GridHEALTH.id - Menjadi tenaga kesehatan (Nakes) di zaman pandemi Covid-19 tidaklah mudah.
Hal yang sama dirasakan oleh dr. Nanda Chaerully, yang bertugas menjadi garda terdepan lawan Covid-19, sejak Covid-19 masih bernama Novel Coronavirus.
Itu artinya dr Nanda sudah berjibaku melawan Covid-19 sejak awal.
Dirinya mengaku saat awal berjibaku menghadapi pandemi Covid-19, dirinya cukup ketakutan. Apalagi saat itu APD masih ala kadarnya.
Jas hujan adalah hazmat yang dikenakan setiap hari saat bertugas. Face shield pun hasil kreativitas sendiri dari alat-alat seadanya, menggunakan mika, bandana, dan papper clip.
Saat bertugas, dirinya mengaku sampai ketakutan mana kala harus ke toilet.
Tak hanya itu, dirinya pun jujur, saat itu membuka masker ibarat kata seperti membuka jilbab yang setiap hari dikenakannya.
Jadi harus hati-hati, harus lihat situasi dan kondisi. Karenanya, makan dengan rekan kerjanya bergantian. Karena tidak boleh dan tidak bisa membuka masker bersamaan.
Hingga pada suatu ketika dirinya harus menerima kenyataan pahit, pamannya meninggal dunia karena Covid-19.
Saat itu yang paling sulit adalah memberikan pemahaman kepada kedua orangtuanya dan saudara lainnya untuk tidak ikut ke rumah duka dan menguburkan jenazah karena berisiko besar tertular Covid-19.
Kini setelah program vaksin Covid-19 dijalankan pemerintah, dirinya masih harus sabar dan berlapang dada menerima laporan dan menjawab keluhan, kemarahan, masyarakat karena vaksin, yaitu tertular Covid-19 setelah divaksin.
Bertugas Sejak Zaman Novel Coronavirus
Dokter Nanda bertugas di Puskesmas Matraman.
Sejak akhir Januari 2020, instansinya sudah melakukan sosialisasi kewaspadaan Covid-19.
“Bahkan, saat itu namanya masih Novel Coronavirus, bukan Covid-19 seperti sekarang,” jelas dr. Nanda, dilansir dari Jakarta Smart City (07/2021).
Menurut dr. Nanda, saat itu ia dan rekan-rekannya sudah menggunakan masker dan menjaga jarak.
Ketika kasus Covid-19 mulai muncul, nakes di Puskesmas Matraman sempat menggunakan jas hujan sebagai APD.
Untuk face shield, dirinya dan teman-teman di Puskesmas harus “kreatif” memanfaatkan bandana, mika, dan paper clip, sebab kondisi saat itu masih sangat membingungkan.
Sebab belum ada pedoman mengenai APD untuk bertugas.
Kendala juga muncul karena lokasi tempat dr. Nanda bertugas tak memiliki sirkulasi udara yang memadai.
Baca Juga: Presiden Brasil Ditolak Masuk Restoran, Karena Belum Vaksin, Harus Makan Berdiri di Pinggir Jalan
Karenanya Kepala Puskesmas dan Kepala Satuan Pelaksana (Kasatpel) pun memutuskan untuk melakukan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di area parkir dengan menggunakan tenda.
Pelayanan lab, farmasi, dan poli semuanya dilakukan di area parkir, kecuali Instalasi Gawat Darurat (IGD).
Selama bertugas, “Kami kan menggunakan masker N95, kalau berbicara harus keras supaya terdengar oleh pasien. Apalagi kalau lagi pelayanan di area parkir, ya harus agak teriak-teriakan,” kisahnya.
“Sesederhana ke kamar mandi pun harus dipikirkan berkali-kali, karena banyak karyawan yang positif. Kami bingung harus ke kamar mandi mana, karena hampir di tiap lantai ada karyawan positif. Ya udahlah, bismillah aja. Kita semprot-semprot, cuci tangan, itu sudah pasti. Tapi, rasa khawatir saat menggunakan kamar mandi itu ada banget,” tambahnya mengenang kondisi pada 2020.
Sat itu hingga kini kebiasaan makan bersama teman sejawat hanya kenangan bagi dr. Nanda dan nakes-nakes lain yang bertugas.
“Setelah pandemi, makan wajib bergantian, karena tidak boleh membuka masker berbarengan. Membuka masker tuh ibarat membuka jilbablah, kalau kami bilang. Jangan sampai buka masker sembarangan, karena kami harus menjaga diri, keluarga, dan rekan-rekan. Kalau ada yang mau minum pasti bilang dulu, ‘Eh, aku mau buka masker ya, mau minum.’ Sampai seperti itu jika sedang di ruangan, karena kami tak ingin saling menularkan,” papar dr. Nanda menceritakan kembali pengalamannya di awal pandemi Covid-19.
Memberikan Edukasi Terberat ke Keluarga Sendiri
Pada masa vaksinasi yang tengah gencar dilaksanakan, dr. Nanda mendapat tugas sebagai pemegang hotline Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI).
Selama bertugas, ia merasa informasi yang tersebar di masyarakat masih kurang. Ini pun bisa menjadi beban tambahan bagi nakes.
“Ada yang bertanya, ‘Mengapa setelah vaksinasi, hasil tes antigen saya positif?’ Berkali-kali saya menjelaskan bahwa itu bukan efek vaksin. Bisa saja memang sebelum vaksin orang tersebut sudah terinfeksi Covid-19, makanya hasil tesnya positif. Lalu, orang-orang yang sudah divaksin juga ada yang malah jadi mengabaikan protokol kesehatan. Padahal, setelah divaksin, kita juga harus tetap taat prokes,” jelasnya.
Edukasi tentang Covid-19 yang terberat menurut dokter Nanda justru kepada keluarga sendiri.
Saat itu, menurut dr. Nanda, pamannya meninggal karena Covid-19.
Itulah saat terberat baginya untuk meyakinkan keluarga, terutama ayah dan ibunya yang sudah tua, serta tante-tantenya yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung, agar tak mengikuti prosesi pemakaman secara langsung.
Baca Juga: Olahraga Jenis Ini Cocok Bagi Penderita Diabetes, Gak Bikin Keringetan
Dokter Nanda sebisa mungkin menguatkan dirinya sendiri, terus membujuk keluarganya bahwa prosedur yang telah dibuat adalah demi keselamatan bersama.
Untungnya, usaha dan kesabaran dr. Nanda berbuah baik. Keluarganya menuruti anjurannya.
Disaat kondisi kasus sudah menurun seperti saat ini, dr. Nanda berpesan, khususnya kepada orang tua, agar lebih cermat terhadap keselamatan anak.
Apalagi sekarang kasus Covid-19 pada anak semakin menjadi.
“Untuk orang tua, kalau bisa, jangan mengajak anak bepergian. Kadang ada yang orang tuanya pakai masker, anaknya tidak. Padahal, anak-anak berpotensi untuk terinfeksi. Terapkan cuci tangan enam langkah untuk membersihkan seluruh bagian tangan. Jaga jarak, dan terakhir, ikut vaksinasi Covid-19,” pesannya.(*)
Baca Juga: Mengenal Double Diabetes, Penyandang Diabetes Miliki Ciri Tipe 1 dan Tipe 2 Sekaligus
Source | : | Jakarta Smart City - Nakes |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar