Find Us On Social Media :

Nunung Akui Lari Ke Narkoba Karena Derita Depresi Psikosomatis, Benarkah Sulit Sembuh?

Nunung mengaku dirinya sampai saat ini rutin mengonsumsi obat dari dokter karena depresi psikosomatis.

GridHEALTH.id - Pelawak Nunung mengaku menderita depresi atau gangguan psikosomatik. Gangguan psikosomatis ini baru diakui oleh Nunung ketika ditanya soal tes darah.

Baca Juga: Sering ke Diskotik, Ini Barang Haram Pertama Kali yang Bikin Nunung Kecanduan 20 Tahun Lalu

Nunung mengaku sudah mengenal narkoba sejak 20 tahun silam. Selama 20 tahun itu, Nunung mengaku sempat berhenti dan bersih dari narkoba.

Atas pengakuannya, Nunung mengaku baru kembali menggunakan narkoba pada lima bulan lalu, tepatnya pada bulan Maret 2019

Selama ini, Nunung mengaku tak pernah melakukan tes darah atau apapun yang bisa mendeteksi adanya zat adiktif dalam tubuhnya

"Saya kalau ke rumah sakit selama ini cuma konsultasi. Karena memang saya masih dalam perawatan, saya kena kaya depresi kaya psikosomatis. Stres yang terlalu tinggi, panic attack, " tambah Nunung. Dirinya mengaku sampai saat ini masih rutin mengonsumsi obat dari dokter. 

Melansir Kompas.com, Gangguan psikosomatik merupakan kondisi jiwa yang berpengaruh terhadap fisik. Sebagian besar gangguan psikosomatis ini melibatkan pikiran dan tubuh.

Baca Juga: Mengatasi Psikosomatis, Stres Pikiran Yang Sebabkan Penyakit Fisik

Depresi psikosomatis berhubungan dengan setiap penyakit yang memiliki gejala fisik. Namun, semua itu berasal dari emosi dan pikiran.

Melansir Very Well Health, penyakit psikosomatis berasal dari stres emosional atau pola pikir merusak yang kemudian berkembang dengan gejala fisik. Biasanya ini terjadi ketika sistem kekebalan tubuh terganggu karena stres.

Baca Juga: Hari Anak Nasional: Google Luncurkan Aplikasi Membantu Anak Jadi Cerdas, Percaya Diri, dan Selalu Ingin Tahu

Kesalahpahaman umum selama ini adalah banyak yang mengira kondisi psikosomatis adalah imajiner atau menyebut semuanya hanya ada dalam pikiran seseorang.

Padahal, gejala fisik kondisi psikosomatis itu nyata dan harus diobati dengan cepat, seperti penyakit lainnya. 

Umumnya penderita psikosomatis berusia muda, dan didominasi wanita, dan pemicunya adalah stres.

Stres dan depresi dapat secara harfiah dinyatakan sebagai rasa sakit dan penyakit. Jika salah satu sistem tubuh penderitanya melemah, di sinilah kemungkinan penyakit yang berhubungan dengan stres berkembang.

Misalnya, jika titik terlemah penderita secara fisik adalah leher, tubuh akan mengalami nyeri leher. Bisa jadi penderita mudah terserang flu juga.

Baca Juga: Satu Bulan Sebelum Serangan Jantung, Tubuh Beri Peringatan Lewat Gejala-gejala yang Harus Diwaspadai Ini

Sebagai contoh, ketika merasa cemas dan stres, detak jantung menjadi cepat, berdebar, merasa sakit (mual), tremor, berkeringat, mulut kering, sakit dada, sakit kepala, sakit perut dan napas menjadi cepat.

Ketika kita cemas, gejala fisik meningkat akibat meningkatnya aktivitas impuls saraf yang dikirim dari otak ke berbagai bagian tubuh, dan adanya pelepasan adrenalin ke dalam aliran darah.

Baca Juga: Nasi Goreng, Makanan Legendaris Indonesia yang Disukai Warga Asing, Ini Tips Menggoreng Sehat Tanpa Minyak

Gangguan psikiatrik atau gangguan jiwa beda terapinya dengan gangguan medis lainnya, khususnya penyakit infeksi akut.

Tidak heran pasien sering kaget ketika diberitahukan bahwa pengobatan gangguan psikosomatis bisa berlangsung kurang lebih 3 bulan sampai 12 bulan tergantung kondisi dan adaptasi pasien.

Pasien banyak yang menyamakan bahwa pengobatan ini bisa seperti mengobati penyakit infeksi yang hanya makan obat paling lama 2 minggu. Walaupun ada penyakit infeksi yang makan obatnya lama seperti TBC.Pengobatan yang lama ini karena kondisi sakit gangguan jiwa melibatkan sistem saraf otak yang ketika diberikan pengobatan tidak langsung menampakkan perbaikan.

Keinginan semua pasien yang berobat pastilah ingin sembuh tanpa ada sisa gejala alias sembuh sempurna. Sayangnya hal tersebut kadang tidak bisa terjadi saat pengobatan kasus-kasus psikosomatis.

Baca Juga: Musim Pancaroba Segera Datang, Siap-siap Imunisasi Influenza, Cukup Sekali Setahun!

Gangguan cemas dan depresi yang banyak mendasari kasus-kasus psikosomatis ini sering kali tidak selalu bisa sembuh sempurna. Ada gejala-gejala sisa yang sering dialami pasien.

Penekanan pada pasien saat berobat adalah kemampuan dia untuk mampu menghadapi gejalanya jikapun gejala itu datang.

Baca Juga: Bikin Susah Tidur, 4 Makanan Ini Tak Disarankan Dikonsumsi Malam Hari

Jika selama ini seperti dipermainkan gejalanya maka pengobatan mampu membuat dia mengendalikan gejala itu jika pun datang. Jadi tidak hilang sekali gejalanya tapi bisa dikendalikan.Beberapa kasus pasien merasa "ketergantungan" dengan obat yang digunakan. Ketika obat dipakai keluhan hilang, ketika tidak dipakai lagi keluhan datang. Inilah yang membuat pasien sering merasa dirinya ketergantungan.

Padahal konsep ini sama saja dengan pasien darah tinggi, kolesterol tinggi atau kencing manis. Ketika tidak dimakan obatnya maka tekanan darah, kolesterol dan gula darahnya semua naik.

"Obat psikiatrik kebanyakan bukanlah seperti bekerja layaknya suplemen, obat psikiatrik tidak menambahkan sesuatu tapi lebih kepada membuat keseimbangan di otak kembali terjadi.

Antidepresan SSRI contohnya, obat ini lebih kepada membuat produksi dan kesediaan serotonin di otak tetap terjaga dan bukan menambahkan serotonin dari luar," kata dr.Andri,SpKJ,FAPM (Klinik Psikosomatik RS OMNI Alam Sutera, seperti dikutip dari Kompas.

Yang jelas, kesembuhan bukanlah sesuatu yang mustahil pada pasien-pasien psikosomatik hanya saja setiap orang tidak bisa dipukul rata kesembuhannya.

Baca Juga: Miris, 40 Persen Kematian Ibu Melahirkan Karena Terlambat Ditangani

Sering kali ada hal-hal lain yang memengaruhi kesembuhan selain obat sehingga pasien diharapkan juga bisa ikut aktif dalam terapi dirinya. (*)