GridHEALTH.id – Banyak remaja dan anak Indonesia yang mulai mencoba untuk merokok dengan berbagai alasan, mulai dari coba-coba, terpengaruh teman atau orangtua, anggapan rokok menghilangkan stres, hingga gaya hidup yang terkesan ‘keren’ agar dapat bergabung bersama suatu geng.
Kebiasaan inilah yang membuat perokok sulit lepas hingga dewasa dan dengan adanya penemuan baru berupa rokok elektrik, banyak orang yang akhirnya beralih dari rokok konvensional ke rokok elektrik dengan alasan menjadi alat untuk lepas dari rokok konvensional.
Nyatanya, penelitian ilmiah menunjukkan, rokok elektrik atau vape ini sama berbahayanya. Simak ulasan berikut ini mengenai bahaya rokok elektrik bagi paru dan alasan rokok elektrik bukan alat untuk lepas dari rokok konvensional.
Berdasarkan hasil temuan dari survei Global Adult Tobacco Survey (GATS) pada tahun 2011 dan diulang kembali tahun 2021 dengan melibatkan 9.156 responden, ditemukan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir terjadi peningkatan signifikan jumlah perokok dewasa.
GATS menyebutkan peningkatan ini sebesar 8,8 juta orang, dari 60,3 juta pada tahun 2011 menjadi 69,1 juta perokok konvensional pada tahun 2021. Di Indonesia, jumlah perokok konvensional mencapai 37,90% dari seluruh populasi dengan jumlah 53,7 juta jiwa dan menjadi negara ke-13 dari seluruh dunia.
Kenaikan prevalensi perokok elektrik juga terjadi hingga 10 kali lipat, dari 0,3% pada tahun 2011 menjadi 3% di tahun 2021. Berdasarkan data per Juli 2022, tercatat pengguna rokok elektrik di Indonesia mencapai 2,2 juta orang.
Rokok elektrik adalah alat yang berfungsi seperti rokok namun tidak menggunakan atau pun membakar daun tembakau, melainkan mengubah cairan menjadi uap yang dihisap oleh perokok ke dalam paru.
Ada banyak nama lain atau sebutan dari rokok elektrik, mulai dari vapour, vape, e-cig, e-juice, e-liquid, smartsmoke, smartcigarette, personal vaporizer, dan green cig.
Berdasarkan pemamparan yang disampaikan oleh DR. Dr Erlina Burhan MSc. Sp.P(K) selaku Pengurus Perhimpunan Dokter Spesialis Paru Indonesia (PDPI) dalam Media Group Interview pada Sabtu (14/01/2023), dijelaskan berikut ini kandungan rokok elektrik yang perlu diperhatikan, yaitu:
- Nikotin
- Zat kimia lain
Baca Juga: Fakta Vape, Dokter; 30 Kali Hisap Vape Sama dengan Nikotin 1 Batang Rokok Tembakau
- Perasa
- Propilen glikol
- Gliserin
- Silikat dan nanopartikel (dapat masuk ke bagian paling dalam paru).
Kadar nikotin dalam cairan isi ulang/e-liquid/cartridge bervariasi dari 14,8-87,2mg/ml pada cairan. Kandungan nikotin di dalam cairan isi ulang ini tidak sebanding dengan nikotin dalam aerosol, uap yang dihasilkan dari menghirup rokok elektrik.
Penelitian yang disebutkan oleh Dr. Erlina Burhan mengatakan menghirup 30 kali rokok elektrik dapat mencapai kadar nikotin 1mg, sama seperti yang didapat dari 1 rokok konvensional.
Dengan beragam kandungan rokok elektrik dapat dikatakan kandungannya bersifat toksik dan karsinogen (memicu kanker), sehingga bahaya rokok elektrik bagi paru pun tetap ada.
Berikut ini beberapa bahaya rokok elektrik bagi paru dan organ lain dilihat dari kandungannya, menurut beragam penelitian yang dilampirkan oleh dr. Erlina Burhan, yaitu:
- Nikotin (bersifat adiksi/ketergantungan)
- Glikol dan gliserol (iritasi saluran napas dan paru)
- Aldehyde, formaldehyde (inflamasi paru dan karsinogen)
Baca Juga: Nahas Tulang Rusuk Venna Melinda Retak, Bukti Hasil Visum Kasus KDRT
- Logam dan heavymetals (inflamasi paru, jantung, sistemik, kerusakan sel, dan karsinogen)
- Particulate matter (PM)/UFP (inflamasi paru, jantung, sistemik, dan karsinogen)
Lebih lanjut Dr. Erlina Burhan menyampaikan bahwa alasan rokok elektrik bukan alat untuk lepas dari rokok konvensional, karena:
- Sama-sama menimbulkan kecanduan, toksik, dan berbahaya untuk kesehatan
- Sama-sama memiliki bahaya untuk paru
- Sama-sama mengandung nikotin, bahan karsinogen, dan bahan toksik lainnya
- Terbukti toksik terhadap saluran napas dan paru, serta masalah kesehatan respirasi
Rokok elektrik juga tidak membuat orang mudah terlepas dari rokok konvensional, jadi bisa saja seseorang konsumsi keduanya, maka efeknya bagi paru dan tubuh pun semakin besar.
Sejalan dengan hal ini, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) pun hingga saat ini belum menyetujui rokok elektrik sebagai alat bantu berhenti merokok.
Rokok bukanlah menjadi satu-satunya sarana pergaulan dan rokok elektrik tidak dapat dikatakan aman, sebaliknya sama berisikonya menimbulkan gangguan kesehatan, khususnya paru.
Mengingat bahayanya rokok, Kementerian Kesehatan RI pun masih terus membuka layanan Quitline bagi masyarakat yang membutuhkan layanan konseling berhenti merokok. (*)
Baca Juga: Gejala Awal Infeksi Paru-paru Mirip Dengan Pilek, Jangan Disepelekan
Source | : | IDI Online,kemkes.go.id |
Penulis | : | Vanessa Nathania |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar