adalah kasus yang muncul di Arab Saudi pada September 2012.
Sampai saat ini, semua kasus MERS berhubungan dengan riwayat perjalanan menuju, atau menetap, di negara-negara sekitar Semenanjung Arab.
Baca Juga: 12 Fakta Tentang MERS-CoV yang Juga Disebabkan oleh Virus Corona
Baca Juga: Survei WHO, Banyak Tenaga Kesehatan Alami Stres Pascatrauma Usai Rawat Pasien Covid-19
KLB MERS terbesar yang terjadi di luar Semenanjung Arab, terjadi di Republik Korea Selatan pada 2015. KLB tersebut berhubungan dengan pelaku perjalanan yang kembali dari Semenanjung Arab.
Penularan infeksi MERS dari manusia ke manusia hampir sebagian besar terjadi di layanan kesehatan karena ada melalui kontak erat dengan kasus, seperti merawat atau tinggal bersama orang yang terinfeksi.
Penularan infeksi MERS dari hewan ke manusia masih belum diketahui, hingga saat ini unta cenderung menjadi reservoir utama untuk MERS, dan sumber hewan infeksi pada manusia.
Masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai factor risiko penularan MERS dari hewan ke manusia dan dari manusia ke manusia.
Sebagian besar kasus konfirmasi MERS mengalami sindrom Saluran Pernapasan Akut yang berat dengan gejala awal yang paling sering ditemukan: demam (98%), menggigil (87%), batuk (83%), dan sesak (72%).
Beberapa kasus juga mengalami gejala gastrointestinal seperti diare dan mual/muntah. Kebanyakan kasus MERS disertai komplikasi yang parah, seperti pneumoni dan gagal ginjal.
Sekitar 3-4 dari 10 pasien yang dilaporkan MERS meninggal. Sebagian besar kasus meninggal karena kondisi medis yang sudah ada sebelumnya.
Baca Juga: Mulai Tren Penggunaan Kosmetik Mineral, Ternyata Ini Manfaatnya
Baca Juga: Studi Baru di Kanada Temukan Pestisida dalam Makanan Bisa Berdampak Obesitas
Beberapa kasus yang terinfeksi memiliki gejala ringan (seperti flu) atau tanpa gejala, dan mereka sembuh.
Hingga saat ini, orang-orang dengan kondisi medis yang sudah ada sebelumnya (disebut juga komorbiditas) dan orang-orang dengan sistem kekebalan yang lemah lebih cenderung terinfeksi MERS, atau memiliki tingkat keparahan yang lebih tinggi.
Kondisi medis yang sudah ada sebelumnya, antara lain diabetes; kanker; penyakit paru-paru kronis, penyakit jantung, dan penyakit ginjal.
Masa inkubasi MERS (waktu antara saat seseorang terinfeksi MERS hingga timbul gejala) biasanya sekitar 5 atau 6 hari, namun bisa berkisar antara 2 sampai 14 hari.
Dikutip dari Infeksi Emerging Kementerian Kesehatan RI, penatalaksanaan kasus MERS meliputi hal-hal sebagai berikut;
1. Orang yang dicurigai terinfeksi MERS-Cov harus masuk ke dalam ruang perawatan isolasi selama munculnya gejala hingga 24 jam setelah gejala hilang.
2. Tidak ada pengobatan antiviral yang spesifik bagi penderita MERS-Cov.
3. Pada umumnya penderita hanya mendapatkan obat untuk meredakan gejala. Pada kasus yang parah, pengobatan juga termasuk untuk pemulihan fungsi organ-organ vital.
4. MERS-Cov akan muncul sebagai penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) berat sehingga pengobatan diberikan sesuai diagnosa tersebut.
5. Pada penderita anak dan ibu hamil, harus dilakukan suportif awal dan pemantauan pasien
Baca Juga: Luka Diabetes 'Basah' dan 'Kering' Berisiko Timbulkan Komplikasi Parah yang Disebut Gangren
Baca Juga: Lansia Rentan Terhadap Dehidrasi, Ini Gejala yang Harus Diwaspadai
6. Bila terjadi gangguan napas berat, hipoksemia dan ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome) perlu dilakukan;
- Pemberian aliran oksigen dengan konsentrasi tinggi
- Pemberian ventilasi mekanik
- Tindakan intubasi endotrakeal
- Untuk pasien ARDS, menggunakan strategi Lung Protective Strategy Ventilation (LPV) (*)
#berantasstunting #hadapicorona #bijakGGL
Source | : | kemenkes.go.id,Infection Control Today |
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar