GridHEALTH.id - Saat menggeledah rumah artis Ririn Ekawati di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, polisi menemukan obat psikotropika lain yang diketahui merupakan obat Xanax.
Dilansir Kompas.com (9/3/2020), obat tersebut ternyata miliki mendiang suaminya yang meninggal tahun 2017 lalu, yakni Ferry Wijaya.
Menurut Kasatnarkoba Polres Jakarta Barat, Kompol Ronaldo Siregar obat psikotropika tersebut tercampur dengan obat bekas suami Ririn Ekawati.
"Xanax masuk psikotropika golongan 4. Kita temukan saat penggeledahan. Di kediaman RE, tempatnya itu tercampur dalam obat-obatan yang dimiliki oleh mendiang suami RE," ujarnya.
Meski begitu, Ronaldo mengatakan tetap akan menindaklanjuti penemuan obat Xanax tersebut.
Obat-obat psikotropika tergolong ke dalam obat berbahaya karena memiliki jenis zat yang mampu merangsang saraf pusat. Oleh karena itu, perlunya resep yang tepat dalam penggunaannya.
Baca Juga: Banyak Penderita Diabetes Stop Obat Metformin, Ini Alasannya
Soalnya, efek yang terjadi terhadap obat ini akan memberikan efek halusinasi dan juga ketenangan yang diberikan obat tersebut.
Obat ini bukan termasuk ke dalam jenis narkoba, namun efeknya juga bisa menyebabkan kecanduan yang berakhir dengan kematian.
Masalahnya, masih banyak orang yang menggunakan obat ini dengan tidak benar (tidak diresepkan dokter), guna untuk menghilangkan depresi dan juga kesedihan.
Psikotropika menurut Undang-undang No. 5 tahun 1997 adalah suatu zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat, yang menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan perilaku.
Di Amerika Serikatm survei Nasional Penyalahgunaan Zat dan Penyalahgunaan Pelayanan Kesehatan Mental (SAMHSA) menemukan bahwa pada tahun 2018, 47 juta orang dewasa berusia di atas 18 melaporkan kondisi kesehatan mental.
Ini sekitar 1 dari 5 orang dewasa di Amerika Serikat. Lebih dari 11 juta melaporkan penyakit mental yang serius.
Memang benar, kesehatan dan kesejahteraan mental memengaruhi kehidupan kita sehari-hari. Obat-obatan psikotropika dapat menjadi bagian penting dari alat yang tersedia untuk membantu menjaga kita tetap sehat.
Baca Juga: Obat Pengencer Darah Tidak Boleh Diminum Sembarangan, Ini Risikonya
Baca Juga: Hari Penyakit Langka Sedunia: Terkait Genetik, Ini Perlunya Skrining Sebelum Menikah
Secara spesifik, psikotropika bekerja dengan menyesuaikan tingkat bahan kimia otak, atau neurotransmiter, seperti dopamin, gamma aminobutyric acid (GABA), norepinefrin, dan serotonin.
Secara hukum dan kedokteran, obat-obatan psikotropika diresepkan untuk gangguan-gangguan kesehatan seperti kegelisahan, depresi, skizofrenia, gangguan bipolar, dan gangguan tidur.
Obat-obatan itu lalu bekerja sebagai agen anti-kecemasan, antidepresan, antipsikotik, stimulan, dan penstabil suasana hati
Obat-obatan psikotropika diresepkan karena memiliki cara kerja yang memengaruhi susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan perubahan pada aktivitas mental serta perilaku disertai halunasi, ilusi, dan gangguan cara berpikir.
Adapun jenis-jenis psikotropika yaitu sedatin, rohypnol, valium, amphetamine, xanax, prosac, metakualon, feobarbital, shabu-shabu, dan ekstasi.
Beberapa jenis obat yang disebutkan di atas memang digunakan dalam ilmu kedokteran, namun harus dalam batas pengawasan dokter dan tidak boleh digunakan secara sembarangan karena ada konsekuensi hukumnya.
Lagipula, jika dikonsumsi secara sembarangan, maka dapat membahayakan organ tubuh bahkan kematian.
Baca Juga: Tanda Tulang Lemah, Salah Satunya Kebugaran Menurun dan Cepat Lelah
Baca Juga: 4 Cara Merawat Bayi Prematur di Rumah, Perlu Ekstra Hati-hati
Jenis atau kelas obat yang diresepkan dokter tergantung pada gejala individu dan spesifik. Beberapa obat memerlukan penggunaan rutin selama beberapa minggu untuk melihat manfaatnya.(*)
#berantasstunting