Eva menyoroti bahwa industri tembakau sangat agresif dalam memasarkan produknya melalui media sosial, menargetkan anak-anak dan remaja.
“Upaya pemasaran dilakukan dengan memanfaatkan berbagai cara di antaranya jangkauan merek multinasional, influencer, topik yang sedang tren, popularitas, dan pengenalan merek tembakau serta nikotin di media sosial,” kata Eva.
Data dari Tobacco Enforcement and Reporting Movement (TERM) edisi Mei-Agustus 2023 menunjukkan bahwa lebih dari dua pertiga kegiatan pemasaran produk tembakau diunggah di media sosial Instagram (68%), Facebook (16%), dan X (14%).
Industri tembakau juga memasarkan produknya melalui gerai di berbagai festival musik dan olahraga untuk menarik perhatian anak muda.
Selain itu, industri tembakau menawarkan biaya pendidikan sebagai salah satu strategi untuk mempengaruhi para pemuda agar merokok.
Industri ini juga menggunakan taktik menyebarkan informasi menyesatkan dan membentuk opini publik untuk menghambat upaya pemerintah menurunkan prevalensi merokok.
Langkah Pemerintah dalam Menangani Masalah
Dalam upaya melindungi masyarakat dari bahaya produk tembakau, pemerintah telah menetapkan UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Salah satu aturan dalam UU tersebut adalah pengamanan zat adiktif, termasuk produk tembakau dan rokok elektronik.
Penyusunan draf peraturan pemerintah (PP) mengenai zat adiktif ini sudah menyelesaikan proses pembahasan, uji publik, serta pleno dengan kementerian dan lembaga terkait, dan akan segera disahkan.
Pemerintah juga melindungi hak anak melalui sistem pembangunan kabupaten/kota Layak Anak, yang didasarkan pada UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, khususnya pasal 21. Inisiatif ini mendorong kabupaten/kota untuk menjadi Kawasan Tanpa Rokok dan mengupayakan agar rumah tangga juga bebas rokok.
Baca Juga: WHO Larang Vape untuk Lindungi Usia Muda, Apa Bahaya Rokok Elektrik Bagi Kesehatan?
Penulis | : | David Togatorop |
Editor | : | David Togatorop |
Komentar