Jika ada tenaga medis yang melakukan metode diagnosa sebagai terapi pengobatan, apalagi jika tidak dibarengi dasar ilmiah yang jelas dan diakui, ini tentu sudah menyalahi.
Untuk diketahui, dokter bekerja secara profesional dengan dasar Evidence-based medicine.
Evidence based medicine (EBM) adalah proses yang digunakan secara sistematik untuk melakukan evaluasi, menemukan, menelaah/ me-review, dan memanfaatkan hasil-hasil studi sebagai dasar dari pengambilan keputusan klinik.
Menurut Sackett et al. (2000), Evidence-based medicine (EBM) adalah suatu pendekatan medik yang didasarkan pada bukti-bukti ilmiah terkini untuk kepentingan pelayanan kesehatan penderita.
Dengan demikian, dalam praktek, EBM memadukan antara kemampuan dan pengalaman klinik dengan bukti-bukti ilmiah terkini yang paling dapat dipercaya.
Dengan demikian, maka salah satu syarat utama untuk memfasilitasi pengambilan keputusan klinik yang evidence-based adalah dengan menyediakan bukti-bukti ilmiah yang relevan dengan masalah klinik yang dihadapi, serta diutamakan yang berupa hasil meta-analisis, review sistematik, dan randomized double blind controlled clinical trial (RCT).
Adapun kesaksian dari ahli yang dilaporkan kepada IDI dalam hal ini Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK), mengenai Metode Cuci Otak dokter Terawan, adalah sebagai berikut:
Baca Juga: Kadar Kolesterol Tinggi Bisa Muncul di Usia Anak, Begini Cara Deteksinya
Prof. Dr. Irawan Yusuf, Ph.D: Peran utama Brain Wash (BW) hanya meningkatkan cerebral blood flow pada stroke kronik, memperbaiki suplai darah ke jaringan yang infark sehingga oksigen, nutrisi dan obat bisa sampai serta memperpanjang window period, gejala klinis membaik. Tetapi simpulan yang ditonjolkan terlalu berlebihan (sebagai alternatif terapi stroke yang standar) sehingga mempertajam kontrovers.
Prof. DR. Dr. Moh. Hasan Machfoed, Sp.S(K): DSA di bidang neurologi disebut sebagai cerebral angiography, digunakan untuk DIAGNOSIS gangguan pembuluh darah otak (stroke iskemik), dimana di RS tipe A, DSA bukan merupakan hal yang baru, tetapi sudah rutin dilaksanakan untuk sarana DIAGNOSTIK, bukan diperuntukkan sebagai sarana TERAPI/ pengobatan, apalagi untuk PREVENSI/ pencegahan stroke. Mereka menyebut DSA, bukan Brain Washing.
Kenyataannya promosi BW luar biasa gencar di semua media sosial, media massa, elektronik dan lain-lain, sehingga di masyarakat timbul anggapan cuci otak atau BW merupakan cara baru yang patut dicoba terutama bagi penderita stroke
Tayangan promo Brain spa di Metro TV, Jumat 16 November 2012 menyebut “inilah satu-satunya
metode baru di Indonesia, bahkan di dunia” adalah berlebihan, dan tidak sesuai dengan guidelines/panduan manajemen stroke iskemik yang ada.
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar