GridHEALTH.id – Jelang pekan imunisasi dunia 2022 pada akhir April, orangtua perlu ingat betapa pentingnya melakukan vaksinasi bagi anak.
Mengutip laman promkes.kemkes.go.id, imunisasi dilakukan dengan tujuan agar anak mendpatkan kekebalan secara individu, serta pembasmian suatu penyakit.
Salah satu jenis penyakit yang bisa dihindari dari pemberian imunisasi dasar lengkap kepada anak adalah difteri.
Difteri merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri bernama Corynebacterium diphtheria, yang bisa menyebar melalui kontak langsung atau droplet di udara saat bersin maupun batuk.
Selain itu, bakteri penyebab difetri juga bisa menempel di permukaan benda, yang jika disentuh maka ada risiko terinfeksi.
Melansir National Center of Biotechnology Information, saat menyerang manusia, bakrteri tersebut akan memengaruhi sistem pernapasan atas.
Anak-anak yang belum diimunisasi, mempunyai risiko yang sangat tinggi tertular penyakit difteri.
Gejala dan tanda-tanda difteri biasanya akan mulai muncul 2-5 hari setelah anak terpapar oleh bakteri tersebut. Gejala yang muncul pun bisa dari ringan hingga berat.
Tanda-tanda awal dari infeksi yakni sakit tenggorokan dan demam. Kemudian, dalam kondisi yang lebih parah, bakteri akan memproduksi racun yang menimbulkan bercak putih keabu-abuan di bagian belakang tenggorokan.
Baca Juga: Jangan Sampai Tertular Covid-19, Lakukan Ini Supaya Anak Mau Pakai Masker
Nah, bercak-bercak ini bisa menghalangi udara dan membuat anak yang terinfeksi sulit untuk bernapas, menelan, atau bahkan sekadar batuk.
Bercak ini juga bisa masuk ke aliran darah dan memicu terjadinya komplikasi seperti berikut:
1. Kerusakan pada otot jantung (miiokarditis)
2. Kerusakan saraf (neuropati)
3. Kehilangan kemampuan untuk bergerak (paralisis atau lumpuh)
4. Gagal ginjal
Pada beberapa orang infeksi difteri bisa menyebabkan kematian. Bahkan sekitar 1 dari 10 pasien dengan difteri pernapasan harus kehilangan nyawanya. Tanpa adanya pengobatan, setengah dari pasien difteri bisa meninggal dunia.
Terdapat dua pengobatan utama dalam perawatan difteri, yakni pemberian difteri antitoksin yang bertujuan menetralkan toksin yang tidak terikan dalam darah.
Ada juga perawatan antibiotik yang dilakukan untuk membatasi pelepasan toksin ke dalam sistem dan mempercepat proses pemulihan.
Baca Juga: Persiapan Sekolah dalam Pembelajaran Tatap Muka, Ceklis yang Harus Dipatuhi
Namun, lebih baik mencegah daripada mengobati dan tidak mempertaruhkan nyawa anak karena penyakit ini. Satu-satunya cara untuk mencegah difteri adaalah dengan melakukan imunisasi.
Melansir laman idai.or.id, pemberian vaksin DTaP kepada anak-anak bisa dilakukan ketika usia 2, 3, 4 bulan atau 2, 4, 6 bulan.
Kemudian, booster pertama akan diberikan saat anak berumur 18 bulan dan dosis penguat berikutnya diberikan ketika anak berumur 5-7 tahun (kelas 1 Sekolah Dasar).
Ketika anak sudah berusia 7 tahun atau lebih, jenis vaksin yang digunakan dalam imunisasi adalah Td atau Tdap.
Td merupakan vaksinasi untuk melawan tetanus dan difteria. Sedangkan Tdap adalah vaksin untuk mencegah tetanus, difteria, dan pertusis.
Imunisasi booster selanjutnya dilakukan ketika anak berumur 10-18 tahun pad program BIAS. Setelahnya, booster vaksin Td diberikan setiap 10 tahun sekali.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat menjelaskan, rata-rata tidak ada efek samping dari pemberian imunisasi DTap atau Tdap. Namun jika ada, itu juga ringan seperti berikut:
* Kemerahan, pembengkakan, dan nyeri di bagian tubuh yang disuntik
* Demam
Baca Juga: Gejala Stroke Usia Muda dan Pada Anak, Satu Terdeteksi Segera ke Dokter
* Muntah
Itulah betapa pentingnya pemberian imunisasi pada anak, yakni untuk mencegah terjadinya penyakit yang bisa membahayakan keselamatan merka, seperti difteri.
Baca Juga: Kejar Vaksin MR, Supaya Anak Terhindar dari Komplikasi Campak dan Rubella yang Tidak Ada Obatnya
Source | : | idai.or.id,promkes.kemkes.go.id,NCBI |
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar