GridHEALTH.id – Belum lama ini, media sosial TikTok dikejutkan dengan kabar duka dari kreator konten, Shella Selpi Lizah.
Setelah tiga tahun berjuang melawan penyakit kanker ovarium, Shella Selpi Lizah mengembuskan napas terakhirnya.
Kanker ovarium memang menjadi salah satu ancaman terbesar bagi para wanita.
Pasalnya, kanker ovarium atau kanker indung telur merupakan jenis kanker ketiga yang tersering dialami wanita Indonesia.
Bahkan, berdasarkan data Global Cancer Incidence, Mortality and Prevalence (Globocan) yang dikutip dari laman yankes.kemkes.go.id, angka kejadian di tahun 2020 adalah 14.896 kasus dan angka kematian mencapai 9.581 kasus.
Lantas, apa sebenarnya penyebab kanker ovarium? Mengapa penyakit ini begitu ganas?
Berikut ini penjelasan selengkapnya.
Kanker ovarium paling sering terjadi pada wanita dan orang yang memiliki ovarium, terutama setelah menopause (biasanya di atas usia 50 tahun).
Meski dapat terjadi pada usia berapa pun, risikonya meningkat seiring bertambahnya usia.
Gejalanya sering kali mirip dengan kondisi lain, sehingga sulit dikenali.
Namun, ada gejala awal yang harus diwaspadai, seperti kembung terus-menerus, nyeri di panggul dan perut bagian bawah, serta kesulitan makan.
Baca Juga: TikToker Shella Selpi Meninggal Dunia karena Kanker Ovarium, Apa Sebenarnya Gejala Awal yang Muncul?
Jika mengalami gejala-gejala ini dalam waktu lama, segera konsultasikan dengan dokter.
Ovarium adalah sepasang organ kecil dalam sistem reproduksi wanita yang melepaskan sel telur setiap bulan (ovulasi).
Kanker ovarium dapat memengaruhi bagian yang berbeda dari ovarium.
Jenis yang paling umum adalah kanker ovarium epitelial, yang menyerang lapisan permukaan ovarium.
Kanker dimulai ketika ada perubahan (mutasi) pada DNA sel yang menyebabkan sel tumbuh dan berkembang biak secara tidak terkendali.
Pada kanker ovarium, sel-sel di ovarium tumbuh secara abnormal.
Jika tidak dideteksi dini, kanker dapat menyebar ke perut, panggul, dan bagian lain dari sistem reproduksi wanita.
Melansir dari nhsinform.scot, penyebab pasti kanker ovarium epithelial memang belum diketahui, namun ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risikonya, antara lain:
Risiko meningkat setelah menopause, terutama pada wanita di atas 50 tahun.
Jika memiliki dua atau lebih kerabat dekat (ibu, saudara perempuan, atau anak perempuan) yang mengidap kanker ovarium atau kanker payudara, risiko Anda meningkat.
Mutasi gen BRCA1 dan BRCA2 diketahui terkait dengan kanker ovarium dan payudara.
Baca Juga: Bagaimana Bedak Talk Bisa Meningkatkan Risiko Kanker Ovarium?
Meski begitu, hanya sekitar 10% dari kasus kanker ovarium disebabkan oleh gen yang cacat.
Setiap kali sel telur dilepaskan, permukaan ovarium mengalami kerusakan yang perlu diperbaiki. Proses ini meningkatkan risiko pertumbuhan sel abnormal.
Oleh karena itu, risiko kanker ovarium menurun jika Anda menggunakan pil kontrasepsi, hamil beberapa kali, atau menyusui, karena selama masa ini, ovulasi tidak terjadi.
Penggunaan HRT sedikit meningkatkan risiko kanker ovarium. Namun, jika HRT dihentikan, risiko ini akan menurun kembali ke tingkat normal setelah lima tahun.
Kondisi di mana sel-sel yang biasanya melapisi rahim tumbuh di luar rahim juga dapat meningkatkan risiko kanker ovarium.
Sel-sel ini menebal dan berdarah selama siklus menstruasi, tetapi darah tidak dapat keluar dari tubuh, menyebabkan rasa sakit dan peradangan.
Untuk mengurangi risiko terkena kanker ovarium, hindari faktor risiko seperti HRT yang berkepanjangan dan pastikan untuk menjalani pemeriksaan rutin jika memiliki riwayat keluarga dengan kanker.
Penggunaan kontrasepsi oral, kehamilan, dan menyusui juga dapat membantu menurunkan risiko.
Jika terdiagnosis kanker ovarium, pengobatannya meliputi pembedahan, kemoterapi, atau terapi lainnya tergantung pada stadium kanker.
Deteksi dini sangat penting untuk meningkatkan peluang kesembuhan.
Nah, itu dia penyebab, pencegahan, dan pengobatan kanker ovarium yang perlu diketahui para wanita. Semoga bermanfaat! (*)
Baca Juga: Hari Kanker Ovarium: Kenali Gejala Kanker Ovarium untuk Pengobatan Lebih Awal
Penulis | : | Ratnaningtyas Winahyu |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
Komentar