GridHEALTH.id - Sejak 2019 dunia, termasuk Indonesia, terfokus pada bahaya Covid-19, sampai seolah melupakan penyakit endemik di Indonesia.
Padahal Indonesia mempunyai penyakit endemik yang tidak boleh diabaikan, karena begitu menyeramkan, mematikan, dan kasusnya belum sepenuhnya dituntaskan dengan baik.
Asal tahu saja, berdasarkan Global TB Report 2022 insiden tuberkulosis tinggi, 4,8 dari 10,6 juta atau 45% dari insiden global.
Kematian tuberkulosis tertinggi 0,76 dari 1,38 juta atau 55% dari kematian global. Sedangkan cakupan pengobatan hanya 62%.
Di Indonesia belum sepenuhnya terbebas dari Malaria, dengan perkiraan 5 juta kasus dan hampir 9.000 kematian.
Baca Juga: Kenapa Covid-19 Heboh, Faktanya Malaria dan TBC Lebih Berbahaya
Kini setelah PPKM dicabut pemerintah, kita semua tamp akecuali harus kembali menaruh perhatikan kepada penyakit endemik di Indonesia yang bukan saja hanya malaria dan TBC.
Hal itu untuk menjadi kewaspdaan kita semua, untuk pencegahan, dan pengobatan hingga tuntas. Apalagi TBC sangat menular dan mematikan, juga kasusnya banyak.
Padahal bisa dicegah dan diobati, bahkan obatnya gratis!
Berikut ini daftar dan informasi mengenai penyakit endemik di Indonesia, seperti di kutip dari situs resmi Kemenkes RI.
Penyakit malaria memiliki beberapa gejala yang mirip dengan Covid-19 seperti demam, sakit kepala, dan nyeri otot.
Baca Juga: 5 Buah Pantangan Bagi Penderita Asam Urat Jika Tak Mau Kambuh
Sehingga prosedur layanan malaria untuk menjaga agar tidak terjadi peningkatan kasus malaria pada saat pandemi Covid-19 selalu mengacu pada protokol pencegahan virus corona.
Selain itu penyakit malaria akan semakin memperberat kondisi seseorang yang juga terinfeksi Covid-19.
Menurut Kemenkes RI (28/04/2018), angka kasus malaria di Indonesia masih, terdapat 10,7 juta penduduk yang tinggal di daerah endemis menengah dan tinggi malaria.
Daerah tersebut terutama meliputi Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis.
Baca Juga: Bahan Alami Sederhana Bisa Menghilangkan Panu sampai ke Akar
Data dari seluruh dunia menunjukkan bahwa Asia, termasuk Indoensia, menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD terbanyak setiap tahunnya.
Sementara itu, sejak tahun 1968 hingga 2009, WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.
Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk.
Penting dicatat, demam berdarah pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (angka kematian sebesar 41,3 persen).
Sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia, dan kasus DBD di Indonesia hingga Juli 2020 mencapai 71.633 kasus.
Baca Juga: Sudah Merasa Bersih Kok Muncul Kurap di Kulit? Ternyata Ini Gejala Awal dan Penyebabnya!
10 provinsi yang melaporkan jumlah kasus terbanyak ada di Jawa Barat 10.772 kasus, Bali 8.930 kasus, Jawa Timur 5.948 kasus, NTT 5.539 kasus, Lampung 5.135 kasus, DKI Jakarta 4.227 kasus, NTB 3.796 kasus, Jawa Tengah 2.846 kasus, Yogyakarta 2.720 kasus, dan Riau 2.255 kasus.
TBC atau Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan adanya kuman Mycobacterium Tuberculosis, yang masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan.
TBC menjadi penyakit infeksi yang menular, juga dapat menyerang organ tubuh, terutama paru-paru, untuk itu perlu penanganan serius.
Penyakit Tuberkulosis (TBC) adalah masalah kesehatan terbesar di dunia setelah HIV.
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) di Indonesia kasus TBC mencapai angka 1.000.000 kasus.
Baca Juga: Titik Pijat Refleksi Kaki Untuk Atasi Sesak Napas, Siapa Sangka Tanpa Obat Bisa Jadi Solusinya
Sedangkan, jumlah kematian akibat penyakit ini diperkirakan mencapai 110.000 kasus per tahun.
