"Hal ini dikarenakan perkawinan di usia anak sangat berpotensi meningkatkan risiko melahirkan anak-anak yang stunting," sambungnya.
Menurut KemenPPPA, pencegahan stunting merupakan hal yang penting dan merupakan wujud dari pemenuhan hak dasar anak, yakni hak hidup, serta tumbuh dan berkembang.
Risiko terjadinya stunting dari pernikahan anak, dipengaruhi oleh kondisi usia dan mental calon ibu khususnya.
Dilansir dari Indonesia Baik, pada usia remaja, anak perempuan belum mempunyai cukup pengetahuan mengenai kehamilan dan pola asuh anak yang baik.
Ketika menikah pada usia remaja, calon ibu masih membutuhkan asupan gizi maksimal untuk dirinya sendiri hingga usia 21 tahun.
Kesehatan reproduksi remaja pun juga belum siap untuk kehamilan maupun melahirkan.
Saat hamil pada usia remaja, tubuh ibu akan saling berebut gizi dengan bayi yang ada dalam kandungannya.
Pada akhirnya, saat nutrisi ibu tidak tercukupi selama hamil, bayi berisiko lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dan terkena stunting. (*)
Baca Juga: Kemenkes: Menu PMT Cegah Stunting Harus Sesuai Nilai Gizi
Source | : | KemenPPA,Indonesiabaik.id |
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
Komentar