GridHEALTH.id – Di tengah pandemi Covid-19 yang disebabkan oleh virus corona, stunting masih perlu menjadi perhatian utama pemerintah Indonesia.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak-anak karena gizi buruk, terkena infeksi berulang, dan stimulasi psikososialnya tidak memadai.
Seorang anak disebut menderita stunting jika pertumbuhan tinggi badannya tidak sesuai dengan grafik pertumbuhan standar dunia.
Data Riset Kesehatan Nasional (Riskesdas) 2018 menunjukkan 30,8% balita di Indonesia menderita stunting.
Dibanding 2013, di mana penderita stunting mencapai 37,2 % memang terjadi penurunan yang lumayan besar. Tapi, angka tersebut masih jauh dari target Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebesar 20 %.
Pun, masih menurut badan kesehatan dunia itu, pada 2018 Indonesia menduduki peringkat kedua dengan sanitasi terburuk di dunia setelah India.
Baca Juga: Berantas Stunting: 4 Tanda Kurang Gizi Selama Hamil Patut Diwaspadai
Baca Juga: 6 Cara Ini Bisa Hindari Sembelit di Saat Bulan Puasa Ramadan
Banyak yang menduga penyebab utama stunting adalah asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama karena pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.
Tapi, ternyata riset Kementerian Kesehatan menemukan gizi buruk hanya menyumbang 40% pada stunting.
Penyebab lebih besar pada pertumbuhan anak pendek tersebut, ternyata tidak adanya air bersih dan sanitasi buruk. Nilainya mencapai 60%.
Artinya, meski asupan gizi seorang anak yang baik, tapi jika dia berada di lingkungan yang air dan sanitasinya buruk, anak tersebut berisiko menderita stunting.
Ibaratnya, makanan yang bagus tapi dimakan dengan peralatan dan air yang kotor, membuat pencernaan tidak menyerap gizi dengan baik.
Padahal, stunting sangat berpengaruh pada kualitas generasi di masa mendatang.
Bappenas menghitung jika tidak diatasi sedini mungkin, stunting berpotensi menimbulkan kerugian sampai Rp 300 triliun.
Baca Juga: Menikah Selama 51 Tahun, Pasangan Ini Wafat Terpaut 6 Menit, Keduanya Menjadi Korban Covid-19
Itu baru dari sisi pemerintah. Dari sisi si anak sendiri, menjadi anak stunting memberikan kerugian yang juga tidak sedikit.
Stunting pada masa kecil dapat menimbulkan dampak jangka pendek dan jangka panjang yang memengaruhi kualitas hidup seseorang.
Dampak jangka pendeknya akan langsung terlihat pada periode awal kehidupan anak, yaitu tinggi badan yang berada di bawah kriteria normal sehingga ia tampak lebih pendek dibandingkan teman-teman seusianya.
Sementara itu, stunting dalam jangka panjang dapat meningkatkan risiko berbagai masalah kesehatan.
Suatu penelitian di lima negara berpendapatan menengah ke bawah menemukan bahwa orang yang stunting sejak kecil cenderung mengalami gangguan kesehatan.
Masalah yang kerap terjadi seperti postur tubuh yang pendek saat dewasa, massa otot yang lebih kecil, kemampuan intelektual di bawah rata-rata, serta melahirkan bayi dengan berat lahir rendah.
Bukan itu saja, yang sering dilupakan kita adalah kerugian karena tubuh pendek dan intelektualitas terbatas, anak-anak stunting terpaksa mengubur cita-cita mereka.
Baca Juga: Semprot Disinfektan Marak di Jalanan, Dinilai Sia-sia Oleh WHO
Baca Juga: 9 Cara Agar Aliran Darah Lancar dan Terkontrol Demi Kesehatan Jantung
Coba bayangkan, ada beberapa profesi yang menuntut kita mempunyai tinggi minimal (standar).
Misalnya menjadi pilot, anggota ABRI, menjadi polisi, bahkan menjadi atlet di cabang-cabang olahraga tertentu.
Bila si anak mempunyai tinggi di bawah minimal, padahal ingin menjalani salah satu profesi di atas, tentunya dia terpaksa menghapus keinginan tersebut.
Apalagi akan sulit bagi seseorang yang stunting sejak kecil untuk meninggikan badan saat ia dewasa. Malah, ia justru lebih rentan mengalami masalah kesehatan dan ekonomi seiring bertambahnya usia.
Maka dari itu kita perlu mencegah stunting sejak dini. Caranya adalah dengan memerhatikan asupan gizi ibu selagi hamil, melakukan inisiasi menyusu dini begitu si kecil lahir, dan memberikan ASI eksklusif hingga usia 6 bulan.
Selanjutnyaa memberikan ia makanan bergizi seimbang secara bertahap sesuai kemampuan dan usianya.
Baca Juga: 8 Camilan Sehat Bagi Penderita Diabetes yang Direkomendasikan
Baca Juga: Catat, 5 Hal Seputar Alat Kontrasepsi IUD Ini Ternyata Hanya Mitos!
Selain itu, perlu juga dilakukan perbaikan sanitasi dan akses air bersih guna mencegah risiko ancaman penyakit infeksi.
Tentu saja, semua itu harus didukung dengan pola asuh dan perawatan yang baik dari orangtua. (*)