Pengobatan TBC harus tepat dan cepat, karena kuman-kuman TBC akan menjadi kebal terhadap pengobatan biasanya disebut Tuberculosis Multi-drug Resistant (TB MDR) atau Tuberculosis Extensively-drug Resistand (TB XDR).
Adapun success rate pengobatan penyakit ini di Indonesia mencapai 90 persen pasien TB, yang berarti 90 pesen pasien penderita Tuberkulosis yang diobati dapat disembuhkan.
Gejala klinis demam Chikungunya mirip dengan gejala demam berdarah dengue seperti demam mendadak, menggigil, muka kemerahan, mual, muntah, nyeri punggung, nyeri kepala, Fotofobia, dan timbul bintik-bintik kemerahan terutama di daerah badan.
Nyeri sendi terutama di sendi siku, lutut, pergelangan kaki, serta sendi-sendi kecil di pergelangan tangan dan kaki yang berlangsung beberapa hari sampai satu minggu, menjadi gejala yang sangat spesifik untuk penyakit ini.
Baca Juga: Perhatikan 3 Hal Ini Saat Pilih Sepatu untuk Anak Baru Belajar Jalan
Meskipun tak menimbulkan kematian, serangan penyakit yang ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti dapat menimbulkan kepanikan dan ketakutan masyarakat.
Masa inkubasi demam Chikungunya berada di kisaran 3-11 hari, dan terbanyak 2-4 hari. Di masa ini, penderita seolah-olah menjadi lumpuh dan sakit ketika bergerak.
Untuk diketahui. demam Chikungunya telah dikenal ratusan tahun yang lalu, dari sejarah yang diduga KLB Chikungunya terjadi pada tahun 1779 di Batavia dan Cairo, tahun 1823 di Zanzibar, tahun 1824 di India, tahun 1870 di Zanzibar, tahun 1871 di India, tahun 1901 di Hongkong, Burma dan Madras, tahun 1923 di Calcuta, serta tahun 1928 di Cuba yang untuk pertama kalinya digunakan istilah dengue.
Dari tahun 1952, virus Chikungunya telah menyebar luas di daerah Afrika dan menyebar ke Amerika dan Asia
Pada akhir tahun 1950 dan 1960 virus berkembang di Thailand, Kamboja, Vietnam, Manila dan Birma.
Adapun KLB Chikungunya di Indonesia pernah dilaporkan pada 1973 yang terjadi di Samarinda, Kalimantan Timur, pada tahun 1980 di Kuala Tungkal, Jambi dan pada tahun 1983 di Yogyakarta.
Sejak tahun 1985 seluruh provinsi di Indonesia pernah melaporkan adanya KLB Chikungunya.
Laporan KLB Chikungunya mulai terjadi lagi di Muara Enim pada tahun 1999, Aceh pada tahun 2000, Jawa Barat (Bogor, Bekasi, Depok) pada tahun 2001.
Lebih lanjut, pada tahun 2002 banyak daerah melaporkan terjadinya KLB Chikungunya seperti Palembang, Semarang, Jawa Barat dan Sulawesi Utara.
Penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi.
Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi.
Baca Juga: Titik Pijat Demam Pada Anak, Ampuh Turunkan Demam Tanpa Harus Minum Obat
Pada 2008 terjadi KLB di 69 kecamatan di Indonesia dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94 persen).
Pada 2009 terjadi KLB di 24 kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, kematian 100 orang (CFR 1,74 persen). Sedangkan di tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74 persen).
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia.
Penyebab utama kematian akibat diare merupakan tata laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan, sehingga untuk menurunkan kematian lantaran diare, diperlukan tata laksana yang cepat dan tepat.
Dari paparan di atas bisa kita ketahui bahwasannya penyakit endemik di Indonesia adalah penyakit infeksi.
Dengan bahasa lain, Indoensia masih menjadi negara dengan kasus penyakit infeksi yang masih tinggi.
Hal ini hanya bisa diatasi jika kita semua sadar dan mau berubah dengan bergerak bersama melakukan pencegahan, dan pengobatan dengan tuntas, yang sesuai menurut medis.(*)
Baca Juga: 3 Cara Mengatasi Nyeri Punggung Akibat Posisi Tidur yang Tidak Benar
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar