Maka dari itu, jelas Prof Zullies, semestinya bukan melegalisasi tanaman ganjanya, karena potensi penyalahgunaannya akan besar.
Baca Juga: Healthy Move, Malas Berolahraga, Gunakan 7 Trik Ini Untuk Melawannya
Siapa yang akan mengontrol takarannya, cara penggunaannya, dan lain-lain walaupun alasannya adalah untuk terapi?
Dikuatirkan akan banyak ‘penumpang gelap’ yang akan menumpang pada legalisasi ganja. Berapa persen sih pengguna ganja yang benar-benar butuh untuk terapi dibandingkan dengan yang untuk rekreasi?
Jadi mestinya yang dapat dilegalkan bukan tanaman ganjanya, tetapi obat yang diturunkan dari ganja dan yang sudah teruji klinis, yaitu CANNABIDIOL.
Karena itulah, Ketua Umum PB IDI, dr Adib Khumaidi, SpOT mengatakan bahwa sejauh ini riset lebih lanjut masih dilakukan terkait ganja sebagai pengobatan.
IDI mendorong adanya riset terlebih dahulu sebelum akhirnya digunakan dalam pelayanan medis.
Para pakar IDI yang dilibatkan dalam riset di Kementerian Kesehatan RI dan lembaga terkait lainnya masih terus mengumpulkan referensi ilmiah terkait ganja medis.
“Proses di internal sudah dilakukan oleh IDI dengan elaborasi dengan dasar ilmiah yang ada, tentunya riset dengan referensi ilmiah. Semuanya harus tetap berbasis evidence based, jangan sampai merugikan dan keamanan, keselamatan pasien harus diperhitungkan,” tegas dr Adib.(*)
Baca Juga: Atasi Asma Dengan Obat Herbal Versi TCM, Salah Satunya Xiao Qing Long Tang
Source | : | Rilis IDI |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar