GridHEALTH.id - Ledakan kasus Covid-19 di Cina telah menelan ribuan nyawa hanya dalam waktu satu bulan.
Presiden Cina Xi Jinping, resmi mencabut kebijakan zero-covid dan pembatasan dihentikan pada awal Desember 2022.
Ini mengakibatkan peningkatan kasus infeksi, yang bisa mencapai 70-90%, di beberapa kota besar.
Dalam konferensi pers yang dilakukan pada Sabtu (14/1/2023), Komisi Kesehatan Nasional (NHC), mengungkapkan angka kematian Covid-19 di Cina hampir tembus 60.000 jiwa.
Kepala Departemen Urusan Medis NHC Jiao Yahui mengungkapkan, itu merupakan jumlah kematian yang tercatat sejak 8 Desember sampai 12 Januari.
Melansir CNN, Minggu (15/1/2023), total ada 59.938 meninggal akibat Covid-19 dengan rincian, 5.503 mengalami gagal napas dan 54.435 lainnya memiliki komorbid dan kondisinya memburuk setelah terinfeksi.
Dua penyakit komorbid atau penyerta yang memberatkan infeksi Covid-19 yang dialami oleh 54 ribu orang tersebut, antara lain kanker dan penyakit kardiovaskular.
Mengutip dari The Guardian, Sabtu (14/1/2023), total angka kematian mungkin lebih besar, karena yang dilaporkan secara resmi hanya berasal dari jumlah kematian yang terjadi di rumah sakit.
Muncul kekhawatiran tentang penyebaran virus lebih lanjut, mengingat pada akhir pekan akan terjadi perjalanan besar-besaran oleh masyarakat untuk merayakan tahun baru imlek.
Meski begitu, Jiao mengklaim bahwa negaranya telah berhasil melewati puncak gelombang Covid-19, karena jumlah orang yang berobat menurun.
Misalnya pada 23 Desember 2022 ada sekitar 2,9 juta orang yang datang ke klinik dengan keluhan demam. Sedangkan pada Kamis (12/1/2023), hanya ada 477.000 orang yang berobat.
Begitu juga dengan orang-orang yang dirawat inap, meski sempat naik pada 5 Januari 2023 sebanyak 1,63 juta orang, kini mulai menurun.
Per 12 Januari, hanya ada sekitar 1,27 juta pasien Covid-19 yang masih menjalani perawatan intens di rumah sakit.
"Data ini menunjukkan puncak darurat nasional telah berlalu," tegasnya.
Baca Juga: Masih Banyaknya Hoaks Covid-19, Alasan Capaian Vaksin Booster Lansia Rendah
Para petinggi dari beberapa negara di dunia serta Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), mengkritik pemerintah China karena dinilai tidak transparan dengan situasi yangs edang terjadi.
Diketahui pemerintah setempat tidak lagi memberikan laporan jumlah orang yang terinfeksi semenjak terjadinya lonjakan.
Ini membuat direktur jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus berbicara langsung dengan Menteri Kesehatan Ma Xiaowei.
Hingga akhirnya dibagikan secara rinci informasi terkait jumlah pasien Covid-19 yang menjalani rawat jalan, rawat inap, membutuhkan perawatan darurat, dan kematian di rumah sakit.
"WHO sedang menganalisis informasi ini, yang mencakup awal Desember 2022 hingga 12 Januari 2023," ujarnya.
"Memungkinkan pemahaman yang lebih baik tentang situasi epidemiologis dan dampak gelombang ini di Cina," jelasnya.
WHO juga meminta data yang lebih rinci, kasus Covid-19 berdasarkan provinsi dari waktu ke waktu dan mengimbau pemerintah China untuk lebih terbuka. (*)
Baca Juga: Subvarian XBB.1.5 Dominasi Kasus Covid-19 di AS, Penularannya 120 Persen Lebih Cepat
Source | : | CNN,The Guardian |
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar