Find Us On Social Media :

29.1 Persen Anak dari 2700 Ibu Mengalami Gizi Kurang, Minum Susu Kental Manis Lebih dari 1 Kali Sehari

Ilustrasi: Anak mengalami gizi kurang karena diberi susu kenyal manis oleh orangtua.

GridHEALTH.id – Masalah gizi masih menjadi permasalahan pelik bangsa Indonesia.

Sampai-sampai Badan Pangan Dunia (FAO) dalam rilisnya tertanggal 21 April 2020 mengingatkan krisis pangan, dan yang menjadi cacatan, bahaya stunting di Indonesia.

Sebab angka prevalensi stunting terakhir di Indonesia menunjukan sebesar 27,67%.

Angka tersebut tentunya masih di atas yang disyaratkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni minimal 20%.

Baca Juga: Klaster Kemenkes Tertinggi di Antara Kementerian Lain, Menkes Terawan Sempat Berseloroh Percaya Diri: 'Corona Bukan Barang Menakutkan Luar Biasa'

Walhasil, Jokowi dalam rapat terbatas mengenai evaluasi proyek strategis nasional melalui video conference, Jumat (29 Mei 2020), menyampaikan "kita memiliki agenda besar yaitu menurunkan stunting, pemberantasan TBC, malaria, demam berdarah, HIV/AIDS, dan juga berkaitan dengan gerakan hidup sehat. Yang ini harus terus kita kerjakan," paparnya.

Jokowi sudah menargetkan agar angka stunting saat ini yang berkisar 27% turun menjadi 14%.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan ( Menko PMK) Muhadjir Effendy, dalam rapat virtual mengenai pengentasan kemiskinan tahun 2020, Kamis (10 September 2020), menekankan angka stunting setiap tahun harus berada di bawah 680.000 agar target penurunan stunting sebesar 14 % pada 2024 dapat tercapai.

Baca Juga: Menko PMK Minta 70 Persen Penduduk Indonesia Disuntik Vaksin Covid, Ahli Epidemiologi: 'Prinsipnya No One Left Behind'

"Kalau lihat angka kelahiran kita sekitar 4,8 juta per tahun, berarti paling tidak angka stunting per tahun harus di bawah 680.000 sekian," ujar Muhadjir.Sebab, menurut Muhadjir, apabila angka stunting per tahun sudah di atas 680.000, maka target 14 % tersebut tidak akan tercapai.

Karena stunting erat kaitannya dan tidak bisa dipisahkan dengan gizi kurang, apa jadinya jika masih ditemukannya anak-anak Indonesi dengan gizi kurang. Tentu menekan angka stunting semakin sulit.

Baca Juga: Hukuman Pelanggar Protokol Kesehatan Pemerintahan Daerah Ini Tegas, Jadi Penggali Kubur Korban Covid-19

Arif Hidayat Ketua Harian Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI), saat menjadi pembicara dalam acara Webinar Nasional I Bidang Kesehatan PP Muslimat NU, yang mengangkat topik ‘Mencetak Ibu Milenial Pembangun Generasi Emas 2045 di Era Pandemi Covid-19’ (11 Agustus 2020), memaparkan fakta-fakta mengejutkan.

Fakta-fakta itu didapatnya dari hasil survei yang dilakukan oleh PP Aisyiyah, mengenai persepsi masyarakat tentang susu kental manis terhadap 2700 ibu yang memiliki anak usia 0-59 bulan (0-5 tahun) pada 2019, di 9 kota/kabupaten di 3 Provinsi; Aceh, Kalimantan Tengah, dan Sulawesi Utara. Hasilnya;

* 14.5% Anak dengan gizi buruk mengonsumsi SKM/KKM lebih dari 1 kali dalam sehari.

Baca Juga: Studi: Orang yang Berbicara Menggunakan Bahasa Inggris Lebih Mudah Terpapar Virus Corona

* 29.1% anak dengan status gizi kurang mengonsumsi SKM/KKM lebih dari 1 kali dalam sehari.

* 56.4% anak dengan gizi cukup tidak mengonsumsi susu kental manis.Adapun anak-anak bisa mendapatkan susu kental manis, menurut Arif Hidayat dari orangtuanya. Buktinya hasil survei berikut ini;

* 37% Ibu beranggapan susu kental manis/krimer kental manis adalah susu dan prduk minuman yang menyehatkan.

* 22% ibu memberikan susu kenyal manis/krimer kental manis dengan porsi 1 gelas per hari.

* 26.7% ibu memberikan susu kental manis/krimer kental manis kepada anaknya setiap hari.

* 26% ibu memberikan susu kenyal manis/krimer kental manis dengan takaran lebih dari 3 sendok makan untuk 1 gelas penyajian.

Baca Juga: Palestina dan Israel Dilanda Pandemi, Masjid Al Aqsa Ditutup 3 Minggu

Jadi, jika ingin menekan stunting, gizi kurang, dan gizi buruk, masyarakat pun harus diedukasi dan ditegakannya aturan dengan baik dan benar prihal sus kental manis.

Mengenai hal tersebut, menurut dr. Hj Erna Soefihara – Ketua VII PP Muslimat NU di acara yang sama, meski sejak 2018 yang lalu BPOM telah melarang penggunaan kental manis untuk anak dan juga mengatur tentang label dan promosinya melalui PerBPOM NO 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, faktanya masih banyak masyarakat yang mengaku tidak terinformasi mengenai hal ini.

Baca Juga: Fix, Menteri Muhajir Ingin Indonesia Terapkan Herd Immunity, Tapi Ini Syaratnya

Maka tidak heran masih ditemukan balita-balita dengan gizi buruk yang juga mengkonsumsi kental manis.

“Karena kurangnya pengetahuan dan tingkat ekonomi menjadi alasan anak-anak diberikan kental manis. Seperti kejadian yang kami temukan saat turun ke masyarakat, anak dari umur 2 bulan dikasih susu kental manis dan jadi ketergantungan. Kalau nggak dikasih marah dan ngamuk-ngamuk,” papar dr. Hj Erna Soefihara.

Karena itu, PP Muslimat NU sebagai organisasi perempuan memiliki kewajiban untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat melalui edukasi gizi.

Lebih lanjut, dr. Hj Erna Soefihara berharap ada perhatian lebih dari pemerintah dan juga pihak-pihak terkait terutama produsen, untuk dapat berperan memberikan edukasi gizi dan informasi produk yang tepat kepada masyarakat luas.

Baca Juga: Pemerintah Dikritik Pentingkan Ekonomi Ketimbang Kesehatan, Menko PMK; Ekonomi Justru Bikin Sehat

Edukasi mengenai gizi prihal susu kental manis dan atau krimer kental manis ini penting bagi masyarakat, juga masa depan negara.

Sebab, menurut Ranti Astria Hannah, Sp.A, di acara tersebut, bayi memiliki preferensi rasa manis dan juga asin.

“Jadi bila sudah diberikan makanan dengan gula berlebihan sejak dini, semakin besar akan menyukai rasa yang lebih manis lagi sehingga seiring anak bertambah besar semakin tinggi gula yang dikonsumsi,” jelas ibu 2 anak ini.

Karenanyalah tidak heran, dokter anak senior Dr. dr. TB. Rachmat Sentika, Sp.A(K)., MARS, dalam acara yang sama, tegas mengingatkan dalam slidenya; Susu Kental Manis:

Baca Juga: Hari Kelima PSBB Ketat, Pemprov DKI Kantongi Rp 2,4 Miliar Hasil Denda Administrasi Pelanggar Protokol Kesehatan

* Bukan susu untuk anak

* Tidak Mengandung susu

* Mengandung glukosa

* Anak yang minum SKM, gemuk tidak sehat

* Biasa dipakai pemanis makanan

* STOP pemberian SKM pada anak dan Remaja.(*)

Baca Juga: Warga India Tak Lagi Takut Covid-19, Kasus Positif Covid-19 Sudah Capai 5,2 Juta

#berantasstunting

#HadapiCorona