* Madu diproduksi oleh enam sampai sebelas dari sekitar 20.000 spesies lebah. Lebah (paling sering, Apis mellifera) minum nektar dari bunga dan mencampurkannya beberapa kali dengan enzim saliva (diastase dan invertase) di kantung madunya.
* Nektar bunga secara kimiawi diubah menjadi madu ketika gula kompleks dipecah secara enzimatik menjadi glukosa dan fruktosa, dan kelebihan air diuapkan.
* Nektar dan madu itu berbeda! Ini berdasarkan komposisi kimianya. Nektar adalah larutan gula, asam amino, protein, lipid, mineral, dan komponen lainnya, sedangkan madu lebih diproses dan lebih kaya.
Karenanya tidak heran ada berjuta bahkan beribu manfaat dari madu jika rutin kita konsumsi.
Dari hasil penlitian yang terbilang baru, madu bisa menurunkan kadar gula darah dan kolesterol.
Hanya saja dari penelitian tersebut diketahui manfaat itu hanya berlaku pada madu jenis tertentu.
Ulasan dan meta-analisis yang dilakukan oleh para peneliti di University of Toronto, Kanada, melihat efek madu dalam 18 uji coba terkontrol. Dari keseluruhan uji coba ini, sebanyak lebih dari 1.000 partisipan sehat turut serta.
Hasilnya, peneliti menemukan bahwa madu mentah dan madu monofloral memberikan manfaat untuk berbagai masalah kesehatan seperti diabetes dan kolesterol tinggi. Keduanya menjadi faktor risiko penting yang bisa memicu penyakit jantung.
Secara mendetail, peneliti menunjukkan bahwa kedua jenis madu dapat menurunkan kadar gula darah puasa atau saat perut kosong, kolesterol total, dan penanda penyakit perlemakan hati.
Madu mentah adalah madu yang disajikan tanpa melewati proses pengolahan terlebih dahulu. Pemrosesan memperlambat granulasi madu yang terjadi secara alami. Hal ini membuat madu lebih sulit dituang dari botol.
Madu mentah juga memiliki banyak nutrisi. Termasuk di antaranya antioksidan, yang jumlahnya bisa berkurang jika madu melalui proses pengolahan.
Baca Juga: Bersihkan Sela-sela Gigi, Lebih Aman Pakai Tusuk Gigi atau Dental Floss?
Source | : | Yankes.kemenkes.go.id-madu |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar