GridHEALTH.id – Jalan panjang upaya revisi aturan pengendalian tembakau yang tertuang dalam PP 109/2012 masih belum menemui ujungnya.
Hingga kini, revisi aturan pengendalian tembakau masih terus berjalan, lalu sebenarnya apa yang menjadikan aturan pengendalian tembakau ini perlu direvisi? Simak ulasan berikut ini.
Pengendalian tembakau perlu dilakukan karena dirasa membahayakan kesehatan konsumen tembakau, terutama perokok dan lingkungannya, permasalahan pengendalian tembakau ini sudah menjadi masalah bagi negara maju atau pun negara berkembang.
Berbagai penelitian dan pengkajian, serta literatur di bidang kesehatan dan kefarmasian menyatakan bahwa produk tembakau yang dibakar terdapat zat kimia yang mengandung racun berbahaya, seperti nikotin, tar, dan karbonmonoksida.
Zat-zat yang terkandung dalam tembakau ini juga bisa menyebabkan berbagai penyakit, seperti kanker, jantung, impotensi, hingga gangguan kehamilan dan janin. Risiko penyakit ini juga dialami oleh orang yang menghirup asap produk tembakau secara terus menerus.
Untuk bayi dan anak yang terkena paparan asap produk tembakau juga berisiko terkena bronkhitis, pneumonia, infeksi telinga, dan kelambatan pertumbuhan paru.
Dalam kaitannya dengan aspek kesehatan ini, penggunaan tembakau sebagai bahan dasar rokok menjadi masalah paling krusial.
Mengutip dari penelitian WHO Country Office for Indonesia dengan judul “Strategi Global Pengendalian Tembakau”, dikatakan banyak negara berkembang yang belum memerhatikan dengan lebih mengenai pengendalian tembakau.
Hal ini dikarenakan ada beberapa alasan, pertama karena negara berkembang masih dalam fase kedua, yaitu jumlah kematian akibat rokok masih relatif rendah dibanding penggunanya, berbeda dengan negara di Eropa, Amerika, dan Australia.
Kedua, banyak negara menganggap ekonomi masih ditopang oleh industry tembakau, padahal jika dilihat dari pendapatan negara dari cukai rokok tidak sebanding dengan biaya kesehatan yang harus dikeluarkan untuk mengatasi dampak kesehatan yang ditimbulkan dari penggunaan produk tembakau.
Pihak Kementerian Kesehatan melalui Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes menyampaikan pernyataan tertulisnya kepada GridHEALTH.id saat dihubungi langsung mengenai perkembangan revisi aturan pengendalian tembakau.
“Masih proses pembahasan, masih diskusi panjang dan kesepakatan dengan berbagai pihak ya,” kata dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid selaku Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik dalam pernyataan tertulis kemarin (31/01/2023).
Pro dan kontra masih terus bergulir mengenai revisi aturan ini, banyak pihak yang harus dilibatkan dalam pembahasan untuk mencapai kesepakatan bersama.
Saat ditanya lebih lanjut mengenai urgensitas revisi aturan pengendalian tembakau dan antisipasi terhadap dampak dari revisi aturan ini, Nadia Tarmizi mengatakan, “Kita bisa bench mark ke negara-negara lain yang menerpakan cukai lebih tinggi, (seperti) di Eropa dan Amerika. Ya karena biaya kesehatan dampak rokok sangat besar.”
Selain itu, Nadia Tarmizi mengatakan di dalam proses revisi peraturan pengendalian tembakau ini ikut mendiskusikan mengenai kelanjutan dari pihak lainnya terkait tembakau, termasuk petani tembakau.
“Kita mencoba industri tembakau untuk bisa dialihkan, (kepada hal) yang memiliki dampak terhadap kesehatan yang seminimal mungkin,” katanya kepada GridHEALTH.id.
“Sudah diamanatkan juga pemberian keterampilan lain pada petani tembakau untuk tetap produktif,” lanjut dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid.
Diharapkan sejalan dengan target WHO dan sesuai dengan hasil Musyawarah Kesehatan Dunia (World Health Assembly) yang telah menyepakati Framework Convention on Tobacco Control sebagai traktat internasional pengendalian tembakau di seluruh dunia, maka manfaat pengendalian tembakau dapat dirasakan.
Indonesia sendiri darurat perokok anak, inilah yang menjadi salah satu harapan dari Kemenkes terkait revisi PP 109 Tahun 2012, “Harapan kita demikian, pertama penguatan regulasi, lalu peranan dari seluruh lintas sektor untuk menurunkan perokok anak,” tutup Siti Nadia Tarmizi.
Perlu diingat, perokok pasif juga akan mendapatkan manfaat dari pengendalian tembakau ini, bukan hanya bagi perokok aktif. Hal ini dikarenakan risiko kesehatan sama tingginya pada perokok pasif.
WHO sendiri telah menyebutkan enam strategi dalam pengendalian tembakau untuk diterapkan oleh banyak negara, mulai dari monitor penggunaan tembakau dan kebijakan pencegahan, perlindungan terhadap asap rokok, optimalkan dukungan untuk berhenti merokok, waspadakan masyarakat akan bahaya tembakau, eliminasi iklan, promosi, dan sponsor terkait tembakau, dan raih kenaikan cuka tembakau.
Upaya pengendalian tembakau memang bukan hal mudah yang bisa selesai dalam sekejap, diperlukan diskusi panjang dan aksi bersama lintas sektor dalam pengendalian tembakau ini. (*)
Source | : | media.neliti.com,Dpr.go.id,Wawancara |
Penulis | : | Vanessa Nathania |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar