GridHEALTH.id - Kasus Covid-19 di Indonesia terus mengalami penurunan.
Padahal di banyak negara kasus pandemi Covid-19 mengalami peningkatan kegara Omicron siluman, BA.2
China salah satu contohnya di kota Shanghai dengan penduduk lebih dari 26 juta orang, melaporkan 5.298 kasus tanpa gejala baru yang ditularkan secara lokal dan 355 kasus bergejala pada hari Kamis (31/03/2021), dibandingkan dengan 5.656 kasus tanpa gejala lokal dan 326 kasus baru dengan gejala yang dilaporkan sehari sebelumnya.
Menurut angka terbaru, Shanghai juga menyumbang hampir 80% dari kasus tanpa gejala lokal yang dilaporkan di seluruh China pada hari Rabu, dan sekitar 20% dari mereka yang memiliki gejala.
Tapi di Indonesia kebalikannya. Malah Indonesia kini akan masuk fase endemi.
Hal ini pun ditegaskan oleh Wapres Ma'Ruf Amin.
Menurut Wapres, saat libur Ramadan 1443 Hijriah di 2022 Masehi akan menjadi salah satu faktor penentu Indonesia untuk memasuki masa endemi COVID-19.
"Hari Raya ini, Ramadan ini, menentukan apakah nanti akan masuk endemi atau masih kita di dalam pandemi," ujar Wapres di sela kunjungan kerjanya ke Surabaya, Kamis, dilansir dari Antara.com (31/3/202).
Mengenai hal tersebut menurut Wapres, saat ini pemerintah berencana mempersilakan masyarakat untuk melakukan mudik pada Ramadan tahun ini.
Baca Juga: Ini Cara Menyiasati Kantuk di Siang Hari Saat Puasa Minggu Pertama
Syaratnya adalah pemudik harus sudah menerima vaksin penguat atau booster.
Wapres mengingatkan warga agar tetap menjaga protokol kesehatan selama melakukan mudik tersebut.
"Walau katanya tidak begitu berbahaya, tapi di daerah itu banyak orang tua, yang lanjut usia. Yang rentan banyak sekali, banyak komorbid, banyak anak-anak," jelasnya.
Karena itu, kata Ma'ruf, kepada pemerintah daerah yang wilayahnya menjadi tujuan pemudik agar bersiap untuk menerima kemungkinan mudik dibuka tahun ini, jika tidak ada lonjakan kasus Covid-19 luar biasa.
Ia berharap, mudik bisa dilakukan oleh masyarakat dan tidak ada lonjakan kasus pasca lebaran nanti. Dengan begitu, Indonesia bisa berharap untuk memasuki masa endemi pasca Ramadan.
"Sehingga kita bisa normal kembali," tutur Ma'ruf.
Prihal Endemi, Menkes Budi Gunadi menegaskan ada tiga indikator yang harus dipenuhi supaya pandemi Covid-19 di Indonesia bisa menjadi endemi.
Indikator tersebut merujuk pada panduan yang dirilis oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Budi mengatakan, tiga indikator itu adalah:
Baca Juga: Supaya Penyandang Diabetes Aman Mengonsumsi Buah Kurma, Ini Caranya
1. Jumlah kasus baru paling banyak 20 kasus per 100 ribu penduduk;
2. Jumlah pasien dirawat di rumah sakit sebanyak lima pasien per 100 ribu penduduk; dan
3. Jumlah kematian satu per 100 ribu penduduk selama enam bulan berturut-turut.
"Kalau kita memenuhi tiga kriteria ini sekaligus antara tiga sampai enam bulan berturut-turut, dari sisi kesehatan itu adalah indikator bahwa kita sudah bisa masuk endemi," ungkap Budi.
Hal tersebut dipaparkan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin saat rapat kerja bersama Komisi IX DPR, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (23/3/2022), menyampaikan juga prihal narasi endemi.
Tapi Hati-hati prihal narasi endemi ini.
Narasi endemi yang mengalir deras ke masyarakat, menurut Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, menyebabkan tingkat vaksinasi booster di Indonesia masih berada di angka 6,06 persen.
Angka ini jauh di bawah capaian rata-rata vaksinasi booster dunia 18,55 persen.
Padahal, vaksinasi booster menjadi syarat utama bagi masyarakat yang ingin melakukan mudik tahun ini.
Baca Juga: Healthy Move, Jenis dan Waktu Terbaik Melakukan Olahraga di Bulan Puasa
Menurut Dicky, hal pertama yang membuat masyarakat enggan melakukan vaksinasi booster karena pemerintah sudah gembar-gembor mengatakan status pandemi akan turun ke level endemi.
"Faktor euforia, optimisme berlebihan dari pemerintah yang menarasikan ini sudah terkendali dan masuk endemi. Sehingga semangat atau persepsi risiko, kewaspadaan yang terbangun di masyarakat ini menurun, sulit dibangun lagi," ujar Dicky, dilansir dari Tempo.co (25/3/2022).
Penyebab lainnya menurut Dicky mengatakan penyebab masyarakat enggan melakukan vaksinasi booster karena pada vaksinasi dosis pertama dan kedua, mereka mengalami Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi atau KIPI yang tidak menyenangkan.
Dengan minimnya literasi soal KIPI tersebut, masyarakat takut untuk melanjutkan ke vaksinasi dosis ketiga.
Pilih-pilih merek dan jenis vaksin booster Covid-19 pun menjadi penyebab rendahnya cakupan vaksinasi booster Covid-19 saat ini.
Banyak masyarakat yang ingin divaksin dengan jenis vaksin yang homogen atau sejenis.
Sementara pada vaksinasi booster, rata-rata masyarakat mendapatkan jenis vaksin yang berbeda dibanding vaksinasi pertama dan kedua.
Belum lagi banyak juga masyarakat yang sudah vaksinasi dosis dua tapi belum menerima sertifikast vaksin tersebut di PeduliLindungi. Sehingga dirinya tidak bisa mendapatkan vaksin booster Covid-19.
"Jadi pemerintah harus lebih ekspansif dan proaktif (melakukan vaksinasi dosis ketiga), dibandingkan saat dosis vaksin satu dan dua," kata Dicky.(*)
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar