GridHEALTH.id - Pemerintah Indonesia telah memperbarui aturan tes PCR (Polymerase Chain Reaction) sebagai syarat wajib naik pesawat.
Selain itu harga maksimal tes PCR pun kini sudah diturunkan menjadi Rp 300 ribu dan berlaku selama 3x24 Jam.
Namun perubahan ini rupanya mendapat sorotan dari Ahli Epidemiologi sekaligus dosen FKKMK Universitasi Gadjah Mada (UGM) Bayu Satria Wiratama.
Pertama, Bayu menyebut kebijakan wajib tes PCR bagi penumpang pesawat itu kurang tepat.
Menurutnya, hasil tes PCR negatif tidak menjamin menutup penularan Covid-19, apalagi masa berlaku hasil tersebut akan dibuat 3x24 jam.
Ia pun mempertanyakan hasil kajian pemerintah di balik kebijakan tersebut.
"Pemerintah apakah melakukan kajian PCR 3x24, 2x24 jam itu berguna? Apakah bisa melihat ada penumpang bisa terdiagnosi positif Covid-19 meskipun mereka bawa tes PCR negatif ?."
"Seharusnya pemeritah punya data, all record system. Seharusnya dikaji dari sebelumnya, berapa banyak yang lolos ketika tes PCR negatif tapi di sana positif," kata Bayu dilansir dari Tribunnews.com (27/10/2021).
Baca Juga: Harga Tes PCR 300 Ribu Untungnya 49 Ribu, Ternyata Segini Harga Modal Tes PCR
Bayu pun memberi contoh penularan kasus Covid-19 di Taiwan, yang banyak ditemui kasus impor (negara lain).
Sehingga, tidak bisa menjamin pendatang dengan hasil tes PCR negatif aman dari Covid-19.
Bayu juga menyoroti pelonggaran kapasitas penumpang pesawat menjadi 100 %, tapi satu sisi wajib tes PCR sebagai antisipasi penularan Covid-19.
"Kalau perlu untuk mencegah mobilitas, ya sudah kapasitasnya jangan dibuat 100 %, terus pakai tes PCR 3x24 jam ya sama aja," lanjutnya.
Kemudian, Bayu juga menyinggung soal masa berlaku tes PCR selama 3x24 jam yang dinilai lebih berisiko.
Dalam kurun waktu 3x24 jam itu, bisa saja seseorang sudah terpapar Covid-19, namun tertutupi oleh hasil tes PCR yang negatif.
Untuk itu, ia meminta pemerintah semestinya melakukan kajian telebih dahulu.
"Kurang tepat, kajiannya belum sesuai. Antigen dihapus menjadi PCR, kemudian ditambah 3x24 jam."
"Semakin panjang periode, semakin panjang periode dia bisa terpapar setelah PCR," kata Bayu.
"Lebih baik dilakukan kajian terlebih dahulu sebelum menentukan penggunaan PCR untuk pesawat," imbuhnya.
Jika pemerintah tetap bersikukuh memakai tes PCR, semestinya kurun waktu berlaku hasil tes itu sama dengan rapid antigen, yakni 1x24 jam.
Baca Juga: Menkes Pastikan Harga Tes PCR di Indonesia Sudah Termasuk Paling Murah
Selain itu, menurut Bayu, tes rapid antigen dinilai cukup untuk syarat penerbangan, tentunya dengan protokol kesehatan yang ketat dan screening terlebih dulu.
"Kalau mau pakai yang satu kali 24 jam antigen gitu, kalau mau PCR ya jangan dimundurin harinya. Majuin."
"Kalau tidak bisa ya sebaiknya jangan," tuturnya.
Sementara itu, diketahui tes PCR adalah tes yang paling efektif untuk mendeteksi virus Covid-19 saat ini.
Menurut Mayo Clinic (3/8/2021), tes PCR dilakukan dengan mengumpulkan sampel cairan dengan memasukkan usap hidung panjang (swab nasofaring) ke dalam lubang hidung dan mengambil cairan dari bagian belakang hidung.
Atau dengan menggunakan usap hidung yang lebih pendek (swab mid-turbinate) untuk mendapatkan sampel.
Dalam praktiknya, usap panjang dimasukkan ke bagian belakang tenggorokan (swab orofaringeal), atau mungkin meludah ke dalam tabung untuk menghasilkan sampel air liur.
Hasil mungkin tersedia dalam hitungan menit jika dianalisis di tempat atau beberapa hari atau lebih lama di lokasi dengan penundaan pemrosesan pengujian, jika dikirim ke lab luar.
Tes swab PCR sangat akurat bila dilakukan dengan benar oleh profesional perawatan kesehatan.(*)
Baca Juga: Evaluasi PPKM 25 Oktober, Jokowi: Harga Tes PCR Jadi 300 Ribu, Berlaku 3x24 jam
Source | : | Tribunnews.com,Mayoclinic.org |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar