GridHEALTH.id -Kasus Magelang yang menewaskan ayah, ibu, dan kakak, dengan satu orang pelaku anggota keluarganya sendiri yang paling bungsu, membawa hikmah bagi kita semua.
Hikmahnya psikologi anak dalam kasus kematian satu keluarga di Magelang ini jadi ikut tersorot.
Kematian satu keluarga yang menjadi korban terdiri dari ayah bernama Abbas Ashari (58), ibu bernama Heri Riyani (54), dan anak sulung bernama Dhea Chairunisa (25).
Kasus pembuhan dengan sengaja tersebut yang terjadi di Dusun Prajen, Desa Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah,fakta-fakta baru telah bermunculan, dan dibeberkan pihak kepolisian.
Diketahui, sebelum menewaskan Abbas Ashar (58), Heri Riyani (54) dan Dhea (25) yang merupakan ayah, ibu dan kakaknya pada Senin (28/11/2022), Dhio sudah pernah melakukan aksi serupa beberapa hari sebelumnya.
Dhio melakukan percobaan pertamanya untuk membunuh keluarganya pada Rabu (23/11/2022).
Melansir dari Kompas.tv, seorang psikolog klinis Liza Mariellly Djaprie menyoroti tindakan keji Dhio Daffa Syahdilla atau DDS (22) melakukan pembunuhan keluarganya sendiri dengan racun sianida.
Liza menduga, faktor pelaku melakukan pembunuhan karena memiliki gangguan psikologis, yakni psikopatik atau bisa saja gangguan kepribadian psikotik.
"Itu biasanya bisa karena memang dia memiliki gangguan psikologis, apakah dia punya gangguan kepribadian psikopatik (psikopat) atau gangguan kepribadian psikotik, mungkin ada halusinasi yang menyuruhnya menghabisi keluarganya bisa juga," kata Liza dalam Kompas Petang, Kompas TV, Kamis (1/12/2022).
Namun, dia juga menuturkan, aksi keji DDS juga kemungkinan dapat dipicu karena komunikasi konflik yang berkelanjutan.
"Bisa juga ini merupakan komunikasi konflik yang berkelanjutan, yang nampaknya baik-baik saja selama ini, namun terjadi ledakan yang luar biasa karena konflik tersebut tidak pernah terselesaikan," jelasnya.
Liza menerangkan, beberapa kasus gangguan psikologis memang bisa terlihat, yakni adanya kecenderungan perilaku maupun berpikir yang berbeda. Namun, lanjut dia, terkadang ada kasus yang tidak terlihat.
"(Gangguan psikologis tak terlihat), gangguannya tertutup, dia tampak masih berfungsi dengan baik, sosialisasi juga baik-baik saja, tapi ternyata mungkin misalnya menampung kemarahan luar biasa di dalam, ada yang namanya agresivitas terselubung," ujarnya.
"Jadi tertutup di dalam, kemudian (amarahnya) numpuk-numpuk, kemudian meledak. Ibaratnya kayak gas meledak itu, sudah tidak karu-karuan," imbuhnya.
Tentu saja, kesehatan mental pada anak akhirnya jadi tersorot.
Keluraga jadi salah satu lingkungan yang berperan penting dalam menangani kasus kesehatan mental pada anak.
Mengapa menjaga kesehatan mental anak jadi hal penting yang harus diperhatikan oleh kedua orangtua?
Baca Juga: Bahaya Tren Sleepover Date, Penyakit Seksual Hingga Gangguan Psikologis
Bukan tanpa alasan, kesehatan mental yang baik dan terjaga memungkinkan anak untuk berpikir jernih, berkonsentrasi, berkembang lebih baik secara sosial dan lebih mudah mempelajari keterampilan baru.
Ada beberapa hal yang semua anggota keluarga bisa dilakukan untuk menjaga kesehatan mental anak.
Mendorong langkah pertama anak-anak atau kemampuan mereka untuk mempelajari permainan baru, dapat membantu mereka mengembangkan keinginan untuk mengeksplorasi dan belajar tentang lingkungan mereka.
Perhatian dari keluarga akan membantu membangun kepercayaan diri dan harga diri anak.
Anak kecil membutuhkan tujuan realistis yang sesuai dengan ambisi mereka dan kemampuan mereka.
Dengan bantuan keluarga, anak yang lebih besar dapat memilih kegiatan yang menguji kemampuan mereka dan meningkatkan kepercayaan diri mereka.
Jangan sembunyikan kegagalan yang anggota keluarga alami dari anak-anak.
Penting bagi mereka untuk mengetahui bahwa semua orang pasti membuat kesalahan.
Baca Juga: Kenali Titik Pijat Refleksi Kaki dan Manfaatnya Bagi Kesehatan
Jika seorang anak kalah dalam permainan atau gagal dalam ujian, cari tahu bagaimana perasaannya tentang situasi tersebut.
Menerima kegagalan atau kekalahan adalah salah satu cara terbaik untuk menguatkan kesehatan mental anak.
Jangan hanya meminta anak untuk berusaha melakukan yang terbaik, tetapi minta mereka untuk menikmati prosesnya juga.
Mencoba aktivitas baru akan mengajarkan anak-anak tentang kerja tim, harga diri, dan keterampilan baru.(*)
Baca Juga: Usia Tak Bisa Jadi Jaminan Kondisi Tubuh dan Emosional Seseorang
Source | : | Halodoc.com,Kompas. TV,kemkes.go.id |
Penulis | : | Magdalena Puspa |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar