Find Us On Social Media :

Puasa Ramadan Menurut Medis, Penyembuh Penyakit Kronis Fisik dan Pikis

Puasa Ramadan dapat membantu meningkatkan imunitas tubuh melawan virus.

GridHEALTH.id - Muslim diperintahkan untuk berpuasa selama Ramadan lebih dari 1.400 tahun yang lalu.

Orang-orang Yunani kuno merekomendasikan puasa untuk menyenetakan tubuh.

Hingga akhirnya sekarang dikenal dengan istilah puasa intermiten. Yaitu puasa dalam kurun aktu tertentu, 12, 16, atau 24 jam pada suatu waktu.

Ada juga puasa 5:2, mendukung pembatasan kalori (makan hanya antara 500 dan 600 kalori) selama 36 jam, dua kali seminggu.

Baca Juga: Lantaran Terlambat Sarapan, Seorang WNA di Bali Ngamuk di Kantor Satpol PP, Kok Bisa?

Malah, Eat Stop Eat, sebuah buku karya Brad Pilon yang diterbitkan pada 2007, merekomendasikan untuk tidak makan selama 24 jam sekali atau dua kali seminggu.

Nah, dari sini bisa dilihat puasa yang diawalnya dilakukan umat muslim sebagai bentuk ibadah, juga diikuti banyak manusia. Sebab puasa itu menyehatkan.

Puasa secara umum telah digunakan dalam pengobatan untuk alasan medis termasuk manajemen berat badan. Dengan puasa tubuh bisa membersihkan saluran pencernaan dan menurunkan lemak.

Baca Juga: Seorang Ayah Menyesal Seumur Hidup, Berikan Gadget Sejak Kecil, Ini Derita yang Dialami Sang Anak

Baca Juga: 6 Manfaat Olahraga Setelah Sahur di Bulan Ramadan, Cukup 15 Menit dan Bisa Dilakukan di Rumah

Tapi ada satu hal yang kita ketahui, melansir masjidtucson.org, yang mempublish artikel dengan judul Medical Benefits of Fasting (Ramadan), puasa islami berbeda dari metode diet atau puasa untuk tujuan tertentu seperti di atas.

Puasa Ramadaan tidak menyebakan umat muslim kekurangan gizi atau asupan kalori yang tidak memadai.

Asupan kalori Muslim selama Ramadan berada pada atau sedikit di bawah pedoman persyaratan ilmu gizi.

Selain itu, puasa di bulan Ramadan dilakukan secara sukarela dan bukan merupakan anjuran dokter atau pemaksaan diri sendiri untuk tujuan fisik semata.

Baca Juga: Siap ‘Berdamai’ Dengan Virus Corona, Ketahui Juga Strategi Mengalahkan Virus Mematikan Ini

Baca Juga: Tidak Semua Sesak Napas Karena Covid-19 Bisa Diatasi dengan Latihan Pernapasan, Begini Penjelasannya

Ahli gizi Claire Mahy mengatakan kepada Al Jazeera: "Puasa memungkinkan usus untuk membersihkan dan memperkuat lapisannya. Ini juga dapat merangsang proses yang disebut autophagy, yang mana sel membersihkan diri dan menghilangkan partikel yang rusak dan berbahaya." Melansir aljazeera.com (20/04/2020).

Para ilmuwan juga telah mempelajari hubungan antara diet, kesehatan usus dan kesejahteraan mental dan, seperti yang dijelaskan Mosley, puasa dapat menyebabkan pelepasan BDNF (brain-derived neurotrophic factor) di otak.

"Ini telah terbukti melindungi sel-sel otak dan dapat mengurangi depresi dan kecemasan, serta risiko mengembangkan demensia," tambah Mosley.

Baca Juga: Mencuri Karena Kleptomania? Begini Cara Mengatasi dan Menyembuhkannya

Baca Juga: Menahan Bersin Karena Takut Dituduh Pembawa Virus Corona, Padahal Ini Bahayanya 

Banyak orang yang telah berpuasa juga menemukan bahwa, jika dilakukan dengan benar, dapat membantu menghilangkan lemak dan menambah massa otot.

Perbedaan lainnya umat musliam dalam berbuka di bulan Ramadan jenis makanan yang dikonsumsi tidak tergantung kriteria tertentu dari diet ketat seperti yang hanya mengandung protein atau diet jenis buah saja.

Semua makanan yang halal, boleh dimakan, dengan rumus sunnah Nabi Muhammad saw, berhenti makan sebelum kenyang.

Selain itu, melansir melansir masjidtucson.org, puasa Ramdan umat muslim, mempunyai efek fisiologis; menurunkan gula darah, menurunkan kolesterol dan menurunkan tekanan darah sistolik.

Baca Juga: Hampir Seminggu Didi Kempot Meninggal, ‘Code Blue Asma’ Masih Jadi Tagar, Ini Arti Kode Biru di Rumah Sakit

Baca Juga: Kenali Kleptomania, Gangguan Mental yang Diderita Anak di Drama The World of the Married

Karenanya puasa Ramadan selalu direkomendasi untuk pengobatan; diabetes ringan hingga sedang, stabil, non-insulin, obesitas dan hipertensi esensial.

Pada 1994 Kongres Internasional pertama tentang "Health and Ramadan dan Ramadhan," yang diadakan di Casablanca, memasukkan 50 makalah penelitian dari seluruh dunia, dari para peneliti Muslim dan non-Muslim yang telah melakukan studi ekstensif tentang etika medis puasa.

Hasilnya; puasa sama sekali tidak memperburuk kesehatan pasien atau kondisi medis dasar. Di sisi lain, pasien yang menderita penyakit berat, baik diabetes atau penyakit arteri koroner, batu ginjal, dll, dibebaskan dari puasa.

Baca Juga: Hadapi Corona, Ini Dia Calon Obat Covid-19 yang Diperkenalkan LIPI

Baca Juga: 5 Langkah Mencegah Mual Datang Saat Puasa di Bulan Ramadan

Efek psikologis puasa pun ditemukan, kedamaian dan ketenangan bagi mereka yang berpuasa selama bulan Ramadan. Permusuhan pribadi minimal, dan tingkat kejahatan menurun.

Peningkatan psikologis ini dapat dikaitkan dengan stabilisasi glukosa darah yang lebih baik selama puasa, karena hipoglikemia setelah makan, memperburuk perubahan perilaku.

Demikian pula, pembacaan Quran tidak hanya menghasilkan ketenangan hati dan pikiran, tetapi meningkatkan daya ingat.(*)

Baca Juga: Nekat Meracik Sendiri Obat Virus Corona, Seorang Apoteker Meninggal karena Keracunan Setelah Mencobanya

#berantasstunting

#HadapiCorona